"Raynelle, aku menunggumu di tempat latihan. Ada sesuatu yang harus kau pelajari sebelum aku cuti untuk mengajar, dan kuharap kau mampu menguasainya sebelum ujian semester. Tetaplah berlatih selama aku cuti, meskipun kau berlatih tanpaku, aku akan mengawasimu."
Pesan suara dari Lee membuatku terdiam sejenak. Aku jadi penasaran dengan apa yang akan Lee ajarkan padaku. Aku meraih jaketku dan menggendong perlengkapan panahku. Kupandangi hutan lebat dan tebing yang jaraknya lumayan jauh untuk sejenak sebelum aku meneruskan langkahku. Sepertinya pagi ini akan mejadi pagi yang cerah, namun tidak di kaki tebing itu. Tapi setidaknya cahaya matahari kali ini cukup membantu mataku di tempat yang temaram.
Aku melanjutkan langkahku sambil menikmati pemandangan di sekitarku. Udara sejuk mengibarkan rambutku yang kubiarkan tergerai. Aku mulai memasuki hutan dengan jalan menanjak, namun sekarang hal ini bukan lagi hambatan bagiku yang sudah terbiasa melewatinya. Meskipun begitu, tetap saja perjalanan ini membuat staminaku sedikit terkuras sebelum sampai di tempat latihan. Aku berhenti sejenak dan menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk mengisi paru-paruku yang terasa sesak. Padahal aku sudah berkali-kali melewati jalan ini tapi aku masih saja lemah.
Aku kembali melanjutkan perjalanan, namun langkahku terhenti saat aku mendengar siulan dari kejauhan. Aku mengedarkan pandangan untuk mencari sumber suara, dan mataku tertuju pada sosok yang melambaikan tangan padaku lalu berlari menyusulku. Aku menyipitkan mata dan sosok itu semakin terlihat jelas saat jaraknya semakin dekat.
"Elis," gumamku.
"Ray! Tunggu aku!" teriaknya sambil membungkuk kelelahan.
Elis memegangi lututnya dengan nafas tersengal sengal. Ia menatapku sambil melambaikan tangan pertanda aku masih harus menunggunya. Ia kembali berdiri dan berjalan dengan langkah tertatih. Ia mematahkan seonggok ranting untuk di jadikan tongkat berjalan. Aku tidak tega melihatnya jatuh bangun menapaki jalan yang menanjak dan aku memutuskan untuk turun dan menggandeng tangan Elis.
"Bisakah kita istirahat sejenak?" erangnya. "Aku kira aku bisa melaluinya dengan mudah, ternyata ini sulit sekali." Elis terbatuk-batuk dengan sesak nafas. "Aku baru tahu ternyata begini cara Leonel melatihmu?" Elis terbatuk lagi. "Ini benar-benar gila!"
Aku mengelus-elus punggungnya saat ia hampir muntah, dan akhirnya ia benar-benar muntah.
"Bukankah kau pernah ke tempat latihanku? Harusnya kau sudah tahu medan di tempat ini sangat sulit." Aku menyodorkan sebotol air minum dan Elis langsung meraihnya.
"Kemarin itu karena aku tidak melewati jalur ini," jawabnya setelah meneguk air minum. "Kenapa kau mengambil jalan sesulit ini? Padahal ada jalur yang lebih mudah untuk di lalui bahkan kau bisa ketempat latihanmu dengan menggunakan kuda."
Keningku berkerut seketika. "Ada jalur lain ke atas sana?"
Elis mengangguk lalu kembali meneguk air minumnya. "Apa Leonel tidak memberi tahumu?"
Aku menggeleng cepat.
Elis mendesah. "Vampire itu benar-benar menyusahkanmu. Pantas saja kau bilang kalau ia selalu memporsir tenagamu di arena latihan. Bahkan sebelum sampai di arena latihanpun tenagamu sudah di kuras habis untuk menanjak."
"Mungkin ia sengaja melakukannya karena sungguh-sungguh melatihku," ujarku sambil berusaha berpikir positif.
Elis berdecak sambil menatapku. "Kau membelanya lagi sobat."
"Sebaiknya kita harus melanjutkan perjalanan Elis. Dia sudah menungguku di sana." Aku berdiri sambil menggendong kotak anak panahku dan membawa busurku.
"Kau masih mau ke tempat itu lewat jalur ini?"
Langkahku terhenti lagi. "Leonel hanya memberi tahuku jalur ini jadi hanya jalur ini yang kutahu, lagi pula aku sudah terbiasa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Archer
Fantasy"DITERBITKAN OLEH ELLUNAR" "Mengintai diantara bayangan, mengawasi dari balik kabut dan menyerang dari jarak jauh. Firasat dalam ketepatan dan insting dalam kejelian mulai dikerahkan. Semua akan dipertaruhkan ketika anak panah mulai melesat dalam pe...