Satu

45 1 0
                                    

Jingga merah itu kembali menapaki tempatnya.
Aku dan kamu serta secangkir minuman dingin pelega tenggorokan. Kau bersandar pada bahu bahu setiap dinding.

Menetapkan mata dan senyum lembayung yg tumbuh diantara bakung dan seroja.
Bersama kita terbahak dalam deruan angin senja. Kala itu senja masih terasa hangat sama hangatnya dengan dirimu yg menyentuh relung kalbuku. Walau kulit tak bersentuhan kurasakan hangatnya jiwa menyatu dalam ragamu.

Tapi dirimu yg akrab ku panggil senja telah melebur menjadi malam.
Tak ada lagi kehangatan disana. Dingin. Seperti dirimu yg dalam sekejap berubah menjadi malam. Aku duduk sendiri tak ada lagi teh, kopi atau minuman pelega tenggorakan lainnya. Benar benar sendiri.
Bahkan kamu tak lagi disampingku.

Aku bingung kemana harus ku cari sosok dirimu. Aku duduk pada sabit yg mengayun. Aku bertanya pada ribuan bintang. Berlari dari satu bintang ke bintang lainnya. Kemanakah dia yg hangat. Aku lelah terus mengejar aku lelah menunggu dia yg tak kunjung kembali. Apa dewi malam tega merampasnya dariku. Kemanakah senjaku yg dulu. Demi langit dan bumi aku rindu

Senja Dalam LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang