Suara pintu rumah Kea diketuk dengan cepat menandakan bahwa orang yang mengetuknya tak sabar menunggu si pemilik keluar. Kea dengan langkah malas membuka pintu itu. Rupanya acak acakan, rambutnya berantakan dan ia masih memakai baju yang sama ketika ia berada di bandara. Orang yang mengetuk pintu itu langsung berhambur memeluk Kea. Kea tau itu adalah Zea. Ia tak kaget bila Zea tau bahwa ia telah pulang karena rumah mereka berhadapan. Kea membalas pelukan Zea dengan ragu ragu. 'Perlihatkan dirimu yang dulu Kea, jangan membuatnya bingung!' ucap Kea dalam hati. Kea sekali lagi membalas pelukan itu dengan setulus mungkin, ia meneteskan air mata karena merasa terlalu egois berpikir bahwa ia takkan menemui sahabatnya ini.
"Kea.., kamu apa kabar?" tanya Zea setelah melepas pelukan mereka dengan air mata kerinduannya.
"Aa..ku baik Ze, kamu bagaimana?" jawab Kea terbata bata.
"Alhamdulillah Ke, gue kangen banget sama lo Ke! Lo kemana aja? Lo nggak inget sahabat lo yang jelek ini ya?" kata Zea merendahkan diri, padahal kenyataannya Zea amat cantik.
"Gue ke Paris Ze! Gue abis liat menara Eiffel yang dulu selalu lo ceriatin ke gue, gue udah kesana Ze." ucap Kea bersemangat walau hatinya hancur, ia tak ingin melukai perasaan Zea dengan menjawab ketus.
"Jadi pengen kesana nih." Canda Zea, Kea tersenyum.
Mereka memasuki rumah Kea dan berbincang bincang hingga matahari berada pada sisi barat. Kea merasakan sakit pada perutnya karena sejak kemarin ia belum makan, hanya minum air putih. Kea masih setia menemani Zea mengobrol, ia tak enak untuk meninggalkan Zea yang telah mengunjunginya. Tanpa sadar, perlahan pengelihatan Kea menggelam lalu ia tak asdar apa yang terjadi setelahnya.
Zea yang mengetahui keadaan Kea lantas menelpon Rafith. Rafith datang dengan tergesa gesa, ia kaget kenapa Kea bisa berada di Indonesia. Masih dengan kebingungannya ia lantas membawa Kea kedalam mobilnya. Rafith mengendalikan mobilnya dengan cepat menuju rumah sakit terdekat. Zea terus menengok ke arah Kea dengan perasaan khawatir. Setibanya mereka di rumah sakit, dokter langsung menangani Kea. Rafith dan Zea menunggu di luar ruangan dengan nafas terengah engah. Beberapa saat pintu kamar Kea terbuka.
"Teman saya kenapa dok?" tanya Zea langsung.
"Teman kamu nggak papa, dia hanya kelelahan dan kurang makan, sebentar lagi dia sadar dan kalian boleh menjenguknya." ucap dokter itu.
Zea bernafas lega, dengan cepat ia membuka pintu kamar. Terlihat Kea terbaring tak sadarkan diri. Zea mengelus lembut rambut Kea. Mata Kea terbuka perlahan menyadari ada yang mengelus rambutnya.
"Ke.."
"Ze..." ucap mereka bersamaan.
"Kamu nggak papa kan Ke? Kepalamu pusing nggak? Mana yang sakit Ke? Tanya Rafith dengan nada khawatir sekali.
Kea tersenyum samar. "Aku baik baik aja kok, mungkin kelelahan karena penerbangan kemarin."
"Maaf ya Ke, gara gara aku kamu pingsan." kata Zea.
"Bukan kamu kok! Udah nggak usah nyalahin diri kamu, aku-nya aja bandel nggak mau makan dari kemaren" bantah Kea saat Zea menyalahkan dirinya.
Zea tersenyum mendengar perkataan Kea.
"Kamu kesini kok nggak bilang bilang, kalo bilang kan kita bisa nyiapin kepulangan kamu." Rafith mengalihkan topic.
"Udahlah, kan biar surprise gitu." ucap Kea dengan nada bercanda.
"Surprise banget! Lama nggak denger kabar kamu, sekali denger malah kamu-nya pingsan." protes Rafith.
Zea memandang mereka berdua sambil sesekali tersenyum. Sedangkan Kea berusaha mengendalikan amarahnya.
"Raf, boleh aku ngomong berdua dengan Zea, kamu bisa keluar sebentar kan." pinta Kea yang kemudian dijawab anggukan oleh rafith.
Setelah rafith keluar, Kea bingung ingin menyampaikan pertanyaannya dari mana. Ia sudah kelewat ingin tahu hubungan antara Zea dan Rafith. Ia menarik nafas dalam lalu bertanya.
"Ze, kalo diliat liat kamu ada hubungan special sama Rafith ya?" tanya Kea dengan ragu.
"Nggak kok! Kamu aneh aneh aja Ke." jawab Zea sambil tersenyum ambigu.
"Aku ngerasa aja kalian ada hubungan."
"Enggak kok."
"Jawab ajalah Ze. Gue tau lo nyembunyiin ini dari gue." ucap Kea setenang mungkin.
"Iya-Iya, gue sama Rafith PACARAN!"
Seketika dunia Kea hancur, airmatanya yang berada dipelupuk ditahannya. Setelah mengucap kata itu, Zea teramat senang ia tak menyadari bahwa satu hati orang sedang menahan sakit. Zea melanjutkan ceritanya saat ia ditembak oleh Rafith dan dengan bodohnya, Kea malah berusaha mendengarkan.tiba tiba, kepalanya pusing, tak dihiraukannnya. Ia ingin mendengar cerita Zea sampai kedetailnya.. sekalian saja hatinya terluka dari pada ia harus mendengar cerita itu sedikit sedikit tapi selalu menyakitinya. Kea menghembuskan nafas panjang, memberikan Zea seulas senyum agar Zea senang. Hingga tiba tiba pandangan Kea gelap dan ia pingsan lagi. Zea baru menyadari keadaan Kea setelah ia selesai bercerita panjang lebar mengenai asmarannya. Dengan gugup ia berlari memanggil siapapun. Dokter datang bersama asistennya memasuki ruangan Kea. Zea menangis saat dokter mengatakan Kea harus dirawat dirumah sakit yang lebih memadai fasilitasnya, Rafith yang baru datang bingung dengan saran dokter. Tapi tanpa berbikir panjang ia menyetujuinya. Ambulance membawa tubuh lemah Kea. Tubuh lemah itu didorong menuju ruang ICU. Rafith dan Zea bertanya tanya, kenapa pingsan karena capek saja harus menuju ICU?
Pertanyaan mereka terjawab sudah, dokter memberitahukan bahwa Kea memiliki penyakit yang lumayan serius pada lambungnya. Rafit dan Zea terdiam, bertanya sejak kapan ia mengalami kelainan pada lambungnya. Dokter menjawab penyakit itu sudah lumayan lama, sekitar 2 tahunan. Zea kaget mendengar ucapan dokter itu. Ia hanya menghela nafas panjang kemudian mencoba mengerti apa yang sedang terjadi.
-FaithWithYou-
KAMU SEDANG MEMBACA
Faith with you
Short Story(Completed) Ze, Raf, kau tau? Bahagia terbesarku adalah bersahabat denganmu. Entah bagaimana aku bisa setenang ini saat menjelang hal itu, yang terbesit saat itu hanyalah kebahagian-kebahagian yang pernah kita untai bersama. -2017 hak cipta dilindun...