Chapter One 'Salep Memar'

100 10 0
                                    

Andra dan Udin saat ini tengah makan siang di warung Bu Mirna. Kata Udin, warung Bu Mirna ini terkenal banget karna sotonya yang enak. "Gimana Ndra? Enak kan?"

Andra mengangguk setuju. Semenjak orang tuanya pisah, dan hak asuh atas Andra jatuh ke tangan ayahnya, Andra tidak pernah lagi makan soto seenak ini. Rasa soto ini mirip dengan buatan ibunya.

"Gue juga anak pindahan, kayak lo. Tapi bedanya gue pindah pas pertama masuk semester baru."

"Hem... Dari mana?" Andra mendongakan kepalanya menatap Udin.

"Dari Bandung."

Andra mengangguk mengerti. "Eh iya Din, Andara itu orangnya pindiem gitu ya?"

"Nggak. Aslinya mah bawel abis. Mungkin dia lagi mood baca novel. Dia penggemar berat novel-novel tebel." Udin melanjutkan makan sotonya setelah Andra mengangguk paham.

****

Jam pulang telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Parkiran sekolah sudah pasti sangat ramai. Andara paling malas bila harus berdesak-desakan mengambil motornya. Badannya yang kecil, kadang sulit untuk mengeluarkan motor mattic miliknya.

"Lo gak pulang?" Andra yang baru selesai mencatat materi Biologi mulai berkemas merapihkan bukunya diatas mejanya.

"Nanti." Andara membaca novel miliknya kembali. Novel karangan seorang penulis terkenal itu sudah hampir habis di bacanya.

"Udah mulai sepi tau Ra. Katanya sekolah ini angker gitu."

Andara pun mendongak. Matanya menatap tajam tepat ke mata Andra. "Lo tuh anak baru. Sekolah disini baru sehari. Jadi jangan sok tau," Andra yang diperhatikan sangat tajam pun membuang muka. "Dan satu lagi. Andra, lo gak usah ikut campur sama urusan gue."

Andra mengangguk meng-iyakan. Sifat Andara jauh diluar perkiraan Andra. "Yaudah. Terserah lo. Asal lo tau Ra, sebelum gue pindah ke sekolah ini, gue udah nyari tau tentang sekolah ini. Dari awal sekolah ini terbentuk. Gue udah ngasih tau lo Ra. Dan oke, gue gak bakal ikut campur sama hidup lo. Lagi pula, siapa yang mau ikut campur sama hidup lo?," Andra memakai tas punggungnya lalu berjalan menuju pintu kelas. Andara masih menatap tajam kearah Andra sampai Andra membalikan tubuhnya. "Dan satu lagi, gue rasa, gak bakal ada orang yang mau ikut campur dalam hidup lo. Termasuk gue. Jadi, jangan geer." Blam, tubuh Andra telah hilang dimakan tikungan jalan. Kini hanya sisa Andara sendiri, bersama novel.

Andara masih memikirkan ucapan Andra. Bukan tentang mencampuri urusan hidupnya. Tetapi, tentang angkernya sekolah ini. Yang diucapkan Andra benar, sekolah ini menang angker. Tapi tidak mungkin jika Andara menampakan wajah takutnya di depan Andra. Andara pun mencoba untuk menghilangkan rasa takut dihatinya.
Ia kembali membaca buku novel miliknya.

Ia sengaja pulang terlambat. Toh buat apa pulang cepat, kalo di rumah tidak ada siapa-siapa. Ibu dan ayah Andara sedang berada di New York. Di sana mereka memiliki sebuah perusahaan yang sedang berada dalam tahap pembangunan. Hal itu membuat mereka harus tinggal di sana sementara waktu. Sedangkan Andara, harus tinggal dirumah tantenya yang sama saja sibuk dan jarang di rumah.

Saat Andara sedang asyik membaca, tiba-tiba pintu kelasnya berdebam keras, tertutup rapat. Hal itu membuat dada Andara membuncah, ia kembali memikirkan ucapan Andra. Pintu kelas Andara kembali terbuka dan tertutup keras lagi. Selalu begitu berkali-kali. Rasa takut di dada Andara sudah benar-benar besar. Hingga iya memutuskan untuk memasukkan novelnya dan meninggalkan kelas.

AND(A)RATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang