Hampir setiap hari ketika Suzy membuka mata, didapati tubuhnya hanya berbalut selimut. Itu karena ia adalah porselen cantik milik seseorang yang cukup berpengaruh di Negara ini. Tetapi ia bukanlah porselen yang dipajang pada etalase kaca melainkan diranjang.
Ia merupakan barang spesial, kesukaan pemiliknya.
Wanita jalang, begitu sebutannya?
Itu bukanlah keinginannya. Ada alasan mengapa ia menjadi serendahan ini.
Ketika itu Perusahaan yang dikelola ayahnya bangkrut, ibunya sedang sekarat dan kakak perempuannya memilih untuk kabur.
Suzy yang tidak tahu betapa kejamnya dunia luar hanya dapat meraung meratapi kenyataan terburuk dalam hidupnya.
"Sudah bangun rupanya,"
Itu suara pemiliknya. Pria itu berjalan kearahnya, mendudukan dirinya dipinggiran ranjang tempatnya berbaring.
Pria tampan yang seksi. Suzy bisa melihat otot dadanya yang menyembul dari kancing kemeja yang terlepas, rahangnya yang kokoh, tatapan matanya yang selalu mengintimidasi, alis yang tebal dan bibir yang penuh.
Cukup untuk membuat semua para wanita bertekuk lutut dan kehilangan nafas saat melihatnya. Tidak ada cacat, ia sempurna.
Suzy seperti tersihir olehnya.
Itu topeng yang bagus untuk menutupi sifat aslinya; kejam dan berbahaya.
Suzy tidak tahu harus menyukainya atau membencinya. Pria itu yang menolong Perusahaan ayahnya tetapi karena pria itulah ia menjadi semenjijikan sekarang. Ayahnya menjadikannya sebagai jaminan. Kedua pria kejam itu seolah bersekongkol menghancurkan hidupnya.
Saat itu ayahnya berjanji akan menjemputnya kembali tetapi ia tidak yakin. Tidak ada ayah yang tega menjual anaknya sendiri, kecuali ia bukan darah dagingnya.
Kenyataannya Suzy hanyalah anak tiri. Ibunya menikah lagi tidak berapa lama setelah ayah kandungnya meninggal.
Lagipula setelah semua kesedihan yang dilaluinya, ia lebih memilih tinggal bersama tuannya. Ketimbang bersama ayah tirinya yang terobsesi dengannya.
"Apa yang kau lamunkan?" Pria itu mengenggam telapak tangannya
Suzy menggeleng pelan.
Pria itu memicingkan matanya. "Kau tahu, aku tidak suka kau yang seperti ini."
Suzy menundukan kepalanya. "Maaf."
Pria itu mendengus keras. Tangannya pindah mencengkram dagu Suzy lalu mendongakkannya. "Aku tidak butuh kata itu." sinisnya. Ia mendekatkan wajahnya. "Cium aku, setelah itu aku akan memaafkanmu." bisiknya serak.
Suzy menyibakkan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Ia bersemu, malu karena tuannya itu menatapnya lapar. "Aa-aku harus man-di," ucapnya terbata.
"Ya, setelah kau menciumku." balasnya cepat. Jari telunjuknya mengelus permukaan bibir pucat Suzy. "Aku menunggu, Suzy." geramnya. Hazel-nya menatap tidak sabaran.
Suzy menahan nafasnya begitu menemukan kobaran api dalam hazel pria itu. Seringaian itu mengambil alih seluruh tubuhnya. Pria itu membuatnya kehilangan akal hanya dengan tatapannya, ia tenggelam dalam pesona tidak masuk akal pria itu.
Suzy ingin keluar dari situasi ini, ia frustasi dan membutuhkan pertolongan. Tetapi memang siapa dirinya di Mansion sebesar ini, sementara pemiliknya ada dihadapannya.
Tidak ada jalan keluar, tidak ada penolakan atau pria itu akan kembali mencabut paksa kuku jarinya seperti ia merenggut paksa keperawannya malam itu.
Semempesona itu, Oh Sehun dibalik sifat kejinya.
Suzy menubrukan bibirnya, mengecupnya lembut, menuruti keinginan pria itu. Tetapi nampaknya Sehun tidak puas, ia membutuhkan lebih dari sekedar kecupan. Ciuman panas yang menggairahkan.
Sehun mengambil alih, melumat bilah bibir itu menggebu - gebu. Telapak tangannya yang besar menekan tengkuk lehernya, lumatan itu sangat kasar. Sehun menciumnya seolah ingin menghabisi bibirnya yang membengkak.
Suzy meringis, ia tidak menikmati ciuman ini, hanya Sehun seorang. Bibirnya bergetar hebat, air mata memenuhi kelopak matanya. Sakit sekali, bibirnya seperti mati rasa.
Sehun melepaskan tautannya sejenak. "oh ... betapa candunya bibir ini, sweetie." Ia menelusuri bibir bawahnya dengan ujung lidahnya yang basah dan hangat. Lalu mengecupnya sekali, ia selesai dengan ciuman menggairahkan pagi harinya.
"Aku tadi hampir kehilangan kesabaran, jika sedetik saja kau tidak menciumku," Sehun mengelus jari kelingking Suzy lalu menunduk untuk mencium punggung tangannya. "Kau mungkin akan kehilangan kuku mungilmu lagi." kekehnya.
"Jangan pernah menolakku lagi, malam itu adalah pelajaran untukmu. Kau tahukan seberapa sakitnya saat tang itu menarik kukumu?"
Sehun menatap iris cokelat milik Suzy, ada gurat ketakukan disana. Ia tersenyum, selalu ada kepuasan tersendiri melihat seseorang kacau karenanya.
Tidak akan. Suzy tidak akan mengulanginya, ia terlalu takut bahkan untuk menolaknya. "Ak-aku ti-tidak-" ia menggeleng.
"ssstt, tidak perlu takut. Aku tidak akan menyakitimu selama kau menurutiku, sweetie."
Ya. Ia hanya perlu menurutinya maka semuanya akan baik - baik saja.
"Sekarang bersihkan dirimu, setelahnya turun kebawah. Kita sarapan bersama." Sehun mengelus pucuk kepala Suzy.
Ketukan seirama sepatu menggema di setiap sudut kamar, Sehun menghilang setelah pintu tertutup.
Suzy meringkuk dibalik selimutnya. Tidak pernah satu detikpun rasa takut terlewatkan jika Sehun berada disisinya, seolah alarm bahaya selalu memperingatinya agar tidak berbuat hal konyol yang akan membahayakan nyawanya.
Republish | 02 Okt, 2018
Hi, ini versi barunya setelah aku revisi. Aku mutusin buat ngerubahnya sedikit karena aku nge-stuck di yang lama. Semoga setelah diubah aku bisa ngelanjutin ceritanya.
Ada yang masih ingat versi lamanya? Kalian lebih suka yang mana?
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE
FanfictionSemua yang ada dalam genggamanku adalah milikku. Termasuk dirimu.