AKHIRNYA KITA PUN TERPISAH

43 3 0
                                    


"Bank Merdeka buka lowongan lagi, Cef!"

"Males, nanti kita dikirim ke dunia lain lagi," Cefi terus menonton kartun dan tangannya sibuk menyuap molring ke mulutnya.

"Lebay banget!" Desi menarik sekepibg molring dari tangan Cefi. "Kita paling ditempatkan di luar kota, nggak dunia lain!"

"Sama aja. Nanti Babe sama Mami kangen."

"Coba dulu, deh. Nanti kalau kita dibuang jauh, tinggal cancel," Desi masih terus merayu Cefi.

Berkat persahabatan mereka yang terpaksa terjlin, Cefi mengikuti Desi untuk kembali mendaftar ketiga kalinya di Bank Merdeka. Bertempat di Gedung Bersama, puluhan pelamar datang untuk tes. Tesnya cukup simple, mengerjakan soal matematika, TPA, dan terakhir wawancara.

"Lho, kamu lagi?" Panggil saja dia Nona HRC yang menyeleksi karyawan baru untuk Bank Merdeka. "Kenapa daftar lagi? Nanti PHP lagi."

"Dikira kita pacaran? Nggak lah, Bu. Dulu nggak diambil kan karena kejauhan penempatannya."

"Nanti kalau jauh lagi gimana?"

"Biar nggak saya PHP, jangan ditempakan yang jauh, dng!" Cefi mengomeli Nona HRC yang mulai merasa, Jangan-jangan dia anak si Bos gueh, berani-beraninnya ngomel.

Tahap demi tahap seleksi dilalui dari pagi hingga sore. Tepat menjelang magrib barulah pengumumannya. Pengumuman ini diambil tanpa ada voting SMS dari pemirsa. Hanya berdasar pada tes yang dilalui sepanjang hari.

"Nama-nama peserta yang diterima, sudah saya tuliskan di tembok depan ruangan ini. Yang telah diterima, silahkan masuk kembali untuk mengetahui penempatan. Dan bagi yang belum diterim di Bank Merdeka, bisa mencoba di lain waktu." Si Nona HRC menyampaikan pengumuman dengan anggun nan menawan bak Putri Indonesia.

Satu per satu saling bergerombol mencari nama mereka di kertas pengumuman seperti sedang menunggu pengumuman kelulusan UN. Ada yang senang karena diterima, kecewa karena tidak lolos, dan ada juga yang kelapran.

"Kita keterima!" teriak Desi.

"Kok bsa? Aku kira kita uda ada di black list karena sering PHP."

"Biarin deh, penting keterima dulu.," Desi salah satu yang terlihat senang. "Yuk masuk."

Di dalam sebuah aula lantai dua gedung Bank Merdeka, keduanya menunggu giliran informasi penempatan mereka. Bak dua kembar yang tak ingin dipisahkan, Cefi dan Desi bergandengan tangan—berharap mereka kan selalu bersama.

"Aku nggak mau kita berpisah," Cefi memegang tangan Desi semakin erat. Keduanya begitu dekat sejak pertama mereka bertemu di antara pohon-pohon taman.

***

Di suatu siang, saat Cefi baru saja berpindah ke rumah barunya. Angin sepoi-sepoi berhembus menebarka bau daun-daun kering. Cefi berjalan-jalan di sekitar kompleks rumah barunya. Terlihat seekor anak kucing yang terus mengeyong dan berjalan sempoyongan. Mungkin ia sedang mabuk karena nggak sengaja meminum oplosan, pikir Cefi.

Perlahan ia berjalan mengikuti si anak kucing hingga di sebuah taman. Dengan penuh kasih sayang Cefi menggendong si anak kucing dan membelainya. "Kamu mau ke mana?" tanya Cefi pada si kucing.

Dan dalam bahasa kucing, si kucing pun menjawab, "Aku sudah tiga hari nggak makan, Mbak ... aku lesu, lunglai, lemah, dan tak berdaya."

Seakan terdapat ikatan batin di antara mereka, Cefi mengerti penderitaan si kucing. Ia terburu-buru membawanya pulang ke rumah barunya dan berencana merawat ssi kucing. Ia berlari-lari menyusuri jalanan kompleks agar segera sampai rumahnya.

"Di mana ini?" Cefi berhenti tepat di jalan saat ia menemukan si anak kucing.

"Kita kembali ke tempat semula," jawab si anak kucing dengan bahasa kucing tentunya.

"Kucing, apa kamu tahu rumahku?"

"Jangankan rumahmu, ibuku saja aku nggak tahu," jawab si anak kucing kembali dengan bahasa yang tidak berubah. "Aku sudah tak kuat lagi," si anak kucing yang malang pun akhirnya pingsan dalam pelukan Cefi.

Cefi menangis tersedu-sedu di pinggir taman. Ia takut si anak kucing akan mati di usia belia padahal ia belum sempat meyempurnakan separuh agamanya. Kisah keduanya begitu memilukan.

Di depan halaman sebuah rumah, seorang gadis terus mengamati Cefi dari kejauhan. Ia mulai khawatir ketika ia melihat Cefi menangis di pinggir taman. Ia buru-buru menghampiri Cefi.

"Kamu kenapa?" tanyanya dengan menuh kekhawatiran.

"Kita harus selamatkan dia. Dia hampir mati!"

"Siapa?" Cefi menunjukan si anak kucing yang meringkuk tak berdaya di dalam pelukannya.

Desi—begitulah orang-orang memanggil gadis itu—tak kalah terkejutnya melihat kondisi si kucing. "Kita panggil ambulance!"

"Aku ingin membawanya pulang ke rumah, tapi aku lupa jalan pulang."

"Kalau begitu kita bawa ke rumahku saja!" Desi membantu Cefi memboyong si anak kucing agar segera sampai di rumah Desi ternyata berada di seberang saja.

Desi segera masuk ke rumahnya diikuti Cefi menuju halaman belakang rumah Desi. Si anak kucing ditidurkan dalam sebuah keranjang kecil yang memang diperuntukkan sebagai tempat tidur anak kucing.

"Tunggu di sini, ya," Desi pergi meninggalkan keduanya menuju kamarnya. Ia menengok kolong-kolong kasur mencari sesuatu. "Ah kamu di sini rupanya."

Desi menarik ekor kucing betina miliknya. Kucing persia gembul dengan bulu coklat muda yang sangat lucu. Ia bergegas membawa Sassy, begitu nama kucingnya, menuju Cefi. Ia meletakkan Sassy di dekat anak kucing Cefi.

"Sassy, kamu harus memberinya ASK," meski Desi begitu cemas, Sassy hanya memandangya dingin. "Ayo Sassy! Keluarkan payudaramu!" Desi meneletangkan Sassy dengan paksa.

Merasa telah mendapatkan perlakuan yang tak pantas, sebagai kucing dengan harga diri yang tinggi, Sassy pun melawan. Ia mencakar tangan Desi meski ia pemiliknya dan melarikan diri.

"Sassy, kembali!" Desi mengejar Sassy yang berlari kencang di kolong-kolong meja, kursi hingga ia berhasil meloloskan diri di atap.

"Desi, biarkan saja. Kita beri minum es sirup saja. Itu juga seger," usul Cefi.

Desi menuruti Cefi untuk membuat es sirup. Tasapi tidak untuk si kucing, melainkan untuk Cefi, dan si anak kucing cukup dengan susu formula milik Desi.Hingga saat itu Cefi merawat anak kucing dan memberinya nama Susu.

***

"Desi Ratnasari bertempat di Kampung Luar. Cefienita bertempat di Kampung sebelah," si Nona HRC mengumumkan penempatan mereka.

"Desi, meski kita dipisahkan oleh jarak dan waktu, namun yakinlah hati kita satu."

"Memang kalian kembar siam?" celetuk si Nona HRC kesal.

"Cefi, jangan lupakan aku," berpelukanla mereka bak Teletubies.

Persahabatan anak remaja siapa tak pernah mengalaminya. janji-janji mereka lebih palsu dari janji tukang laundry yang PHP. Kita akan terus bersama, padahal saat mereka kembali ke rumah, mereka pun berpisah. Kamu terpenting dari segalanya, namun saat ujian sekolah mereka saling melupakan. Dan yang paling palsu, Aku tidak akan tergoyahkan meski nantinya akan bertemu laki-laki ganteng, tapi mereka langsung mengajak ke KUA setelah mendapatkan jodoh.

Apapun itu, shabat tetap sahabat. Elemen penting dalam perjalanan kehidupan.

Dua OtakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang