4 - Dasar Gila

11.1K 537 9
                                    

Fani membenturkan keningnya berkali-kali ke meja bar. Tatapannya yang kosong itu lebih ke memelas seakan dia sudah sekarat dan akan mati sebentar lagi. Dia tidak henti-henti merutuki kebodohannya atas apa yang tadi dia lakukan. Rissa yang sedari tadi telah duduk di sampingnya hanya bisa menatap kelakuan Fani dengan horor sambil sesekali meringis.

"Fani ... kepala lo bisa benjol kalau terus lo benturin kayak gitu. Mending benjol doang. Nah, kalau otak lo jadi geser terus mendadak bego' kan nggak lucu juga."

Fani menghentikan kegiatannya. Ia menoleh ke arah Rissa dengan ekspresi paling mengenaskan.

"Rissa. Lo punya pil pcc nggak?"

Mendengar pertanyaan bodoh Fani, hampir membuat Rissa tersedak air liurnya sendiri.

"Buat apaan? Aduh, please deh, Fan. Lo tuh udah cukup nggak waras. Jangan sampai jadi gila." Rissa berdecak. "Ah, gue salah. Lo emang udah gila."

"Anjir, gue masih nggak bisa percaya lo seberani itu!" lanjut Rissa.

Fani mengangguk lemah. Benar, gue aja masih nggak percaya dengan apa yang gue lakuin tadi.

"Astaga! Gue yang jadi penonton aja merinding sendiri kalau inget." Rissa melanjutkan ocehannya.

Dan sekali lagi Fani hanya menjawab dengan anggukan lemah. Apalagi gue yang nglakuin?

"Aduh, sumpah ya, Fan! Lo beneran udah sinting!"

Fani mengangguk lagi dan lagi. Iya, gue sinting. Banget malah.

Rissa terus saja meracau selama itu dan Fani terus menjawabnya dengan anggukan kepala lemah membenarkan perkataan Rissa. Mereka bahkan tak sadar jika sejak sepuluh menit yang lalu ada seorang pria yang mengamati mereka bergantian dengan tatapan bingung.

"Kalian berdua bahas apa sih?" Karena tak juga paham dengan kelakuan dua gadis absurd di depannya, pria itu bertanya.

"Chubby kenapa, Ra?" Pria itu menatap Rissa penuh tanya.

Rissa mendengus. "Nama gue itu Ri-Sa. R-I-S-A! RI bukan RA! Lo kira gue Dora apa."

"Mirip, sih. Sebelas dua belas," cengir pria itu. Rissa menatapnya dengan sebal.

Pria itu mengindikkan bahu acuh lalu beralih menatap Fani. "Kalau lo nggak cepet ganti baju dalam waktu sepuluh menit. Potong gaji!" ancamnya.

Fani yang tadi pikirannya melayang-layang entah kemana langsung connect ketika mendengar dua kata paling horor dalam hidupnya. POTONG GAJI!

Tanpa komando, Fani berdiri, menyentakkan kepala ke depan dan langsung berlari melesat ke ruang ganti karyawan.

Fani memang sudah sejak setahun yang lalu bekerja di sebuah cafe. Cafe mewah nan elite yang mempunyai dua lantai. Hampir semua yang datang ke cafe tersebut naik kendaraan beroda empat.

Fani pernah berpikir jika orang-orang yang mau makan di cafe tersebut pasti orang-orang gila. Mereka pasti orang-orang kaya yang kebanyakan uang dan bingung cara menghabiskannya. Bayangkan saja, harga satu cangkir teh kecil saja bisa mencapai lima belas ribu rupiah! Sangat tidak masuk akal dan diluar nalar seorang Fani.

Sempat heran juga karena cafe tersebut tidak pernah sepi pengunjung. Hingga akhirnya, Fani berhenti memikirkan orang-orang kaya gila macam apa yang mau membuang uang di sana. Toh, itu tidak merugikannya. Semakin banyak pengunjung maka akan semakin bagus untuk dia. Lagipula, gaji di cafe tersebut cukup besar. Setidaknya, Fani bisa membayar uang sekolah dan menabung dari gaji tiap bulannya.

"Kalau gitu, gue pulang dulu ya, Fan." Akhirnya Rissa pamit pada Fani setelah Fani kembali ke meja bar dengan seragam khas peayan cafe.

Fani mengangguk pada Rissa dan menggumamkan kata terimakasih.

Save Me Love Me (Published On Dreame) - CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang