Pagi itu, gerimis menyapa, menyuguhkan dingin yang menggigit.
Dengan enggan Camila melangkah keluar dari kamar kos nya. Ingin rasanya dia seharian tetap meringkuk di dalam kamar, menggelung diantara kasur dan selimut yang hangat.
Tapi pantang bagi seorang Camila menunda pekerjaannya. Dia harus segera berangkat ke kantor. Tidak ada alasan baginya untuk bermalas-malasan. Posisinya sekarang di dapatkan tidak dalam satu kali wawancara. Butuh waktu 3 tahun dia bekerja di kantornya, sebelum akhirnya menajadi akuntan administrasi. Dia harus bertahan dengan ruangan pengap dan lembab di sudut kantornya di lantai 1, berkutat dengan tumpukan kertas dan nota yang harus di rapikan. Dengan gaji hanya sebesar 1.500.000 sebulan.
Kini gajinya telah naik 3 kali lipat. Camila sudah bisa menyewa kamar kos tak jauh dari kantornya cukup berjalan kaki 20 menit. Kamar yang cukup luas untuk di tinggali sendiri. Ya Camila sendiri. Sudah bertahun tahun begitu.
Camila merapatkan jaket nya, dia menerobos gerimis, enggan memakai payung bukan karena tidak punya, tetapi dia ingin merasakan dinginnya tetesan hujan pagi ini. Sekelebat ingatan masa kecil nya membayang. Ke masa kecil nya kala itu usianya 12 tahun ketika sosok Dion masih menemaninya.
**************
"Mila !!!" Dion memanggil. Camila menoleh dan tersenyum lebar. Melihat Dion sudah mengejarnya yang masih asyik bermain hujan.
"Ayo Dion , kamu lambat banget sih." Ejek Camila setengah berseru. Dan Dion hanya tertawa mendengar Camila mengolok nya.
"Gak pa-pa Mila ! Aku cuma pengen jagain kamu. Kalo kamu jatuh aku bisa tangkep.," dan kedua bocah kecil itu kembali bermain dalam keriangan.
*********
Camila menjatuhkan diri di kursinya. Terkadang dia sedikit menyesal meminta ruangan yang terpisah. Tetapi pekerjaannya membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi.
Camila melepas jaket nya, di sisirnya kembali rambutnya yang setengah basah. Rupanya gerinis di luar cukup membuat baju bagian atasnya membasah. Menampilkan lekuk tubuhnya yang cukup menggoda.
"Aduh... mana nanti ada meeting lagi. Kalau ga kering gimana?" Keluh Camila. Dia merutuki dirinya sendiri yang ceroboh. Karena keasyikan melamunkan tentang Dion, Camila tidak sadar kalau dia merentangkan kedua tangannya sehingga jaketnya terbuka dan dinginnya air hujan membuat bajunya basah.
"You are so stupid Camila!" Omel Camila pada dirinya sendiri sambil mengelap bajunya dengan tisu. Berharap tisue itu bisa membuatnya cepat mengering.
"Hahhaahah!" Sebuah tawa renyah mengagetkan Camila yang sedang berdiri di dekat jendela terlonjak kaget. Sontak menoleh. Christ Matoda, ada di sana.
"Nona, kenapa kamu bicara sendiri?" Tanya Christ masih dengan cengirannya. Camila tertawa menyadari kebodohannya. Dia membalikkan badannya dan menunjukkan bajunya yang basah.
"Aku ada meeting jam 10" ujar Camila putus asa. Tindakan yang salah karena sedetik itu Christ membeku. Matanya tertegun menatap apa yang terpapar dibalik kemeja yang basah itu.
Dada yang membusung menantang. Di bungkus dengan Bra berwarna biru muda yang berenda. Dadanya berdesir hebat. Camila yang polos. Dengan rambut nya yang sedikit basah. Penyelidikan Christ berpindah pada bibirnya yang sensual. Seolah mengundang sebuah pagutan lembut.
Camila menyadari arah mata Christ dan ketika jemari Christ mengepal. Camila merasakan debaran yang menghebat. Yang membuat tubuhnya ikut membeku bersama tatapan mata Christ yang sedang menyelidikinya.
Dan entah kapan mereka bergerak. Tetiba Christ sudah berada tak terlalu jauh dari Camila. Christ menarik tangannya dengan kasar. Menarik tangannya sehingga jatuh ke dalam pelukan Christ.
Dan meskipun Camila ingin memberontak. Tubuhnya mulai tidak singkron dengan otaknya.
Ketika bibir Christ menangkup di bibirnya. Mengecupnya dengan gairah. Tubuh Camila mengejang. Sesuatu yang belum pernah di rasakannya.
"Ummhh..." protes Camila tanpa suara. Dan Christ terus menuntut lebih dalam. Camila tak kuasa menahan mulutnya tetap tertutup ketika satu tangan Christ meraih payudaranya yang ranum. Ciuman Christ semakin dalam dan menuntut dan yang bisa dilakukan Camila hanya memejamkan matanya. Menikmati sensasi yang baru pertama kali di rasakannya. Ketika tiba-tiba kehangatan itu lepas. Camila membuka mata. Dan Christ sudah melangkah menjauh meninggalkan Camila yang melongo kebingungan.
"Shit !!" Suara makian Christ makin membingungkan. Dia keluar dari satu satunya pintu dan menutupnya keras.
Dan Camila hanya berdiri mematung. Merasakan dada nya sesak dan air mata jatuh.
Marah!
Itulah yang dirasakannya saat ini. Merutuki kebodohannya. Bagaimana bisa dia gagal menahan pembatas dirinya. Bagaimana bisa dinding pertahanan yang selama ini di bangunnya hancur. Lebur hanya dalam satu sentakan.
Dan kali ini masih sama dia di permalukan lagi. Oleh Christian Matoda. Sosok yang baru saja di kenal nya beberapa bulan yang lalu.
Krinnngg telp paralel di mejanya berbunyi. Camila tersentak kaget dan bergegas menghapus air matanya.
"Halo" jawab Camila.
"Camila, meetingnya kita tunda dulu ya. Saya ada keperluan di luar." Suara atasannya memberikan kelegaan tersendiri bagi Camila. Artinya dia tidak perlu turun dan bertemu lebih banyak orang.
Baru saja Camila meletakkan gagang telepon, benda itu berbunyi lagi. Pasti bos nya lupa sesuatu.
"Ya pak!" Sapa Camila riang
"I want you like Crazy!" Suara berat dan seksi itu membuat Camila terlonjak. Jantungnya kembali berontak.
"Don't even think about it." Sergah Camila sambil menutup gagang telepon.
Dia pikir dia siapa? Bisa seenak nya cium-cium orang.
No! Ini terakhir kalinya orang itu menyentuhnya.
Camila kembali membangun pertahanannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Pain
RomanceProlog Sore itu langit sedang bergemuruh. Diantara awan berwarna abu-abu pekat, Camila mendesah bosan di meja ruang kerjanya. Pekerjaannya sebagai admin di sebuah kantor pemasaran Brand Broadbrand ternama sudah selesai semenjak tadi. Camila melirik...