4|

23 1 2
                                    

Hari itu cuaca sedang buruk, hujan tanpa henti selama lima jam membuat udara menjadi dingin dan langit semakin gelap. Ares memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurnya, namun ia berjalan terseok-seok karena demam tinggi yang dideritanya. Ia segera meraih telponnya, dan beberapa detik kemudian ia tersungkur di lantai dengan darah yang keluar dari hidungnya.

Seorang pria berambut putih datang, membuka jendela besar di sebelah kanan, masuk melaluinya dan mendapati Ares yang tidak sadarkan diri. Ia berusaha untuk mengangkatnya, namun menyadari bahwa ia tidak bisa melakukannya. Pria itu memutuskan untuk mengambil kasur dan beberapa kain, meletakkannya di lantai dan menarik tubuh Ares. 

Setelahnya ia berjalan ke dapur, memindahkan beberapa kanvas dan patung yang menutupi jalannya dan mendapati kulkas kecil di bawah meja. Ia mengambil beberapa helai daun, segenggam rempah-rempah dan meletakkannya di dalam panci dan merebusnya. Ia juga mengambil handuk kecil dari kamar Ares, dan membawa semangkuk besar air panas dan segelas ramuan ke tengah ruangan.

Mata coklatnya tampak tenang, seperti ia sudah melakukan hal ini seumur hidupnya. Ia mengompres Ares, membantu Ares minum dan meletakkan kembali gelasnya di meja. "Ares, kau butuh lebih dari sekedar obat. Kau butuh perawatan dan aku tidak dapat melakukannya."

"Aku akan memikirkannya, " sahut Ares, seketika wajahnya menjadi muram. Ia tahu apa yang dikatakan sahabatnya benar, mengingat Brad tidak hanya sudah memiliki keluarga, tetapi ia sudah terlalu tua untuk merawat Ares.

"Bagaimana dengan Lily?"

"Ada seorang pria mendekatinya. Sebelum segalanya menjadi sulit, aku memutuskan untuk langsung berkenalan dengannya. Sejauh ini semuanya baik-baik saja."

"Kalau begitu lakukan apa yang harus kau lakukan. Sebelum waktuku habis, aku ingin menyaksikan akhir dari cerita ini. Kau harus bahagia, karena kau sudah memutuskan untuk berubah dan aku akan menjadi saksinya."

Ares menyadari pria ini, Brad, bukan lagi seperti sahabat, tetapi  seperti ayah baginya. Sahabatnya yang dikenal selama lima puluh tahun kini sudah menjadi seorang kakek dan butuh penyesuaian baginya saat tahu bahwa sifat Brad pun berubah.

Ia kembali mengingat masa-masa muda Brad bersamanya, saat Brad menikah dan Ares menghadiahi mereka dengan sebuah patung dewi Hera yang melambangkan pernikahan, kelahiran, raja dan kerajaan. Perlahan ia tertidur karena merasa sudah semakin baik.

***

Cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah jendela membuat Ares terbangun. Ia menarik kembali selimutnya, meskipun ia tahu sudah siang dan ia agak kelaparan. Tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu. Dengan malas Ares beranjak, melirik dari balik jendela. 

"Ares?"

"Ya, ini aku."

Perlahan Ares membukakan pintu. Ia mendapati Lily tersenyum lebar, membawakan sebuah bungkusan dan langsung masuk sambil berdecak kagum. "Wow, kau benar-benar dewa yang hebat. Lihat, galerimu sungguh luar biasa. Apakah semua ini kau yang membuatnya?"

Ares hanya bisa mengangguk, karena ia masih tidak percaya bahwa Lily secara tiba-tiba datang menemuinya. 

"Oh, ya. Maksud kedatanganku kesini karena aku khawatir denganmu. Tadi malam aku bermimpi buruk tentangmu. Sepertinya kau sedang kesakitan dan hal itu tampak sangat nyata, bahkan saat aku terbangun aku merasa sekujur badanku terasa sakit, seperti aku tidak tidur berhari-hari. Jadi kupikir tidak ada salahnya untuk mengunjungimu. Kau baik-baik saja kan?"

Sedikit berjinjit, Lily menyentuh dahi Ares dan terkejut karena badan pria itu panas. "Kau benar-benar sakit!"

"Aku demam, tapi aku baik-baik saja kok." Ares merasa senang Lily peduli padanya. "Aku pasti sembuh karena kau datang menjengukku."

Mereka tertawa bersama. "Aku akan menyiapkan makanan untukmu."

Lily membuka bungkusan yang tadi dibawanya, membuka bubur yang masih hangat dan menuangkannya ke mangkuk. Ia juga memasak air sementara Ares mengambil dua buah cangkir dan menaruh masing-masing sebuah kantung teh herbal lalu menyajikannya di atas meja makan. Setelah air mendidih, Lily menuangkan ke cangkir yang tadi disiapkan Ares.

"Aku tidak pernah kedatangan tamu wanita. Suatu kehormatan bagiku jika kau datang dan menyiapkan makan untukku," kata Ares sambil menatap Lily bahagia. Ia merasa pemandangan yang indah, bukan hanya karena ruang makan yang didesain seperti rumah kayu, tetapi juga karena wanita yang didambakannya selama ini ada bersamanya.

Lily tertawa, menyeruput tehnya dengan penuh kenikmatan. "Sebelumnya aku harus membiasakan diri mendengar pria senang dengan kehadiranku. Tapi hal ini sangat aneh, bukan? Pagi ini aku terbangun dan merasa bahwa aku harus menemuimu. Di tambah lagi, aku merasa seperti kita sudah lama kenal."

Untuk beberapa saat mereka saling bertatapan. Ares bahagia, namun ia merasa ada sesuatu dan ia akan menyelidikinya.

***

"Brad. Kau tidak tahu betapa menyedihkannya aku karena kau."

Brad pura-pura tidak memahaminya. Ia masih sibuk memotong rumput halamannya. "Kate akan datang sebentar lagi."

"Dan aku akan mengejutkan Kate seperti, Hai, Kate. Apa kabar? Aku Ares, sepertinya kita sudah tidak bertemu selama dua puluh tahun? Tenanglah, aku memang awet muda. Atau mungkin aku memang tidak pernah tua."

Mendengar hal itu Brad menggeleng-gelengkan kepalanya. "Baiklah. Aku memberikannya sedikit ramuan rosemary. Seharusnya kau berterima kasih padaku."

"Kau tahu, masalahnya disini adalah--" Ares menarik nafas dalam-dalam, "--aku juga harus menyukainya."

Brad sepertinya mengumpat dalam hati. "Bagaimana ini?"

"Aku berharap kau tidak melakukan apapun tanpa sepengetahuanku."

Brad hanya bisa memandangi Ares masuk ke dalam mobilnya dan pergi. Ia hanya menyuruh putra sulungnya, Ethan, berpura-pura sebagai salah satu petugas kantin dan memasukkan ramuan rosemary ke dalamnya.Brad bahkan tidak tahu kalau ramuan itu memang berhasil, karena ia menganggap Ares bercanda saat dulu memberikan ramuan itu untuknya. 

"Dad, apakah pria itu yang kau maksud?" tanya seseorang dari belakang.

Brad menoleh, mendapati putranya sedang berjalan menghampirinya. "Ya, dia orangnya."

"Well, kalau begitu aku samasekali tidak memahami cinta." Ethan menggaruk-garuk kepalanya. "Pria sepertinya begitu tergila-gila dengan wanita kutu buku itu, bahkan ia percaya pada ramuan konyol yang katanya diberikan oleh dewa cinta?"

Brad hanya bisa termenung, karena ia mengetahui kebenarannya, bukan hanya sekedar cinta, tetapi wanita itu adalah takdir Ares yang harus dipenuhi. Namun ia tidak mau mengecewakan putranya. 

Sambil menepuk pundak putranya Brad tertawa dan berkata, "Cinta memang aneh bukan?"




Ares DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang