"Lagi??" Rissa sedikit terkejut dengan kedatangan dua sosok manusia ke UKS. Fani datang sambil memapah Alvaro, orang ketiga hari ini yang masuk ruang itu dengan alasan yang sama yaitu akibat ulah Arsen.
Fani dan Alvaro hanya nyengir sebagai jawaban mereka dan dengan segera, Fani memapah kembali tubuh Alvaro ke salah satu ranjang UKS.
"Gila! Lo berat banget, Al!" desah Fani setelah berhasil mendudukkan Alvaro di salah satu ranjang UKS.
Alvaro menjawabnya dengan sebuah cengiran khasnya. "Hehehe ... gue nggak berat, Fania sayang. Ini itu efek karena otot-otot sixpact gue." Alvaro menaik turunkan kedua alisnya, menggoda Fani. Fani memutar bola matanya malas. Alvaro memang sering menggoda Fani bahkan memanggil nama Fani dengan embel-embel sayang di belakangnya. Tapi semua orang tau jika itu hanya candaan saja mengingat selain mereka tidak memiliki hubungan selain teman sekelas, Fani dan Alvaro juga baru mengenal tiga bulan yang lalu.
Fani dan Alvaro memang murid baru tiga bulan yang lalu. Mereka berdua berkenalan ketika tak sengaja bertemu di ruang kepala sekolah saat awal masuk, dan ternyata mereka ditempatkan di satu kelas yang sama.
"Bu Kinan masih cuti?" tanya Fani pada Rissa, teman sebangku sekaligus salah satu pengurus ruang UKS.
Rissa mengangguk, mengambil kotak P3K di etalase kaca khusus lalu berjalan mendekati Alvaro.
"Katanya sih bakal ada dokter pengganti sementara dulu buat gantiin Bu Kinan yang masih cuti melahirkan. Tapi entah sampai hari ini belum ada konfirmasi lebih lanjut dari pihak sekolah," jelas Rissa. Dia menyeret sebuah bangku plastik, lalu duduk untuk mulai memeriksa seberapa parah luka Alvaro.
"Cek kaki kirinya," ucap Fani kemudian.
Tanpa menjawab apapun perkataan Fani, Rissa segera mengikuti saran Fani.
Rissa menggeser kursi plastiknya sedikit ke samping lalu berjongkok. Dia melingkis celana panjang hitam Alvaro hingga lutut. Rissa terkesiap saat mendapati bercak merah di kaus kaki kiri pendek putih Alvaro.
"Lo berdarah," cicit Rissa, lalu segera melepas sepatu dan kaus kaki kiri Alvaro dengan hati-hati.
Alvaro sedikit meringis ketika meraskan mata kakinya berdenyut nyeri. Sepelan apapun Rissa melepas sepatu dan kaus kakinya, tetap memberi efek nyeri pada kakinya tersebut.
"Kayaknya kaki lo juga terkilir deh, Al," Rissa menghela napas pelan. "Gue bakal kasih pertolongan pertama agar kaki lo nggak lebih bengkak dari ini."
Fani yang dari tadi hanya berdiri bersandar di tembok dan memperhatikan saja, meringis saat melihat mata kaki Alvaro yang terlihat sudah sedikit membengkak dengan warna sedikit biru kehijauan.
Rissa membuka kotak P3K dengan cekatan. Membersihkan darah kering yang masih menempel terlebih dahulu dengan kapas yang telah dilumuri dengan alkohol sebelum dia membungkus kaki kiri Alvaro dengan kasa steril dan perban melingkar. Rissa melakukannya tanpa kesulitan apapun.
"Jadi, apa masalah lo kali ini?" Fani mengangkat sebelah alis, bertanya pada Alvaro yang masih sesekali meringis merasakan denyut nyeri di kakinya.
"Apa?" Bukannya menjawab, Alvaro malah balik bertanya.
"Lo nglakuin apa lagi sama dia?"
Sebenarnya Fani bertanya bukan tanpa alasan. Dia hanya penasaran dengan seorang Alvaro yang apabila murid lain yang sudah pernah berurusan dengan Arsen rata-rata kapok dan menghindar untuk tidak mencari masalah dengannya lagi, Alvaro justru sebaliknya.
Alvaro tidak pernah takut atau kapok. Justru seolah dia memang sengaja mencari gara-gara, memancing kemarahan seorang Arsen yang berakhir dirinya di UKS dengan luka di tangan, kaki, hidung, pipi atau memar di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me Love Me (Published On Dreame) - Complete
Teen FictionArsen, seorang pria badboy pada umumnya yang sering diceritakan seperti di drama, novel, film maupun wattpad. Arsen membenci hidupnya. Hatinya dingin dan suka menghajar orang sesuka hatinya. Statusnya sebagai anak pemilik sekolah tempat dia berada m...