Bagian~2

6.9K 506 12
                                    

5 tahun yang lalu ;

Sepasang kaki yang terbalut sepatu kulit itu melangkah tergesa-gesa ketika keluar dari sebuah gedung bertingkat 4, yang terlihat besar namun tidak sebesar beberapa gedung lainnya yang berada dalam jarak cukup dekat dengan gedung tersebut. Setelah membuka pintu mobil yang telah terparkir di depan gedung, pria itu masuk ke kursi penumpang bagian belakang.

Dengan napas yang memburu karena berlari, pria itu memberikan perintah kepada orang yang duduk di depannya, bertindak sebagai supirnya untuk hari ini karena pria itu takut akan mencelakakan dirinya terlebih dahulu sebelum sampai di tempat tujuan.

"Cepat jalan! Jangan sampai kita terlambat sampai di sana." perintahnya.

"Baik, pak." sahut si supir seraya mulai menghidupkan mesin mobil, lalu membawa mobil tersebut keluar dari gedung perkantoran yang masih menyisakan beberapa orang yang turut menyaksikan aksi pria itu.

Dalam kecemasan yang memuncak, bahkan hampir membakar kinerja otaknya, pria itu terus berdoa di dalam hati agar dirinya tidak terlambat dan dapat mencegah kejadian buruk yang mungkin saja terjadi. Pria itu mengakui, jika dirinya adalah pendosa sejati dan kemungkinan dikemudian hari akan menerima hukuman berupa panasnya api neraka karena kerap kali melakukan perbuatan yang dilarang agama, seperti minum-minuman keras, menikmati pergulatan panas dari satu wanita ke wanita lainnya, bahkan dulu pria itu pernah mencicipi narkoba meski sekarang sudah tidak lagi.

Pria itu berharap agar Tuhan mau mendengarkan doa'nya sekali ini saja, supaya ia bisa datang tepat waktu dan menyelamatkan satu-satunya orang yang telah menemaninya menjalani hidup selama ini. Orang itu, meski terlihat tegar di luar, namun sangat rapuh di dalamnya. Dan pria itu sudah berusaha mati-matian menjaganya agar kerapuhan yang ada tidak menyebabkan orang itu terpuruk dan hancur berkeping-keping.

Kini, buah karma yang pria itu tanam rupanya telah menimpa orang yang sangat dikasihinya. Menghilangkan semua tawa dan mendatangkan air mata yang tak pernah surut dari mata orang yang dikasihinya itu. Jika begini kejadiannya, maka sudah sedari awal pria itu menjauhi yang namanya kenikmatan dunia, agar apapun yang ia lakukan tidak berimbas kepada orang di sekelilingnya.

"Kita sudah sampai, pak." teguran yang terdengar cukup tegas tersebut menyadarkan pria itu dari lamunan.

"Tunggu di sini. Siapa tau aku masih memerlukan bantuanmu." katanya.

Sang supir belum sempat menjawab ketika pria yang menjadi atasannya tersebut sudah terlebih dahulu melesat keluar dari mobil hingga meninggalkan pintu mobil yang terbuka lebar.

Setengah berlari, pria itu memasuki gedung apartemen yang walaupun bukan di kawasan elit, namun sangat bersih sejauh mata memandang. Berulang kali pria itu mengumpat di dalam hati dikarenakan lift yang dinaiki pria itu yang menurutnya bergerak sangat lambat. Berusaha sangat keras agar kata-kata kasarnya itu tidak keluar dari mulutnya dan mengganggu pengguna yang lain.

Setelah menunggu sedikit lebih lama, akhirnya lift tersebut berhenti di lantai yang pria tuju. Lalu, tanpa memperdulikan etika kesopanan, pria melesat keluar bahkan menambrak bahu orang-orang yang juga turut keluar dari lift. Berbagai kata protes bisa didengarnya, namun apalah daya, waktu sudah sangat mepet dan ia tak mungkin menghentikan langkah hanya untuk sekedar meminta maaf.

Belum reda napasnya yang memburu, pria itu langsung membuka pintu yang ada di depannya tanpa perlu bersusah payah. Walaupun pria jarang datang ke sana, ia cukup berpuas diri karena dipercaya untuk mengetahui deretan angka untuk membuka pintu berwarna biru langit tersebut. Tidak ada yang berbeda ketika pria berada di dalam apartemen yang keseluruhannya didominasi warna putih dan sedikit biru tersebut, tetap bersih juga terasa sangat tenang tanpa indikasi adanya kejadian yang perlu dikhawatirkan.

Harapan Di Ujung Senja [TTS #2 | TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang