Seseorang dengan rambut yang digerai sedang duduk menghadap taman bersama temannya. Mereka asik bercerita tentang kesehariannya disekolah. Mereka adalah dua gadis yang bersahabat. Keakraban mereka jika dilihat selalu bisa membuat orang lain tersenyum. Hal hal kecil yang mereka lakukan juga menarik senyum beberapa orang yang melihatnya. Mereka saling melengkapi satu sama lain. Seseorang yang rambutnya digerai adalah Kea, dan temannya bernama Zea. Nama mereka saja hampir sama dan kelakuannya pasti juga tak jauh beda.n keduanya masih terus bercerita hingga gerimis mulai turun. Kea dan Zea berlari menuju halte untuk berteduh. Disana ada seorang sebayanya yang juga sedang berteduh.
"Boleh duduk disini?" tanya Kea sambil menunjuk bangku kosong disebelah laki laki itu.
"Boleh kok, silakan." ucap laki laki itu.
Mereka berdiaman cukup lama hingga Kea bosan lalu menegur laki laki disebelahnya.
"Ehmm, namamu siapa?" tanya Kea.
"Kenalin aku Rafith, nama kalian berdua siapa?" jawab orang yang bernama Altaf itu.
"Aku Kea dan ini temanku.."
"Zea." ucap Zea setelahnya.
"Rumah kalian deket sini ya? Kok tiap hari kulihat kalian main main di taman sini"
"Iya, perempatan depan sana rumahku dan depannya rumah Zea." jawab Kea sambil menunjuk sebuah perempatan yang tidak jauh dari halte.
"Wah rupanya kita satu kompleks, jangan jangan kita satu sekolah!" ucapnya antusias.
"Emang kamu sekolah dimana?" tanya Zea.
"SD Nusantara."
"Loh sama dong kayak kita, kamu pindahan ya?"
"Iya."
Sejak saat itu mereka bertiga selalu menghabiskan waktu bersama sama. Setiap pagi, siang dan sore mereka tak terpisahkan karena berada pada sekolah yang sama. Setiap jenjang pendidikan mereka tempuh bersama, hingga suatu hari setelah kelulusan SMA, Kea memutuskan untuk berpisah. Ia akan sekolah di luar negeri. Sebenarnya itu tidak seutuhnya kemauan Kea, melainkan orang tuanya yang menyarankan agar Kea kuliah diluar negeri saja. Dengan berat hati, Kea meninggalakan kedua sahabatnya itu. Apalagi harus meninggalakan Rafith yang dianggap lebih dari seorang sahabat. Entah sejak kapan perasaan itu muncul dihati Kea. Kea berusaha menutupi perasaannya karena ia tak ingin persahabatannya hancur akibat keegoisannya. Ia memendam semuanya sendiri tanpa ada yang tau. Ia tak ingin mengungkapkannya karena tidak ingin Rafith menjauhinya karena perasaannya yang salah itu. Namun tanpa Kea ketahui, Rafith juga memiliki perasaan itu. Rafith terlalu pengecut untuk mengungkapkan apa yang dirasanya hingga Kea berangkat dan keduanya sama sama tersakiti.
Pesawat yang Kea tumpangi lepas landas meninggalkan sejuta kisah dan membuka sebuah perasaan yang baru yaitu rindu. Rafith melepas Kea bersama Zea, Zea menangis karena kehilangan seseorang yang selama ini menemani kesehariannya. Sedangkan Rafith, ia tak menangis tapi terkadang yang tak menangislah yang paling sakit.
Semenjak kepergian Kea, Rafith dan Zea menjalani kehidupannya berdua, hanya berdua. Benar kata orang bahawa cinta datang karena terbiasa. Rafith merasakan kenyamanan jika ia bersama Zea begitupun sebalikknya. Semakin hari mereka semakin dekat. Rafith bahkan telah melupakan cinta pertamanya karena Kea sanagat sulit dihubungi dan akhirnya lost kontak. Alasan Rafith melupakan Kea karena Rafith merasa perasaannya tak terbalas. Setengah tahun setelah kepergian Kea, Rafith dengan terang terangan mengatakan perasaannya kepada Zea dan Zea menerimanya dengan senang hati.
3 tahun kemudian,...
Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.
Seorang gadis berambut sebahu keluar dari bandara membawa kopernya. Dia menyusuri lorong bandara sambil sesekali melihat lihat keramaian bandara. Taksi yang dipesannya menggunakan aplikasi berbasi online sudah menunggunya diluar, gadis itu menghampiri supirnya. Gadis itu adalah Kea. Sudah 3 tahun ia tak kembali ke Indonesia. Keadaan disini rupanya sudah berubah banyak, Kea mengamati jalanan Jakarta dari dalam taksi yang ditumpanginya. Ia berniat untuk mengunjungi kampong halamannya dan tentu saja mengunjungi sahabat sahabat yang dirindukannya. Ia tak sabar menemui keduanya, sebenarnya bukan hanya itu alasan Kea ke Indonesia. Ia juga berniat mengungkapkan perasaan yang selama ini ia pendam. Perasaan itu masih ada, belum berkurang sepeserpun. Kea menjaga hatinya untuk Rafith. Taksi yang ditumpanginya terus melaju menuju rumahnya. Hingga tiba disebuah taman yang ia kenal dan Kea memutuskan untuk turun ditaman itu saja.
Kea melangkahkan kakinya memasuki taman itu, tempat ia bertemu dengan Rafith pertama kalinya. Matanya melirik sebuah halte dan tersenyum mengingat semuanya. Dipalingkan lagi mukanya pada jalanan sekitar. Tak sengaja ia melihat dua orang yang ia kenal duduk berjejer dalam satu bangku. Awalnya Kea tersenyum mengetahui bahwa yang akan ditemuinya nanti malah sudah ada didepan mata. Tapi senyum itu hilang seketika karena mengetahui bahwa tingkah keduanya tidak lagi seperti sahabat. Mereka berdua bergandengan dan bermesraan layaknya pasangan kekasih. Hingga salah satu dari mereka mengecup kening pasangannya itu dan Kea hanya mampu meneteskan air matanya tanpa suara. Kea terduduk dibangku taman yang ada disampingnya. Hatinya tersakiti dengan semua itu. Ingin rasanya ia marah dan menghampiri keduanya untuk menunjukkan kemarahannya. Tapi dia bukanlah siapa siapa yang berhak marah atas kejadian itu. Salahnya karena dari awal tak mengungkapkannya. Bukan salah Rafith ataupun Zea karena dia patah hati. Itu sudah resiko yang harus ditanggungnya. Matahari tenggelam disisi barat menyisakan kegelapan. Kea belum beranjak barang sedikitpun dari posisinya. Seorang ibu tua yang hendak kemasjid memperhatikannya. Ibu itu sudah memperhatikannya dari tadi siang karena Kea sama sekali tak beranjak. Ibu itu menegur Kea dan menyuruhnya pulang dengan tuturnya yang halus. Kea menurutinya, ia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju rumahnya yang tidak jauh dari taman. 5 menit ia berjalan, dibukanya pintu rumah minimalis itu. Kea masuk dengan lesu, untung saja ia sudah menyuruh orang untuk membersihkan rumahnya sehingga ia bisa tidur dengan nyenyak mungkin.
-FaithWithYou-
KAMU SEDANG MEMBACA
Faith with you
Short Story(Completed) Ze, Raf, kau tau? Bahagia terbesarku adalah bersahabat denganmu. Entah bagaimana aku bisa setenang ini saat menjelang hal itu, yang terbesit saat itu hanyalah kebahagian-kebahagian yang pernah kita untai bersama. -2017 hak cipta dilindun...