Sebelas - Pain

1.8K 162 18
                                    


Diam.

Itu yang bisa kami lakukan sekarang. Aku sama sekali tidak bisa berkata apa-apa lagi saat James mengajakku ke apartemen kecil kami dulu. Apartemen munggil dekat kampus kami. Satu pun tidak ada yang berubah. Memang dulu saat kami memutuskan untuk pindah tidak banyak barang yang aku james kemasi. Hanya beberapa Pakaian dan peralatan yang seperlunya saja. Sisanya kami tinggalkan karna kami masing-masing memilih memulai hidup baru setahap lebih tinggi.

James memutuskan membuat secangkir teh. Sedangkan aku memilih berkeliling. Mencoba mencari maksud dari semua ini. Semuanya terasa tiba-tiba sekali buatku. Aku menilik melihat satu-satunya kamar di apartemen munggil ini. Sebuah Teddy Bear besar berada di tengah-tengah kasur, Sejajar dengan bantal-bantal yang tertumpuk rapi di sana.

Kenapa?

Kenapa dia masih ada?

"Kamu mau minum di teras, atau di sini aja?" Tanya James sambil berdiri di ruang tengah munggil. Aku ingat dengan pot kaktus mungil di tengah meja ruang tengah yang kami beli di salah satu acara antar kampus.

Aku tak menjawab dan memilih membuka pintu teras mungil kami. Aku rasanya ingin tertawa saja. Semua yang ada di sini serba munggil, manis,dan hangat.

Angin bertiup kencang malam ini. Jadi aku memutuskan kembali masuk dan duduk di ruang tengah tanpa menutup pintu teras sama sekali. Aku menghampiri James yang memilih duduk dalam diam di single sofa sejajar dengan meja kecil dan memilih duduk di sofa depan meja kecil itu. Mengambil teh yang James siapkan dan menyesapnya.

"Kamu diem aja dari kita di café tadi." Kata James, Lagi. Mungkin perasaanku saja. Tadi dia juga sudah menanyakan ini bukan? Beberapa saat lalu di café?

"Sebenarnya kamu ingin bicara apa? Karna sepertinya justru kamu yang kepingin ngomong. Bukan aku yang diem aja." Kataku memancing.

"Aku kangen." Katanya

Aku terdiam.

"Aku benar-benar kangen." Katanya lagi.

Manik matanya terus menilikku lebih dalam tapi aku memilih menghindar. Menyesap lagi teh di depanku. Entah kenapa aku tak berani menatapnya.

"Aku kira apartement ini dijual. Karna kalau tidak salah aku menerima setengah dari hasilnya." Kataku sesaat kemudian.

Kulihat sekelilingku. Apartement ini benar-benar terawat.

"Tidak." Ada jeda di sana, cukup lama sampai James kembali berkata " Tidak pernah. Apartemen ini tidak pernah di jual."

"Kenapa?" Kataku.

Aku mungkin benar-benar jatuh. Maksudku semuanya, pesta, café dan sekarang apartemen. Dia ingin aku jatuh dan ya, dia mendapatkannya.

"Aku—" James tercekat sendiri dengan pertanyaannya. Ia memilih diam dulu mengontrol emosinya lalu meminum tehnya

"Aku tinggal disini." Katanya kembali dengan senyum sejuta watt yang kali ini sama sekali tidak bisa begitu saja mempengaruhiku.

" Kamu tau itu bukan pertanyaan ku " Kataku Akhirnya.

" Kamu masih sama galaknya seperti dulu, sayang" Katanya sambil terkekeh. Tapi sedikit pun tak mempengaruhiku.

"Kamu yang paling tau. Kapan aku mau mendengar guyonan barusan kamu atau engga." Kataku setegas mungkin dan ingin secepat mungkin mempercepat semua obrolan menguras hati ini.

James kembali menghela napas panjang seakan-akan ia baru saja tertimpa berjuta-juta masalah. Senyumnya tak kembali sedikitpun dan raut wajahnya berubah tegas. "Kamu yakin mendengarkannya?" Katanya.

"Aku sama sekali tidak berminat memperpanjang ini, Jadi jelaskan." Kataku.

"Anna tak pernah bercerita padamu?

"James!" Geramku, Aku menatap dalam menilik matanya. Aku benar-benar jengah sekarang. Apa dia mencoba mencari-cari pengalihan atau apa. Aku tidak mengerti sama sekali. Aku jengah dengan semua yang ia sembunyikan, dan apa yang Anna ketahui.

James menatapku dalam sebelumnya sebelum memutuskan. "Aku tak berniat menjual apartemen ini. Karna disini terlalu banyak kenangan kita." Katanya akhirnya.

Aku tetap diam, memilih tak menyahut membiarkannya menyelesaikan seluruhnya.

"Aku... Maksudku, Aku sama sekali tidak bisa membiarkan apertemen ini terjual begitu saja sedangkan aku punya harapan suatu hari kita kembali dan memulai keluarga kecil kita disini." Katanya, dengan mata yang menerawang jauh.

"Aku..." James memberi jeda lagi. Dan kali ini cukup lama.

" Aku berharap kita kembali seperti dulu." Katanya akhirnya sambil menilik kedalam mataku.

Aku menyesap teh lagi untuk sesekian kalinya sambil memberi jeda cukup lama agar kami bicara tenang tanpa emosi. Aku berusaha mungkin menahan diri untuk tidak terbawa lagi. Sudah cukup kangen-kangenan-nya. Pikirku

"Sepertinya diluar sudah cukup larut. Aku pamit pulang." Kataku sambil berdiri dan menarik tasku.

Tapi James lebih dulu menarik tanganku lalu berujar "Apa itu sulit untuk kamu jawab, Alit?" katanya.

"Apa?"

"Semua, Aku kangen kamu, aku engga bisa move on. Karna memang dari awal aku maunya kamu Alit!" James meninggikan suaranya, menuntutku dengan tatapan matanya.

"Kamu menuntut jawaban?" Tanyaku

"Ya!" Kata James sambil mengusap kasar wajahnya "Aku mau kamu jawab aku sebelum kamu lari lagi, entah kemana dan aku ga bisa kejar lagi, Alit!" Katanya setengah frustasi.

"Aku enggak lari—"

"Kamu lari! Kamu pergi! Kamu yang bilang kepingin kejelasan kan waktu itu? Sekarang aku udah bisa, Aku mau kamu, sama kamu." Hardik James.

"Karna kamu bisa,gitu?"

"ASTAGA, ALIT!" Pekik James. Dia menghempaskan tanganku lalu berjalan bolak-balik di depan meja ruang tamu sambil mengusap kasar wajahnya.

"Dengar aku, ini rumit alit!" Katanya. "Aku bukan orang yang bisa menjelaskan semuanya."Lanjutnya lagi.

"Kamu sudah menjelaskan tadi—"

"Belum! Belum Alit!" Katanya memotongku.

"Kita perlu perjelas ini." Katanya sambil berhenti di depanku sambil menatapku dalam-dalam.

"Aku mau kita hidup bahagia, Kamu dan aku. Udah sesimple itu aja sebelum tua Bangka itu menyuruhku menikahi manita bodoh itu." Katanya

"kenapa kamu bahas itu lagi?"

"Itu perlu alit! Kamu perlu tau! Supaya kamu engga salah paham lagi."

"Kamu bisa menolak perjodohan itu kalau kamu memang enggak suka." Kataku tidak terima.

"Itu Engga semudah itu, Alit!"

"Itu mudah kalau kamu dari awal menolak."

"Karna dia hamil ,Alit"

"Apa?"

" Saat itu, Dia hamil."

.

.

TBC

.

.

a/n: 

hehehe... Saya balik lagi nihh.. :) kasih chapter 11 yang harusnya di publish minggu lalu. saya kira ada di wattpad app saya, taunya di laptop. Jadi agak lama publishnya :)

Trimakasih untuk vote kalian di chapter kemaren, comment juga follownya makasih 426 lohh  :) ehehehe.. Happy banget :)

Tungguin Next project aku yang lagi nyari covernya ya,,, sekaligus cerita lain yang masih ongoing :) 

Support terus ya:) see you next chap :)

UncommitedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang