Christian Matoda

51 4 3
                                    

Camila tak kuasa menahan penatnya, ketika tugas laporan telah semakin bertumpuk, tetiba laptopnya hank.

"Shit" makinya kesal. Camila mendesah kesal. Pekerjaannya sudah sangat bertumpuk. Ketika pintu di ujung koridor terbuka dan sebuah senyuman yang lebih menyerupai cengiran muncul di balik pintu.

Tapi tak ada suara, pemilik senyum itu seolah tak melihat ke arah Camila, langsung duduk dan menyalakan Laptop di depannya. Samar alunan lagu "Hello" dari penyanyi Adelle, mengalun dari perangkat Smartphone miliknya.

Camila kembali berkonsentrasi dengan Laptopnya. Apa daya dia tidak paham.

Setelah di restart ulang, masih tetap saja tidak mau menyala. Camila meraih gagang telepon paralel dia atas mejanya.

Dia menekan tombol yang menghubungkan dengan meja receptionist.

"Halo, ada orang nggak? Laptop aku nge-hank nih. Ada yg bisa benerin gak?" Tanya Camila setengah putus asa.

Sebentar kemudian Camila menutup Telepon. Mendesah putus asa lalu melorot lesu di mejanya.

Tiba-tiba sebuah langkah mendekat. Orang itu sudah berdiri di depan mejanya. Wajahnya yang sebenarnya sangat memikat, dengan rahang yang kokoh membuat Camila terpana sesaat. Camila tampak canggung.

"Kenapa?" Tanya orang itu, Camila seperti tersentak dan tersadar dari lamunannya.

"Eh, emm. Tiba tiba kayak gini."
Camila menggigit bibirnya. Merasakan canggung. Matanya sedikit menyipit, seolah olah orang itu akan menerkam nya.
Dan ketika matanya beradu dengan mata Camila, gadis ayu berwajah sedikit Oriental itu menahan nafasnya. Ya.. mata itu begitu indah. Mata yang mampu mengalirkan sebuah getaran yang membuatnya terdiam membeku.

"Boleh aku lihat?" Tanyanya. Camila mengangguk pelan.

Matanya masih terpaku pada sosok menawan di depannya.

Kemana aja lo girls. Itu makhluk kece udah mondar mandir di depan mata lo. Dan lo baru sadar kalo dia absolutely tampan.

Camila terkesiap mendengar isi kepalanya. Di gelengkan kepalanya cepat. Saat itu sang pemilik wajah tampan itu menoleh.

"Are you okay?" Tanyanya. Camila kaget wajahnya memerah karena perasaan malu bercampur kaget. Seperti remaja yang sedang ketahuan mencuri pandang pujaan hatinya.

"Gue oke kok." Jawab Camila pelan. Camila memutuskan menyibukkan diri sementara orang itu mengutak atik Laptop nya.

"DONE!" Orang itu setengah memekik girang. Camila menoleh dan tersenyum lebar. Kelegaan merambat di hatinya.

Itu artinya dia bisa menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Camila menatap orang itu dan tersenyum manis.

"Thanks." Katanya singkat.
"By the way, kamu bisa menganggap aku adalah orang. Yang merupakan bagian dari kantor ini. Lain kali membutuhkan bantuan panggil saja aku. Meja kerjaku ada di sana." Kata lelaki itu sedikit tegas. Camila tersentak kaget. Merasa kikuk karena orang itu mendengar pembicaraannya di telp tadi.

"Maaf. Saya ga bermaksud begitu." Camila merasa bersalah.
Lelaki itu tersenyum dengan lebih menawan.

"Christian Matoda." Ucapnya seraya mengulurkan tangan. Camila menunduk, lalu menyebutkan namanya sendiri tanpa menjabat tangan itu.

Singkat dan dingin. Merasa tak di butuhkan lagi Christ kembali ke mejanya dengan perasaan bingung. Kenapa gadis aneh itu bisa memiliki senyum yang begitu manis dengan mata yang berbinar. Membulat dan begitu menggemaskan. Tetapi tiba tiba berubah dingin. Sedingin gunung es.

Dan ruangan itu kembali dalam keadaannya semula. Semuanya bekerja dalam diam. Tapi di dalam hati masing-masing di selimuti jutaan perasaan yang masih sangat samar untuk di maknai, tetapi sesekali sudut mata mereka saling bertaut.

Christian Matoda. Nama yang aneh, tapi memang cocok dengannya. Rambut yang sedikit memanjang, pipi yang seperti belum sempat tercukur. Badan yang tidak terlalu tinggi, tetapi cukup tegap. Nampak gagah diantara kaos abu-abu dan celana jeans .

"Hentikan Camila, cinta hanya akan membuatmu sakit." Bisik Camila lirih. Yang membuat pikirannya seperti de javu melayang. Cinta, sebuah rasa yang pernah menguasai jiwanya.
Namun menyentakkan kesadarannya bahwa tidak ada cinta di dunia, yang ada hanya nafsu.

Di ujung koridor, lelaki itu sesekali mencuri pandang ke arah Camila. Gadis sederhana yang tampak misterius dalam kediamannya.

Wajahnya yang sedikit bulat, dengan tubuh sedikit berisi. Sayangnya wajah manis itu hampir tidak pernah memperlihatkan senyum. Pikiran Christ bertanya apa? Apa yang dialami nya, hingga bahkan satu senyumpun terasa berat untuknya. Christ merasa beruntung saat bisa melihat sendiri momen langka itu.

Dan dia masih memandang wajah Camila lekat, kala Gadis itu menoleh dan mata mereka beradu. Tiba tiba wajah Camila memerah. Christ tersenyum kecil ketika melihat Camila tampak gugup menunduk.

Dan senyum jahil Christ tersungging. Aku harus mendapatkannya.


Hai salam kenal, ini karya pertama aku. Jangam lupa vote ya dan tunggu kelanjutan kisah Camila dan Christ ya.

Love love

Love In PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang