Leonel Raffertha

4.1K 384 31
                                    

Di atas Pic. Leonel Raffertha ( Lee ) kawan.. ^_^ Keren kan.. XD

"Ray bangunlah!!" Sebuah suara melengking tepat ditelingaku. "Kau tidak boleh terlambat di hari pertamamu!"

Aku membuka mataku karena tirai jendela yang dibuka. Aku melihat Elis sudah berpenampilan rapi dengan rambut yang terikat seperti ekor kuda. Aku menarik selimut untuk mengurangi silau dimataku. Udara dingin yang membalut tubuhku membuatku enggan untuk melepaskan diri dari tempat tidur.

"Ray bangun!! Jangan sampai mentormu datang lebih dulu ke ruang Study mu. Ayo cepat bangun!" Elis menarik selimutku dengan kasar lalu menindih kepalaku sambil mengguncang-guncangkan tubuhku. "Raaayyy!!"

"Elis, bisakah kau tidak berteriak ditelingaku?" Aku mendorong tubuh Elis lalu terduduk.

"Akhirnya kau bangun juga." Elis melipat tangannya sambil membanting diri di tempat tidurku. "Ada berita bagus untukmu."

Butuh waktu sejenak untuk memulihkan kesadaranku secara paksa. "Berita bagus apa?"

"Kau tahu Leonel Raffertha?"

Keningku berkerut. "Terdengar seperti nama mentorku."

"Yaps ini dia!!! Bagaimana menurutmu?" Elis menunjukkan secarik foto seorang pemuda pirang yang tampak seumuran denganku.

Aku mengangkat bahuku. "Masih terlalu muda untuk menjadi seorang mentor."

"Aishhh!!!" Elis mengerang. "Sesederhana itukah pemikiranmu?"

"Maksudmu?"

"Lihat!!" Elis menunjuk wajah di foto itu. "Dia tampan Ray, tampaaann!!!"

Mendengar ucapannya, rasanya aku ingin membanting diriku ke tempat tidur dengan lemas, tapi aku hanya menyandarkan kepala di dinding. "Ya Tuhan! Aku pikir kau mau menunjukkan apa sampai seheboh itu."

"K-kau tidak tertarik?"

"Tampan atau tidak itu bukan urusanku." Aku menjuntaikan kakiku ke lantai sambil mengikat rambutku. "Lagi pula, aku datang kesini bukan untuk itu." Aku berjalan menuju Wastafle untuk membasuh wajahku lalu berkumur.

"Ayolah Ray, di sini kau tidak harus terlalu fokus untuk belajar. Kau juga berhak untuk bersenang-senang, mencari pacar misalnya."

Aku menyambar handuk di gantungan pintu lalu mengelap wajahku perlahan. "Kau tahu sendiri Elis, mencari pacar bukanlah gayaku. Lagi pula itu akan menjadi beban untukku."

Elis terdengar mendesah pasrah dengan tatapan menerawang. "Ah, hidupmu benar-benar kurang menarik Ray. Kalau aku harus menjalani hidup seperti itu mungkin aku sudah gila. Aku jadi penasaran, disiplin macam apa yang diterapkan di keluargamu."

"Aku—hanya tinggal bersama ayahku. Itu pun bukan ayah kandungku," ucapku tanpa sadar. Aku mulai sedikit terbawa suasana.

Elis melompat lalu berlari ke arahku dan merangkul bahuku. "Sungguhkah setragis itu?"

Keningku kembali berkerut secara refleks. "Aku bahkan belum menceritakan apa pun padamu kau sudah mengatakan itu hal tragis?"

"Tentu saja, tanpa perlu kau menceritakannya terlalu dalam aku sudah tahu. Kau hanya tinggal bersama orang lain yang kau panggil 'Ayah' itu sudah jelas gambarannya, bahwa kau tidak tinggal bersama pamanmu atau sanak saudara yang lain. Berarti kau tidak memiliki orang tua bukan?"

Aku terpaku dengan jawaban Elis yang terdengar spontan namun tepat sasaran. "Aku baru tahu ternyata kau cukup peka Elis."

Elis memelukku sambil mengusap-usap punggungku. "Maaf aku salah bertanya. Kau tidak perlu menceritakan padaku lebih detail tentang keluargamu. Mengetahui bahwa kau hidup sebatang kara dan tinggal dengan orang asing membuatku sadar sekaligus khawatir bahwa kehidupanmu benar-benar—tragis."

ArcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang