Bip-bip-bip
Aku hanya bisa mendengar suara familiar dari sebuah alat, aku yakin jika aku sedang ada disebuah kamar rawat inap. Mata ku terasa begitu berat, ku coba untuk membukanya tapi tak mampu.
"Apakah ada peningkatan?" Sepertinya itu suara Tara, "Tadi dia menggerakkan jemarinya" suaranya sangat familiar di telingaku, "Bagaimana dengan keadaan ayah?" Tara bertanya lagi, "Tadi nenek mengeceknya, keadaan nya benar-benar buruk" mendengar kalimat itu aku langsung membuka mata ku.
Tara dan nenek Sarah terperangah melihat aku sudah membuka mataku, "Alhamdulillah Ka ara!" Ujar Tara terlihat matanya berkaca-kaca, "syukurlah kamu sudah sadar" Nenek pun tersenyum dan mengelus puncak kepalaku.
Aku hanya bisa tersenyum kecil, "ayah? Dimana?" Tanyaku dan dijawab oleh Nenek "Tenang saja dia akan baik-baik saja" berusaha menenangkan, cucunya itulah kebiasaan Nenek.
"Cepatlah sembuh! Kau sudah bolos dua hari" kata Tara membuatku melotot, "sudah berapa lama aku disini?" Tara tampak berfikir "sekitar empat hari mungkin".
Rasanya seperti baru beberapa menit yang lalu kejadiannya, aku masih ingat jelas kejadian itu masih terputar di otakku ini.
Melihat Nenek Sarah ku teringat ucapan ayah, tapi aku bingung mulai darimana. Jika aku mengatakan apa yang sudah terjadi kepada anaknya, mungkin kah dia percaya?
"Nek," panggilku sambil berusaha untuk duduk.
"Tiduran saja, kamu butuh banyak istirahat kau tahu" mendengar nada khawatir nenekku membuat ku tersenyum.
"I'm okay, lagipula aku sudah pulih kok" ujar ku disambut tawa oleh Tara, "pulih? Lihat keadaan kaki kirimu dan tangan kananmu!"
Akupun memutar kedua mata ku dan beralih memandang nenek, "nek? Duduk disamping Ara dong" pintaku.
Nenek pun langsung mengambil bangku di dekat tv dan mendekatkan bangku itu ke kasur ku, "Ada apa Ara?" Tanya nya sambil merapihkan rambut ku.Akhirnya ku putuskan untuk mengatakan semuanya, dari awal.
Tentang mimpi ku pun aku menceritakannya. Raut wajah Nenek berubah tapi dia berusaha untuk terlihat biasa saja. Tara yg sedari tadi mendengarkan juga terlihat biasa saja tidak Ada ekspresi kaget atau apapun itu,padahal umurnya saja belum menginjak sepuluh tahun.Nenek tampak berifikir keras, akhirnya akupun bertanya "apakah kau tahu sesuatu?". Dia hanya memandang ku dan bangkit dari bangkunya "Mungkin itu hanya hal-" kalimat nenek dipotong oleh Tara.
"Aku sudah tahu semuanya".
Mendengar ucapan Tara membuat nenek beralih menatap Tara, "Aku tidak tahu sebelumnya apa yang terjadi, saat ibu menjemputku dirumah temanku dia terlihat aneh" jeda Tara, "lalu di saat aku memintanya untuk membantuku mengerjakan pr dia hanya memandangku sambil tersenyum, sampai aku tersadar jika dia bukan ibu".
"Apa yang membuatmu berfikir bahwa itu bukan ibu?" Tanyaku.
"Senyumnya, ibu tidak biasa tersenyum. Sekalinya tersenyum itu terasa sangat hangat. Tapi berbeda dengan ini, senyumnya terasa berbeda" Jelas Tara sambil mengangkat tubuhnya ke kasur untuk berada di samping kiriku.
Nenek pun akhirnya angkat bicara, "Ara? Apakah kau memberitahunya dimana gaun putih dan album foto sma-nya".
"Tidak, tapi aku sempat melihatnya sedang memegang album itu dan gaun putih itu sudah berada di sampingnya".
"Apakah ada yang aneh saat kau berangkat kesekolah?" Tanya nenek pada Tara, "aku tidak tahu, ketika aku berangkat dia masih berada didalam kamar kupikir dia masih tertidur".
"Kau bilang sudah tahu semuanya bagaimana mungkin kau tetap tinggal bersamanya saat aku masih tidak sadarkan diri disini." ujarku.
"Aku sebelumnya tidak yakin tapi melihat ekspresi nenek tadi, dugaan ku sepertinya benar" balas Tara.
YOU ARE READING
An Agreement
Mystery / ThrillerPada tahun 1995, ada sebuah sekolah menengah atas yang sangat terkenal di jakarta. Terkenal bukan karena prestasi,tapi karena mereka mempunyai suatu perkumpulan yg cukup unik, rumor ini tersebar lewat mulut ke mulut jadi pihak sekolah tidak pernah t...