Berpindah

355 23 5
                                    

"Zaman sebelum manusia mengenal tulisan, manusia masih menggunakan asap atau gambar-gambar sederhana yang dibentuk untuk berkomunikasi. Mereka akan berburu dengan berkelompok, berpindah tempat (nomaden) jika mereka rasa tidak aman." jelas Bu Yasmin.

Gua terduduk dalam lamunan yang berpotensi kesetanan. Rasanya ngantuk *jeng-jeng-jeng.. Bila anda ngantuk, tapi kamu sibuk? Tak sempat ngopi?* mendengar penjelasan dari Bu Yasmin. Namun, jika kita mendengarkan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Tentu kadang ada faedahnya juga.

Satu hal yang gua suka, Bu Yasmin bicara tentang nomaden. Mereka yang lebih bahela aja bisa ngerti caranya move on, masa gua kagak?

Baru saja dia keluar kelas, gua mengejar dan menikung layaknya tukang tarik kredit motor paksa.

"Bu Yasmin? Tunggu!"
"Iya ada apa nak?"
"14 tahun aku menunggu kamu.."

---

Gua sekarang duduk sebangku dengan Teguh, nama lanjutannya Daniman. Jika namanya disatukan maka mereka akan menjadi Teguh dan Beriman.

Gua dan Teguh ibarat sepongboobs dan patrick. Walaupun begitu, kita banyak kesamaan. Misalnya, ngupil meper dibawa meja, bikin jebakan badman taro gayung yang berisi air di selipan pintu wc sekolah, atau mungkin iseng bawa perawatan segar (fresh care) buat dijejelin ke pantat temen kelas. Berkat dia juga, gua jadi bisa sedikit move on dari insiden penolakan waktu itu.

---

Malam ini sepi, sunyi kayak biasanya. Sambil mengejarkan tugas bahasa inggris dan sesekali membuka kamus vokepbulary.

*duk duk duk* pintu kamar digedor sama mama.

"Dung dung bukan permen, dung dung bukan biskuit."
"Ma elah, orang lagi belajar!"
"Yakin nih gak mau dek?"
"Yakin ma."
"Sangat sangat yakin?"
"Ya ma, udah bawa turun dih. Aku mau belajar aja."
"Benar-benar sangat-sangat sudah yakin?"
"Ah mama. Yaudah deh ma mau."

Siklus diatas sama seperti ketika menghibur adik kecil nangis yang munafik. Dikasih permen pura-pura gak mau, tapi diambil juga.

---

Gua kembali naik ranjang, terbaring di kasur, sambil memeluk erat guling kesayangan. Sambil mendongakkan kepala keatas dengan tatapan kosong, menatapi langit langit yang sudah remang ditambah sedikit cahaya dari lampu tidur. Alunan musik instrument yang membuat gua menjadi terbuai di dalam lelap dan mimpi yang indah.

"Jika aku diberikan dua pilihan, memilih yang mencintaiku atau yang kucintai. Aku akan memilih konidin."

---

Gak salah lagi, gua mimpi basah. Ya, mimpi basah dimana keadaan sedang bermimpi tiba-tiba mama teriak sambil ngeguyur gua ember berisi air dikasur.

"Udah telat aduh dek, bangunlah, sekolah kan kamu. Kebo banget sih."
"Daripada kumpul kebo ma." balas gua sambil masih mengumpulkan nyawa yang hilang.
"Kamu bilang apa tadi dek?!"
"Gak ma, gak kok."
"Yaudah sana cepat dek mandi."

Kadang mama suka membangunkan kita saat mimpi kita sudah di klimaks. Kadang mama suka juga berguna sebagai penyedap rasa.

"Dek, yaampun kamu ngapain dikamar mandi?! Udah hampir 30 menit dek!"
"Ikan tol!" *latah*

---

Sambil berjalan menyusuri perbatasan, melewati kuburan, sungai, hingga sawah akhirnya sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa, gua sampai di sekolahan tercinta ini.

Baru akan xlangkah lebih maju, tiba-tiba pintu gerbangnya bergerak menutup, gua lari bagaikan sperma yang berlari berlomba mengejar ovum. Cuma panjang lintasan gua jalan kayak lapangan bola tsubasa.

"Kamu gak boleh masuk tanpa seizin saya." kata satpam yang perutnya udah saingin tante gua yang udah hamil 7 bulan.
"Lah pak, udah tanggung pak. Tadi macet."
"Wong kamu jalan kaki kok, macet apanya."

Alhasil gua ditahan sampai selesai pelajaran, dan harus upacara sendirian serta kena poin tambahan pelanggaran sekolah karena pake sabuk tanpa logo sekolah.

---

Hari itu rintik-rintik hujan mulai membasahi pipi gua. Tiba-tiba ada yang rela menyodorkan payung ke gua.

"Bas, lu gapapa kan?"
"Eh.. Iya gapapa."
"Kasian gua liat lu, kena masalah terus. Berubah dong, tunjukin sama guru-guru lain."
"Gimana caranya berubah, gua gak ada digivice?"
"Apaan sih bas. Maksud gua sikap lu.."
"Eh tunggu, nama lu siapa dah? Lu sekelas kan ya sama gua? Iya bukan sih?"
"Gua Billa, duduk di bangku belakang lu padahal. Eh udah ya bas, gua mau pulang dulu, udah dijemput papa."

Sambil gua tahan tangannya dengan tatapan serius penuh makna.
"Billa"
"Iya..?" sambil dia membalikkan badan.
"Yang tertulis untukku adalah yang yang terbaik untukmu."
"Lagu itu kan? Udah ya gua pulang. Take care.."
"Iya"

---

Walaupun langit mencucurkan air mata, badai mengeluarkan single tak lekang oleh waktu, matahari ditenggelamkan laut ufuk timur. *kiamat hehe* gua berjalan sambil bersiul, rasanya seneng banget ada yang mau kasih payung teduh sama gua. Sekarang gua tahu kenapa homo-homo selalu dapat berpindah tanpa ambil pusing. Mereka gak pernah mengingat yang lalu.



Pejantan GasrukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang