Chapter 1

378 10 5
                                    

Namaku Savannah, kelas 3 SMA. Aku cewe yang cukup terbelakang di sekolahku karena aku berpakaian seperti anak punk. Aku melakukan itu karena aku depresi, ibuku berpisah dengan ayahku sejak aku kecil. Ayahku juga jarang memerhatikanku. Dia selalu sibuk kerja. Yang dia pikirkan selalu uang, uang, dan uang. Sebenarnya, aku orang yang berkecukupan. Berlebihan malah. Tapi uang jajanku hanya ku pakai untuk makan dan menindik badanku. Kau tau, yang mau berteman denganku hanya 1 orang. Namanya Liam Payne. Aku tak tahu kenapa dia melakukan itu. Tapi aku tetap tidak bisa menerimanya sebagai temanku. Mungkin karena aku tidak terbiasa mempunyai teman. 

"Hey Sav" Liam menyapaku. 

"Yeah" aku terus berjalan ke arah lokerku tanpa memperdulikannya. 

"You've done mathematics homework?" ia bertanya. 

"Yeah" aku menjawab singkat.

Walaupun aku berpakaian seperti anak punk, atau terlihat bandal, aku selalu dapat juara kelas. Setidaknya aku selalu dapet ranking 2 atau 3. Karena aku sadar, suatu saat nanti saat aku sudah bisa menerima hidupku, aku akan butuh ijasah untuk mencari kerja. Aku bahkan berkumpul dengan teman punk ku hanya hari sabtu dan minggu.

"I have to go to class" aku berbicara kepada Liam. He's cool enough. He's good at basketball. But he always get bully because he play with bullied students. He is so kind. But why can't i just love him?

"Well okay" dia balas. 

Aku pergi ninggalin Liam. Di kelas aku baca baca buku karena emang nanti ada exam science. Aku kerjain tuh examnya. Untung lancar. Kita disuruh diem dan ngerjain tugas sementara gurunya mengoreksi exam. Pas udah berapa lama, 

"Now the best score is... As usual, Savannah!" anak anak sekelasku menyorakiku. Aku hanya jalan ke depan dan mengambil kertas ulangan. Aku senyum kepada Miss Sonya. 

"Congratulation Sav" katanya

"Thankyou" aku duduk kembali ke tempat dudukku. Pelajaran untuk hari ini pun berakhir. Aku seperti biasa langsung pulang ke rumah. Setiap di rumah kerjaanku hanya nonton tv, tidur, makan, belajar. Tidak ada yang lain. My life is suck. Ketika lagi di kamar, ada yang memanggilku. Aku lihat ke jendela, ternyata itu Liam. Aku memakai jaket kulitku dan segera turun. 

"What are you doin' here?" Ya, aku dan Liam tetanggaan. 

"I'm going to the lake. Wanna come?" Liam menawari 

"Hm. Sure." aku menerimanya karena aku juga bosan kalau dirumah terus. Aku jalan dengan Liam karena danaunya dekat dari rumahku. Kita jalan dengan keheningan. 

"Kita bakal lulus bentar lagi. Kamu udah belajar?" Liam membuka pembicaraan

"Tentu saja. Kamu?" 

"Sudah dikit dikit" Liam jawab. Kita sampai di danau. Keadaan tenang sekali. 

"Hm, Sav. No offense. Apa rasanya ditindik? Apa tidak sakit?"

"Ya pertama ditindik itu ngilu banget. Aku susah tidurnya. Tapi itu bikin aku lupa sama masalah masalahku."

"Ya aku tau. Kadang untuk melupakan apa yang kita rasa di dalam hati harus dilakukan dengan cara yang tidak lazim. Maka dari itu banyak orang yang bunuh diri" 

"Yeah. But you know, i won't do that. Aku ngga mungkin bunuh diri. Masih banyak yang harus aku lakuin"

"Yup. I know that. I can see your life passion" 

"Tidak banyak yang bisa melihat itu"

"Tapi aku bisa" jawab Liam dengan bangga yang buat aku ketawa dengan jawabannya

ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang