After-Marriage LIFE

13.8K 166 15
                                    

Taman Sakura, Desember 2020

"Ah.. dingin..", gumamku sambil mempererat jaket krem yang kupakai--berharap kehangatan akan bertambah. Tapi itu sia-sia saja. Salju tetap turun dan mengenai wajahku dan juga bajuku.

"Aku benci musim dingin..", gumamku lagi sambil menenggelamkan wajahku di syal hitam yang melingkar di leherku. Baru saja aku ingin menutup mata, tiba-tiba ada dua orang laki-laki yang menghampiriku.

"Sendirian ?", tanya salah satu pria yang hanya memakai kaos utang warna hitam. Dia lebih gila daripada aku. Walaupun aku suka dingin tapi musim dingin tidak termasuk.

"Nona manis ini terlihat bosan, bagaimana kalau kau ikut dengan kami dan bersenang-senang ?", ucap pria lainnya yang memakai jaket hitam panjang dengan rambut belah tengah. Orang ini lebih waras daripada temannya.

"Apa kau tak kedinginan ?", tanyaku dengan polosnya kepada pria yang hanya memakai kaos utang tadi. "Hah ! Kedinginan ? tentu saja aku kedinginan ! Itulah maksud ku menghampirimu..", jawab pria botak itu sambil menghampiri ku yang sedang duduk di salah satu bangku.

"Buat aku hangat, no-na~", ucapnya lagi sambil merangkul ku. Aku tidak menjawab. Dengan kondisi seperti ini, aku masih bisa merasa de javu.

"Oi, oi ! Aku juga ingin merangkul nya !", ucap pria berambut belah tengah itu. Ia pun duduk di sampingku dan merangkul pundak ku. Ini seperti...

"Oi !", teriak seseorang dengan suara cemprengnya dari arah kiri. Aku hanya menyunggingkan senyuman kecil mendengar teriakannya. Ya, Akira. Ia memakai jaket hitam panjang dan rambutnya masih pirang--tanpa jepitan tentunya.

Sama seperti 11 tahun yang lalu, dua pria yang mengangguku ini sama-sama takut melihat Akira. Hmm, sepertinya dia masih dikenal sebagai 'preman pirang'. Tapi bedanya, mereka sama sekali tidak meminta maaf. Para pria itu pergi melarikan diri begitu saja.

"Aku bertemu denganmu untuk pertama kalinya seperti ini, bukan ?", tanya Akira dari kejauhan sambil memegang dua kaleng kopi panas. Walaupun jauh, aku masih bisa melihat senyumannya.

Aku pun melontarkan senyuman. Kemudian, Akira pun menghampiri bangku yang ku duduki. "Nah.", ucap Akira sambil menyodorkan kopi panas yang ia beli di mesin minuman di toko serba ada.

"Kenapa lama sekali ?", tanyaku sambil menerima barang pemberiannya. Mendengar pertanyaanku, Akira pun menolehkan kepalanya dan memberikan ku tatapan toko-serba-ada-itu-jauh. Aku tidak menghiraukan tatapannya dan mulai menyisip kopi panas itu.

"Seharusnya kau ikut denganku tadi.", ucap Akira sambil menyenderkan punggungnya ke bangku. "Tapi aku harus menjaga mereka, Akira.", ucapku sambil memeluk tangannya. "Kau menggodaku ?", tanya Akira dengan nada bercanda.

"Ya.", jawabku singkat, jelas, dan padat dengan ekspresi sedatar mungkin. "He-Hei.. berhenti menatap ku seperti itu.", kata Akira sambil memalingkan matanya ke arah lain. Wajahnya sedikit memerah. "Aku hanya mencoba tatapan puppy-eyes, dan sepertinya berhasil.", ucapku sedikit tertawa geli melihat reaksi Akira.

"Kau mempermainkan ku.", ucap Akira sambil menoleh ke arahku. "Kau bukan mainan, jadi tidak bisa ku permainkan--", kata-kataku terputus karena Akira tiba-tiba mencium bibirku. "Hangat..", gumam ku di sela-sela ciuman kami. Entah kenapa aku merasa hangat. Kalau ciuman membuat kita merasa kehangatan, seharusnya dari dulu aku mencium Akira.

CKLEK

Itu bukan suara pintu, karena aku dan Akira sedang berada di luar. "Seharusnya kalian menjaga kami, bukan bermesraan seperti itu.", ucap anak laki-laki berumur 6 tahun sambil membenarkan kacamatanya. Di tangan anak laki-laki yang memakai sweater coklat dan syal merah itu, terdapat sebuah kamera.

"Iya ! Onii-chan* benar ! seharusnya kalian menjaga kami !", seru anak perempuan di sebelahnya sambil mengepalkan tangan di depan dada. Ia memakai sweater biru dengan syal biru muda. Sarung tangan yang ia pakai juga berwarna hitam, seperti kakaknya.

(*kakak laki-laki)

"Waa--Satoru ! Sudah ayah bilang berapa kali ! Jangan mengambil foto seenaknya !!", ucap Akira melepas ciuman ku lalu berdiri di depan kedua anak itu. Tak lupa juga, rona merah di pipinya. "Kau juga, Emil ! Jangan iyakan kakak mu !", lanjut Akira.

"Sabar, ayah. Aku mengambil foto sebagai bukti kemesraan kalian dan juga sebagai kenangan.", ucap Satoru sambil memegang kameranya. "Kenangan ?! Kau kira ayah akan mati dengan cepat ?!", bentak Akira sambil mengejar Satoru yang sudah lari duluan.

Haah.. dua orang itu. "Okaa-san..", panggil Emil sambil menarik-narik jaket krem ku. "Hmm ? Ada apa, Emil ?", jawabku sambil mengelus-elus rambutnya yang berwarna pirang seperti Akira. "Kenapa rambut onii-chan berwarna biru ? sedangkan aku pirang ?", tanya Emil dengan polosnya. Nah, pertanyaan seperti ini lah yang belum ku ketahui jawabannya. "A-Ah... saat ibu mengandung kalian berdua, ibu sering makan pisang dan blueberry..", jawabku sambil menyuruhnya duduk di bangku.

"Eeeh ? Apa itu benar ? Kalau begitu, nanti kalau Emil sudah besar dan mengandung anak, Emil akan banyak makan stroberi biar anak Emil rambutnya merah !!", ucap Emil dengan semangat yang membara dan rona merah di pipinya. Sepertinya jawabanku diterima dengan Emil.

"Tapi, kalau nanti kulitnya yang merah gimana ?", ucapku bercanda. Emil berpikir sejenak, "Emil akan mengecat kulitnya jadi krem !", jawab nya polos. Aku sedikit terkejut dengan jawabannya. Aku pun mengacak rambut pirang panjangnya, "Anak ibu memang pintar !", ucapku sambil tersenyum.

"Ayah ! Kenapa lambat sekali larinya ? Sudah mulai lelah ? Apa jantung ayah melemah ? Itu tanda-tanda bahwa ayah akan mati secepatnya !", teriak Satoru sambil berlari ke arah ku. "Dasar anak kurang ajar !!", teriak Akira dari kejauhan. "Ajaran ku sudah cukup !!", teriak Satoru lagi. Aku tidak menegurnya, karena memang seperti inilah keseharian antara Satoru dan Akira.

"Sini kau--", Akira tidak bisa menyelesaikan perkataannya karena sekarang wajahnya ada di atas salju putih itu. Kami bertiga pun saling menatap, lalu tertawa terbahak-bahak. Akira yang melihat kami tertawa pun ikut tertawa.

------

"Mereka sudah besar..", gumam ku sambil menatap Satoru dan Emil yang sedang berjalan bersama di depanku. "Ya, dan Satoru bertambah kurang ajar saja.", ucap Akira sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ah.. kau masih marah ?", tanyaku sambil menggosok-gosokkan kedua tangan ku. "Tentu saja ! Anak itu pintar sekali kalau bicara.", jawab Akira sambil mengusap-usap dahinya.

"Itu talenta tersembunyi nya.", ucapku sambil mencoba menghangatkan kedua tangan yang sudah membeku ini. "Talenta-- eh ? kau lupa memakai sarung tangan ?", tanya Akira mengganti topik pembicaraan.

Aku hanya mengangguk sambil masih menggosok-gosokkan kedua telapak tangan ku. "Sini.", ucap Akira sambil menarik tangan kiri ku masuk ke dalam saku jaketnya. "Hangat ?", tanyanya. "Hanya tangan kiri ku yang hangat.", jawabku sambil menoleh ke arahnya.

"Kau mau seluruh tubuhmu yang hangat ?", tanya Akira sambil menoleh ke arahku. Dengan polosnya, aku mengangguk. Ia pun mendekatkan jarak wajahnya ke wajahku. "Tadi aku mendengar gumaman mu. Kau bilang 'hangat'..", ucap Akira sambil menutup mata. Baru saja bibir kami menempel sedikit, tiba-tiba ada suara jepretan kamera.

CKLEK

Kami pun menoleh ke sumber suara. "Kalian sudah menikah selama 7 tahun, dan masih tetap mesra. Aku bangga.", ucap Satoru sambil berpura-pura mengelap air mata bohongannya dengan sapu tangan.

"Sudah berapa kali Emil melihat ibu dan ayah berciuman... mungkin belasan ?", ucap Emil sambil mencoba mengingat-ingat.

"SATORUUU !!", teriak Akira sekali lagi sambil mengejar Satoru yang sekali lagi sudah lari duluan. "Okaa-san ! Makan malam nanti aku ingin udang !!", teriak Satoru dari kejauhan.

"Ayo, kita pulang !", ajak ku kepada Emil yang melihat ayahnya dan kakaknya sedang kejar-kejaran. Dia pun mengangguk lalu memegang tangan ku.

Begitulah hari-hari ku setelah menikah dengan Akira. Kami di anugerahi anak kembar yang sama sekali tidak mirip, tapi mereka benar-benar kompak.

Dan seperti yang kalian lihat. Keluarga ini benar-benar heboh, bukan ?

-------------------------------------------

Gimana ? jangan lupa vote dan comment yaaa :33 author tunggu~

After-Marriage LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang