5|

25 1 0
                                    

Hari ini Lily sudah memiliki beberapa agenda: pergi ke kampus, mengunjungi Ares, dan kembali ke rumah tepat setelah jam makan malam. Ia sedikit berdandan hari ini: lipstik orange cerah yang ia dapat dari kamar ibunya tampak pas dengan warna bibirnya. Rambutnya memang masih terlihat berantakan, namun kini ia memilih untuk menguncirnya. Ia tidak sabar pergi sampai melihat sebuah mobil hitam terparkir di depan rumahnya.

"George?"

"Hai," sapa seorang pria dari dalam mobil. "Ayo, kita pergi bersama."

Lily memperhatikan ke segala arah, takut kalau adiknya melihatnya pergi bersama seorang pria. "Baiklah."

George tampak bersemangat. Ia mengenakan kemeja kotak-kotak merah, dan seperti biasanya, rambutnya disisir rapi ke samping. "Kau baik-baik saja, kan?"

"Apakah aku akan baik-baik saja kalau kau tiba-tiba muncul begini?" tanya Lily sambil mengayun-ayunkan tangannya ke arah George. "Apakah aku sedang bermimpi, atau kau yang belum bangun, huh?"

"Tenanglah, ayo masuk," jawab George mempersilahkan Lily untuk masuk.

Lily  membuka pintu dan tersenyum. Jujur, ia sedang berpikir keras apa yang sudah dilakukannya sepekan ini hingga membuat dua orang pria tampan hadir di hidupnya secara tiba-tiba.

"Kau tahu? Aku benar-benar marah setelah melihat karyamu dihancurkan begitu saja oleh Dave. Walaupun aku yakin mungkin saja ini ulah dari Gina."

"Hey, aku sudah baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

"Lalu bagaimana dengan pria besar yang bersamamu? Apakah dia pacarmu?"

Lily menggigit bibirnya. "Oh, er-tidak. Maksudku bukan. Walaupun tidak menutup kemungkinan aku akan menyukainya."

Tiba-tiba saja George menghentikan mobilnya, membuat Lily kaget, meskipun ia sendiri kaget karena kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya.

"Lily, apa kau sudah gila?" umpatnya dalam hati.

"Well," kata George, yang entah mengapa jadi merasa canggung. "Walaupun begitu apakah kau mau datang ke acara itu denganku?"

"Ya. Er-masalah itu, aku sudah memikirkannya dan, kau tahu, aku pikir kau cukup baik. Aku akan pergi kesana bersamamu."

***

Dikelas Lily tidak dapat berhenti memikirkan Ares. Ia sudah memiliki rencana untuk mengunjunginya hari ini. Setelah selesai ia keluar, berjalan cepat-cepat hingga Gina datang menghalanginya.

"Kau pikir George benar-benar menyukaimu?" tanya Gina dengan menyilangkan kedua tangannya.

Lily hanya tertawa kecil, "kau pikir aku benar-benar menyukainya?" Ia kembali berjalan dan berhenti. "Aku heran mengapa kau merasa tersaingi dengan orang sepertiku. Tapi, semua bisa berubah kan?"

Gina terlihat pucat dan marah. Ia tidak tahu mengapa Lily yang dulunya hanya bisa terdiam kini jadi wanita yang pemberani. 

Meskipun hal itu membuat Lily juga heran, ia tampak sangat menikmatinya. Ia berjalan keluar dan melihat George yang sedang bersender di dinding luar gedung tersenyum padanya.

"Hai, mau tumpangan pulang?" tanya George ramah.

Tidak mungkin Lily memintanya mengantar ke rumah Ares. "Kebetulan adikku sudah menjemputku. Terima kasih George."

"Baiklah. Sampai ketemu besok," kata George sambil melambaikan tangannya.

***

Setelah membayar supir taksi Lily turun dan memandangi rumah Ares dengan bahagia. Ia mengetuk pintunya. Tidak lama Ares membukakan pintu dan Lily masuk ke dalam. Ia memandangi Ares, memperhatikan dengan seksama rambutnya, hidung, dan matanya yang tajam. Ares merasa agak canggung dan memilih untuk mengambil minuman.

"Apakah kau sudah sembuh total?"

"Sudah, bahkan lebih sehat dari sebelumnya," jawab Ares yang menyodorkan sebotol minuman soda ke Lily, "aku sangat berterima kasih padamu."

"Kau tidak perlu berterima kasih," kata Lily malu-malu. "Apakah kau jarang keluar rumah?"

"Ehm, bisa dibilang begitu sih. Aku terlalu sering menghabiskan waktu dengan karya-karyaku. Namun kalau aku kehabisan inspirasi, aku akan pergi menyendiri di pinggir pantai atau di tengah hutan. Hal itu sangat menyenangkan bagiku."

"Bisa kau ceritakan sedikit pengalamanmu saat dulu menjadi dewa?" tanya Lily walaupun akhirnya ia tertawa. "Maaf, aku masih belum bisa percaya sepenuhnya, kau tahu kan, semua harus dibuktikan. Tapi silahkan, aku ingin mendengar bagaimana kehidupanmu di sama lalu."

"Well, aku suka pergi berburu jika tidak ada perang. Aku suka melatih kemampuanku dengan pedang bersama dengan pengikut setiaku," kata Ares yang sebenarnya tidak suka mengingat masa lalunya. "Aku tidak tahu kalau manusia sekarang begitu terpana dengan kisah para dewa. Tapi jika aku terlahir kembali, aku tidak mau menjadi dewa perang. Hal ini sangat menyulitkanku."

Lily meletakkan botol soda di meja kayu ruang tengah, bersender ke sofa nyaman berwarna coklat tua. "Kita tidak dapat memilih, tapi kita dapat memilih mau jadi apa. Bukankah itu impas?"

"Ya, hei, apakah kau mau ikut denganku? Kita lihat halaman belakang," ajak Ares, menggenggam tangan Lily dan berjalan bersama.

Sesampainya di sana Lily berdecak kagum. Halaman belakang rumah Ares sangat menyenangkan. Bunga-bunga dan tanaman merambat ada begitu banyak, beberapa kelinci dan serangga tampak di sana. "Indah sekali," kata Lily tertawa melihatnya.

"Aku tahu kau akan menyukainya," kata Ares senang.

"Oh ya, aku punya pertanyaan lagi. Kau bilang kalau aku takdirmu. Apakah kau bisa melihat masa depan? Atau kau punya semacam mesin waktu?"

"Kau pikir aku dukun atau ilmuan?" tanya Ares menahan tawanya. "Tidak, bukan begitu. Aku diberitahu oleh elf hutan bahwa aku akan menikah dengan seorang wanita dengan tanda lahir di pergelangan tangannya. Itu saja."

"Bagaimana caramu menemukanku?"

"Suatu sore tidak sengaja aku bertemu denganmu. Kau membawa sebuah kamera dan mengalunginya. Kemudian aku mengikutimu, selama beberapa hari kurasa."

"Aku senang kau melakukannya," kata Lily, "harusnya aku merasa takut sekarang, tapi entah mengapa aku merasa baik-baik saja."

Ares tertawa. "Aku senang kau mengatakannya. Aku tidak tahu bagaimana cara mengatakan segalanya padamu, tapi sekarang kau tampak baik-baik saja. Dan itu sangat melegakan."

Segalanya nampak baik-baik saja, begitu yang dipikirkan oleh Lily. Tetapi Ares berharap ia bisa membalas kehangatan yang diberikan oleh Lily, dan mungkin belajar mencintainya.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ares DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang