Dilema Filia

164 10 0
                                    

"Sebentar lagi kita wisuda, gaes. Bakal ngapain, ya?" tanya Filia membuka diskusi.
"Nggak tau. Pikir nanti saja. Sekarang ke kantin saja, yuk," Oliv mengalihkan pembicaraan. Felli yang tak kuat iman saat mendengar kantin pun mengekor ketiga sohib seperjuangannya selama empat tahun terakhir ini.
Kantin kampus masih begitu-begitu saja. Bau rokok di mana-mana, terlebih jika mereka melewati stan Mbok Sum di ujung kantin. Stan itu kesukaan mahasiswa dan dosen muda untuk sekedar nongkrong sambil minum kopi selama berjam-jam. Karena terlalu lamanya, saat keluar kantin mereka sudah brewokan dan tumbuh anak-anak uban.
Akhir masa perkuliahan menjadi masa-masa terakhir bagi Filia untuk bersama Oliv, Franda, dan Nilam. Ketiga temannya mungkin belum tahu tujuan mereka setelah bergelar Sarjana, namun Filia sudah memiliki bayangan untuk merantau.
Di bangku tengah kantin mereka berempat duduk. Hari ini giliran Oliv yang harus mesankan. Es cappucino milik Filia, es mocacino milik Nilam, dan dua jus jambu biji untuk Oliv dan Franda dipesan.
"Om, pesan es cappucino, mocacino, dan jus jambu," pesan Oliv pada si Om penjual. Nada bicara Oliv yang genit menarik perhatian Tante penjual terusengawasi suaminya, takutnya si Om malah kepincut daun muda. Si Om yang takut pada mata istrinya yang tajam hanya menunduk tak berdaya.
Oliv kembali gabung dengan The Gang. Seperti biasa sambil menunggu pesanan datang mereka rumpi-rumpi cantik membicarakan dosen muda yang menjengkelkan. Kebetulan ia sedang nongkrong sambil minum kopi di pojok seperti biasa.
"Kok ada manusia itu, sih?" komen Nilam yang sangat kesal dengan cara mengajar Mr. Adam.
"Jangan kesel-kesel, nanti kamu kangen," celetuk Oliv.
"Ih, amit-amit! Yang ada pingin jitak botaknya!" Di pojok si Mr. Adam melirik ke arah Nilam.
"Tuh, Botak ngelirik kamu." Oliv berulah usil. Nilam yang semakin kesal respek mencubit tangan Oliv. Hanya karena nama Adam adalah nama mantan Nilam, ia jadi terbawa perasaan dan terus merasa kesal pada dosen muda itu. Sebenarnya Mr. Adam seperti dosen lainnya yang datang ke kelas dan mengajar. Namun bedanya ia terkadang melakukan hal-hal aneh yang membuat mahasiswanya bingung.
Pernah suatu ketika, ujian mid semester telah bersemi. Semua mengerjakan dengan serius. Namun tiba-tiba di saat mengerjakan Mr. Adam meminta semua untuk berhenti mengumpulkan kertas ujian mereka meskipun ada banyak soal yang belum terselesaikan.
"Sudah, saya ngantuk menunggu kalian. Sekarang istirahat saja. Saya juga pingin ngopi di warung Mbak Sum," begitu katanya.
"Belum selesai, Pak," jawab salah seorang mahasiswa.
"Selesai nggak selesai nilai kalian juga paling nggak beeda jauh," Mr.Adam mulai membereskan barang-barangnya. "Nggak usah khawatir, semua B, deh. Tapi kalau rajin masuk saya beri A." Mr. Adam mulai berjalan dan menarik kertas ujian mahasiswanya.
"Terus buat apa coba aku belajar semalam?" gumam Nilam kesal. Filia yang mendengarnya hanya tersenyum geli.
"Yang lebih mengesalkan, setelah ujian ia justru mengomel pada mahasiswanya karena nilai ujian mereka jelek dan banyak soal yang tidak terselesaikan."
"Kan Mister yang minta kita langsung keluar? Lima belas menit mana ada yang bisa terselesaikan."
"Ah, itu hanya alasan kalian saja. Kalau kalian belajar, lima menit itu semua soal sudah selesai," jawabnya tak mau kalah.
Hukum di kampus tak pernah salah. Saat mahasiswa salah dan dosen benar maka dosen memang benar. Saat mahasiswa benar dan dosen salah, maka dosen lah yang benar. Saat mahasiswa dan dosen salah, dosen tetap benar. Tidak ada suatu hal yang dapat membuat dosen salah dan ia selalu benar.
Lima menit mereka menunggu. Untung saja hanya lima menit, kalau sampai lima tahun mungkin rambut Mr. Adam bisa tumbuh. Si Om menyajikan minuman dengan sedikit mencuri pandang ke arah Oliv yang berbalas ucapan terimakasih genit.
Berbeda dengan Nilamyang kesal saat ada yang mengingatkannya pada sang mantanOliv hobi datang ke kantin. Pasalnya si Om ternyata sangat mirip dengan kekasihnya yang sedang jauh berlayar. Mustahil mereka dapat bertemu sesering mungkin. Mereka hanya bertemu setahun sekali. Untuk melepas rindunya Oliv datang ke kantin dan mellihat si Om yang mirip dengan kekasihnya. Namun tingkah Oliv yang genit karena bawaan orok, membuat salah paham bagi si Tante. Dalam pikiran si Tante suaminya itu sudah genit dengan mahasiswa. Setelah pulang ke rumah si Tante biasanya melakukan protes dengan tidak masak seharian. Kalau si Om lapar, ia hanya bisa makan makanan sisa berjualan hari ini. Parahnya jika tidak ada yang tersisa, ia akan berpuasa tujuh hari tujuh malam.
Seakan tak peduli dengan nasib si Om yang akan jadi apa nantinya setelah pulang ke rumah dan tak peduli juga apa botak Mr. Adam sudah tumbuh atau masih lapang, Filia sibuk memainkan HP di tangannya. Kali ini ia tidak bergabung nimbrung dengan ketiga temannya.
Dengan khusu ia bertanya pada Mbah Google tentang suatu hal menyangkut masa depannya. Ia mencari lowongan kerja. Buka link sana-sini, baca lowongan PT A, B, C. Tidak ditemukan juga, padahal es mocacinonya sudah habis.
"Lagi ngapain dia?" tanya Franda pada yang lain.
"Biasa, sok sibuk," sahut Nilam.
"Sok Sibuk!" Oliv mengeraskan suaranya agal Filia mendengarnya.
Sadar ia yang disindir, Filia menghentikan aktifitasnya dan meletakkan ponselnya. Ia hampir melewatkan masa-masa kebersamaan hanya karena HP pintarnya.
*** Filia pulang saat adzan dhuhur berkumandang. Ia melihat dalam rumahnya sangat sepi. Instingnya mengatakan sesuatu terjadi. Ia membuka pagar pelan dan berjalan mengendap. Radar transparan mendeteksi seseorang akan mengejutkannya dari dalam, entah dengan senapan angin atau gas air mata. Ah tidak, itu hanya dalam pikiran Filia saja. Ia tetap berjalan perlahan agar ayah, ibu, dan adiknya yang sedang tidur siang tidak terbangun.
Setelah mencuci kaki Filia masuk kamar. Untuk apa? Untuk semedi. Ya, nggak lah. Filia ke kamar untuk istirahat dan lanjut mencari lowongan hingga ia tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi meenuju barat. Bukan untuk mencari kitab suci, tapi untuk mencari kerja. Di dalam mimpinya ia pergi ke berbagai negara dan menjadi guide. Di dalam dirinya ingin menjadi guide, atau setidaknya kelak ia bekerja tidak di dalam sebuah ruangan yang menghalanginya dari dunia luar.
"Mak, Filia pergi ke Bali, ya," tanyanya pada Emak setelah bangun.
"Ngapain ke Bali? Nanti kena bom, lo."
"Di Bali kan nggak ada perang, Mak."
"Nanti Emak yang perang sama Bapak," Emak mulai ngegeje.
"Mau jadi tour guid, Mak."
"Pemandu sorak? Eh, wisata?" Emak mulai gusar. "Haduh, Bali kan jauh. Nanti kalau kamu lapar gimana? Kalau kamu sakit? Nanti kalau tidur? Mandi?" Emak mengeluarkan sejuta alasan agar Filia tidak ke Bali.
"Filia sudah bisa semua, Mak," Filia mulai kesal dengan alasan Emak yang aneh. "Ke Yogya, deh. Nggak perlu Bali."
"Jangan jadi tour guide, deh. Bagaimana kalau kamu nanti diculik bule? Kamu kan kecil, nanti bule-bule yang kamu pandu nggak bisa lihat kamu," Emak kembali memberikan alasan-alasan aneh. Kali ini alasan Emak membuat Filia berfikir keras. Ia berlari ke kamar dan menghadap cermin yang tertempel di pintu lemari. Berulang kali ia melihat tubuhnya. "Aku kecil, ya?" ia menguji kebenaran yang tak ia sadari selama ini.
"Pantas saja kalau ke mall bareng mereka aku dikira bolos terus," Filia mengingat beberapa fenomena saat ia dilarang masuk ke mall karena dikira bolos sekolah. Ia masih tertahan di pintu hingga teman-temannya selesai berbelanja dan tidak sadar akan Filia yang tertinggal. Mereka baru sadar saat keluar pintu mall dan meneemukan Filia berdiri di depan pintu bersama seorang satpam.
"Kenapa juga nggak telepon?" Oliv mengomeli Filia.
"Hp dan dompetku kutitipkan di tasmu! Aku nggak bisa telepon, nggak bisa ngasih bukti kalau aku 20 tahun, nggak 15 tahun!" protes Filia. "Kalian juga kenapa nggak cari aku?"
"Kita khilaf lihat baju, khilaf lihat sepatu, tas. Tadi itu bagus-bagus," Franda membela diri.
"Kita baru inget kamu saat makan."
"Makanya, kamu belajar dandan sedikit. Kamu itu baby face, nggak ada yang nyangka kamu sudah kuliah. Dandan dong!" Oliv langsung menyerang Filia.
Jika harus dandan, Filia tidak sanggup. Bibirnya tidak akan bisa terbuka saat tersentuh lipstik, matanya berat dan tak dapat terbuka saat tersentuh eyeliner dan mascara. Wajahnya kaku tertempel blash on dan sejenisnya. Filia belum juga menemukan jawaban. Sehari semalam ia tetap di dalam kamarnya dan mencari lowongan online. Karena terlalu sibuk memikirkan akan kemana ia setelah lulus, Filia hampir saja lupa bahwa besok ia harus menghadapi sidang skripsi.

Dua OtakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang