Kabut Hati Camila

30 2 2
                                    

Hari itu awal long weekend. Tanggal merah yang berderet 4 hari berturut-turut membuat perusahaan Camila bekerja libur. Camila membuka tirai kamarnya. Lalu membuka pintu ke arah balkon kamarnya yang terletak di lantai dua. Walaupun rumah Kos, tetapi fasilitas di dalam nya membuat Camila betah tinggal di sini.

Camila menikmati hangat sinar mentari yang menyapa wajahnya. Dia bahkan belum mengganti baju tidurnya yang tipis. Memandang sekelilingnya.

Camila melihat tetangganya yang ribut, sibuk memasukkan perlengkapan piknik ke mobil. Dan dua orang bocah kecil sedang berebut yang dapat kursi di depan.

Camila tersenyum, kerinduan menyeruak. Terlebih ketika sang ibu menengah pertengkaran dua bocah itu.

"Dion, I miss you" bisik Camila. Dan seketika itu juga Camila memutuskan dia akan pergi keluar kota. Dia akan pulang.

Camila buru-buru mandi. Dan satu jam kemudian dia sudah berjalan di stasiun sambil menenteng 1 tas besar. T shirt putih sebatas perut di padu dengan celana jeans, juga jaket denim membuat Camila tampak Casual. Rambut nya yang di kuncir kuda menampilkan leher nya yang putih dan jenjang.

Camila berdiri mengantri di loket. Dia akan pergi. Pulang. Ada debaran aneh menelusup hatinya. Tanpa menoleh lagi Camila duduk di ruang tunggu.

Matanya menari-nari mengamati sekelilingnya. Sudah tidak sama seperti dulu. Sudah jauh lebih bersih dan sepi. Tak ada lagi pedagang asongan dan calo berebutan pelanggan.

Camila menikmati waktunya. 7 tahun lalu ketika pertama kali dia sampai di kota ini. Dia hanya gadis rapuh. Dengan setumpuk luka di masa lalu. Luka yang tak hanya membekas. Tetapi membuat Camila membangun tembok teramat tinggi. Memagarinya dalam kesendirian dan kesepian. Bahkan dari seorang sahabat sekalipun. Luka itu menancap teramat dalam hingga tak sanggup di ungkap kepada siapapun.

Ketika dia akhirnya bisa menjauh. Dia pergi jauh. Dan tak pernah kembali.

Entah kenapa hari ini Camila ingin pulang. Mungkin Rindu, ya rindu yang memayungi kalbunya.

Lamunan Camila buyar ketika kereta yang akan di tumpanginya telah tiba. Camila mencari bangkunya dan pas sekali bangkunya di tepi jendela. Camila menyimpan tas nya, lalu duduk. Camila memasang head set dan baru akan terpejam, saat seseorang duduk di sebelahnya. Camila menoleh.

"Christ? What are you doing?" Tanya Camila. Mata bulatnya melotot tajam. Christ memasang senyumnya yang paling menawan.

"Naik kereta" jawabnya enteng. Lalu duduk di sebelah Camila.

"What?! No! Aku ga mau duduk sama kamu selama 4 jam." Kata Camila ketus. Christ terkekeh di keluarkan tiket nya, yang memang benar ada di sebelah Camila.

Camila mendelik, entah apa yang salah dengan dirinya. Meskipun bibirnya berkata tidak. Tetapi hatinya bersorak kegirangan melihat sosok Christ.

"Tapi.. tapi...." Baru hendak protes lagi Christ sudah membungkamnya dengan ciuman.

"Ummhhh", Camila mendorong tubuh Christ yang terkekeh melihat wajah Camila yang merah padam.

Untungnya kereta masih separuh kosong. Dan tak ada yang melihat kejadian tersebut.

"Masih mau protes? Atau harus kucium lagi?" Kata Christ.

Camila mendengus kesal. Tak punya pilihan lain, bersandar lesu dan memasang headset. Camila memejamkan mata. Berusaha mengabaikan Christ yang tersenyum menang di kursinya.

*********

Camila membuka mata. Christ sedang terpejam menyandarkan kepalanya di pundak Camila.

Love In PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang