6. Tanda Tanya

904 36 4
                                    

"Argh !! Kalah lagi !!", geramku kesal sambil membanting stik PS sekuat-kuatnya. "Woo.. onii-chan payah.", ejek Emil. Aku hanya memberi tatapan tajam kepada nya.

KRING KRING

"Ah. Kau yang terima.", perintahku sambil berguling di lantai ruang keluarga. "Onii-chan saja.", jawab Emil yang ikut-ikut berguling di lantai. "Emil...", ucapku dengan nada kau-yang-angkat. "Iya, iya...", jawab Emil mengalah sambil berdiri lalu berjalan ke arah telepon rumah berada. "Moshi-moshi ?*", ucap Emil setelah mengangkat gagang telepon.

(*Halo dalam percakapan telepon)

"Ah ! Otou-san !", ucap Emil yang tiba-tiba kembali girang. Kalau ku ingat-ingat, sudah hampir 2 bulan ayah pergi. "Ung ! Ya ! Ya.. okaa-san ? Dari tadi okaa-san belum bangun..", ucap Emil sambil menatap tangga menuju lantai 2.

"Ung ! Baik, otou-san ! Dah !", ucap Emil lagi lalu menutup telepon. "Kenapa ?", tanyaku. "Otou-san hanya bertanya tentang keadaan okaa-san..", jawab Emil. "Dia sama sekali tidak khawatir dengan anak-anaknya..", gumam ku.

"Hmm ?", ucap Emil yang sepertinya mendengar aku bergumam. "Apa kau merasa sedih ?", tanyaku tiba-tiba. "Heh ? Tidak.", jawab Emil sedikit terkejut. "Kalau begitu, mari kita mengerjai otou-san !!", ucapku tanpa menghiraukan perkataan Emil tadi dengan semangat. "Oouu !!", teriak Emil yang ikut-ikut bersemangat.

TING TONG

"Sekarang giliran onii-chan !", perintah Emil sambil menunjuk pintu depan. "Iya, iya..", jawabku dengan nada malas. Aku pun berjalan ke arah pintu depan dan menekan kenop pintu agar terbuka.

"SA-TO-RU !", teriak seorang wanita muda sambil menerjang ku dengan sebuah pelukan. "Bibi Haruka !!", teriak Emil yang membuat ku terkejut. "Bibi--"

"Ah~ Kau imut sekali Satoru~", ucap bibi Haruka sambil mencubit-cubit pipi ku. "Bwibwi.. hwentikwan*...", ucapku sambil berusaha membebaskan diri dari cubitan mautnya.

(*"Bibi.. hentikan..")

"Maaf, maaf. Bibi terlalu bersemangat..", ucap bibi Haruka lalu membiarkan pipi ku 'bernafas'. "Kenapa bibi datang ? Bukannya bibi selalu sibuk ?", tanya Emil yang berhasil mengalihkan perhatian bibi Haruka.

"Ya.. hari ini bibi ada urusan penting dengan ibu kalian !", jawab bibi Haruka yang membuat kami berdua penasaran. "Urusan penting apa ?", tanyaku tak sabaran. "Anak kecil tidak boleh tau.", jawab bibi Haruka sambil mencubit hidung ku.

"Boo.. tidak seru..", gerutu Emil sambil mencibirkan bibirnya. "Oh ya, bibi bawakan kalian oleh-oleh.", ucap bibi Haruka sambil menyodorkan sekantong plastik yang sepertinya makanan-makanan kecil.

"Ayo buka !", ucap Emil kegirangan sambil menuju ke dapur, begitu juga dengan ku. "Kalau begitu, bibi ke atas ya~", ucap bibi Haruka sambil berjalan menuju ke lantai 2.

"Ini...", gumam Emil sama sekali tanpa nada girang. "Hanya mochi..", lanjutku dengan nada yang sama dengan Emil. Bibi Haruka hanya membawa makanan lokal. Ini bukan oleh-oleh.

------

TOK TOK

"Masuk..", gumam ku dengan suara serak. "Leiho~", ucap seseorang yang kuyakini sebagai kakak ku, Haruka. "Ah.. onee-san*..", ucapku masih dengan suara serak.

(* kakak perempuan)

"Ya ampun, ada apa dengan suara mu ?", tanya kak Haruka khawatir sambil mendekat ke arah tempat tidurku. "Tidak apa-apa..", jawabku dengan suara seadanya. Kak Haruka pun menuangkan air putih ke gelas dan memberikannya kepadaku.

"Lebih baik ?", tanyanya.

"Lebih baik..", jawabku sambil membersihkan dahak.

"Kau sakit ?", tanya kak Haruka sambil memegangi tangan ku. Aku hanya menjawab pertanyaan nya dengan gelengan kepala, "Tidak..". "Berbohong macam apa itu ? Jelas-jelas kau sakit.", ucap kak Haruka. "Kalau onee-san sudah tau, kenapa masih tanya ?", ucap ku balik. Kak Haruka terlihat berpikir sejenak. "Masuk akal.", jawabnya.

"Jadi, apa yang ingin kau tanyakan ?", tanya kak Haruka. "Hmm ?", gumam ku bingung. "Jangan bilang bahwa kau lupa apa tujuan ku ke sini.", ucap kak Haruka yang membuatku teringat akan sesuatu.

"Apa ibu onee-san masih hidup ?", tanyaku tanpa menoleh ke arah kak Haruka. Mendengar pertanyaan aneh dariku, kak Haruka terlihat terkejut. "A-Aku tidak tau.. setelah ayah menikah dengan ibu mu, ibu ku langsung pergi begitu saja.", jawab kak Haruka dengan nada yang tiba-tiba menjadi sedih.

Aku pun hanya mengangguk-angguk. "Jadi, ada kemungkinan bahwa dia masih hidup 'kan ?", tanyaku lagi yang membuat kak Haruka terkejut untuk kedua kalinya. "Kenapa kau membicarakan topik ini ?", tanya kak Haruka curiga. "Tidak. Tidak apa-apa.", jawabku.

"Alice..", ucap kak Haruka seperti menyuruhku berkata jujur. "Aku masih belum yakin dengan pendapatku sendiri. Biarkan aku berpikir untuk beberapa hari ke depan dan aku akan menceritakan semuanya kepada mu.", jawab ku sambil memejamkan mata.

"Mulai dari hari ini, aku akan terus menjenguk mu sampai kau benar-benar sehat.", ucap kak Haruka.

"Tapi--"

"Tidak ada tapi-tapi-an.", sela kak Haruka. Aku pun hanya bisa setuju. "Aku tidak mau kejadian waktu itu terjadi lagi. Jangan pernah berpikir untuk melukai dirimu lagi.", ucap kak Haruka yang membuatku sedikit terkejut.

KRIEK

"Siapa ?", tanya kak Haruka bingung setelah mendengar suara pintu kamar terbuka dengan pelan.

"Kalian.. membicarakan apa ?", tanya Emil dengan penuh penasaran dan membuat kami berdua gelisah seketika.

"Kejadian apa ?", tanya Emil lagi tak sabaran.

Haruskah aku menceritakannya ?

----------------------------------------

Ahh Author agak mampet disini (?) T.T maaf kalau pendek atau mungkin tidak seru (?)

jangan lupa vote dan komen ya T.T

After-Marriage LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang