Jongdae Side

689 96 24
                                    


PLAK

Pertama dalam hidupku *namamu* menamparku. Tamparannya tidak keras, aku bahkan pernah mendapat pukulan yang jauh lebih sakit dari ini.
Tapi kali ini rasanya bahkan jauh lebih menyakitkan, bukan pipiku yang sakit tapi hatiku.

Hatiku sakit melihat *namamu* menumpahkan air matanya, hatiku sakit saat melihatnya pergi keluar rumah, dan hatiku sakit saat melihat laki-laki lain yang kini mengikutinya dan mencoba merangkulnya.

Selama ini mulutku selalu menyuruhnya pergi, mengeluarkan kata-kata kasar hanya untuk mengusirnya namun tak pernah ku bayangkan jika di tinggalkan sebegini sakitnya.

Pandanganku terarah pada lengan kananku yang terluka, aku melihatnya dengan jelas. Senyum Chanyeol bukanlah senyum biasa, ia memiliki perasaan lain pada *namamu* dan ketika *namamu* membalas senyumnya aku tak dapat menahan diri. Tanganku reflek memukul meja dan menyebabkan satu piring terjatuh. Aku yang ceroboh ini bukannya membersihkan pecahan beling justru melukai tanganku sendiri.

Aku masih terduduk di lantai, meresapi rasa sakit yang tak dapat ku jabarkan dengan kata-kata.
Aku ingat saat kecil dulu kami selalu bersama, aku mendedikasikan hidupku untuk menjaganya, melindunginya, dan membuatnya bahagia. Namun semua berubah dalam satu hari.

"Sayang, ayo kemasi barang mu kita harus pindah" aku menatap bingung pada eomma yang menyuruhku mengemasi semua barang yang ku punya. Dan aku pun kembali di buat terkejut karena di hari itu pula kami pindah rumah. Rumah baru yang kami tempati jauh berbeda dengan rumahku yang dulu. Tak ada lagi pendingin atau pemanas ruangan, tak ada lagi lantai marmer, tak ada lagi balkon kamar, tak ada lagi kemewahan yang biasa ku dapatkan.

"Kenapa kita pindah kemari? "

"Eomma sudah mulai tua, dan eomma lelah jika harus membersihkan rumah yang besar seorang diri. Jongdae tak apa kan tinggal disini? "

"Iya eomma"

Saat itu aku hanya diam, namun semua terasa berbeda hilangnya seluruh fasilitas dalam sekejap mata membuatku sulit menyesuaikan diri.

"Jongdae kau naik bus? " *namamu* bertanya dengan pandangan penuh rasa khawatir.

"Iya, eomma bilang aku harus mandiri, jadi aku memilih naik bus mulai dari sekarang" jawabku.

"Aahh kalau begitu besok aku juga akan ikut denganmu naik bis!!! "

"Jangan!! Kau diantar Kris Ahjusi saja. Jangan ikut naik bis sepertiku"

"Wae?? Aku juga ingin mandiriii"
Dan sejak itu kami selalu naik bus bersama. Khawatir?  Tentu saja!!  *namamu* adalah orang berada yang hampir tak pernah naik kendaraan umum tapi sekarang? 

Bahkan aku tak pernah mengaku jika keluargaku telah bangkrut. Aku selalu menggunakan kata mandiri jika *namamu* bertanya kenapa aku tak pernah lagi menggunakan fasilitas yang dulu selalu ku gunakan.

Aku bahkan harus rela tak jajan selama satu minggu demi mengajak *namamu* pergi ke kedai ice cream yang dulu sering kami datangi bersama.

Dan selama hampir satu tahun tanpa sadar aku telah membawa *namamu* menjalani kehidupan yang sulit sama sepertiku.

Tes
Tes
Tes
Zraaahsssshhh

"Ya ampun hujannya besar sekali " aku melirik khawatir pada *namamu* yang mulai kedinginan. Ini semua salahku. Salahku karena membiarkan *namamu* ikut pergi ke perpustakaan kota, salahku yang tak mempunyai uang lebih hanya untuk membayar taksi, dan salahku yang tak memiliki ponsel untuk menghubungi keluarga *namamu* agar ada yang bisa menjemput.

Sejak kecil bersama aku jelas tahu jika gadis yang kini berdiri di sampingku tak pernah kuat dengan hujan. Namun ia tetap tersenyum,di bawah derasnya hujan ia masih bisa menari-nari dan tertawa. Ketika itu kupikir semua akan baik-baik saja, tapi aku salah karena setelahnya hampir satu minggu *namamu* tak masuk sekolah. Padahal di sekolah ada perwakilan agensi besar Korea yang sedang mencari orang berbakat untuk di trainee .

Antara Jongdae dan ChanyeolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang