Ray keluar dari lift dan berlari menuju apartemen Eilena dengan membawa kantong yang berisi dua buah eskrim. Tanpa peduli dengan orang-orang sekitar yang menatapnya heran. Dengan cepat, ia memasukkan kata sandi apartemen Eilena. Sungguh perasaannya khawatir. Ray terus mencari dan meneriaki Eilena. Tapi tak kunjung ada jawaban. Hingga akhirnya ia menemukan Eilena menangis di pojokan kamarnya. Ditambah dengan barang-barang yang berhamburan.
"Hey, are you okay?" Ray menangkup kedua pipi itu dengaan tangannya. Menatap lekat kelereng hitam milik Eilena.
Eilena diam, dalam hati ia tertawa puas. Ray masih peduli dengannya. Buktinya dia rela datang meski ia sedang kencan dengan Irasha. Rencananya berhasil, sudah ia duga yang sebenarnya Ray cintai itu dirinya bukan Irasha.
"Lo tenang dulu ya, Len. Gue beliin lo es krim." Tangan Ray bergerak menyeka air mata Eilena lalu memberikan eskrim itu pada Eilena.
"Ray, thanks udah datang. Gue pikir lo gak bakal datang." Eilena tersenyum sembari menikmati eskrimnya.
"Lo masih sahabat gue. Gue gak mau lihat lo kenapa-kenapa."
Senyum licik itu merekah di wajah Eilena. Perkataan Ray kali ini membuatnya merasa jauh di atas Irasha. Memang seharusnya di sini ia berada. Jelas-jelas kalau dilihat dari fisik, Eilena masih lebih unggul dari wanita itu. Menurut Eilena,dari awal Ray memang sudah salah memilih.
"Ray jangan pergi. Temani Eilena di sini ya." Eilena menatap Ray penuh harap. Ditatap seperti itu, Ray lantas hanya bisa mengangguk mengikuti kemauan gadis itu.
"Yay!" Eilena bersorak girang lalu memeluk Ray manja.
Ray tidak membalas pelukan itu. Tangannya terlalu kaku untuk digerakkan. Bukan. Bukan karena dia gugup. Sebenarnya Ray sangat ingin membalas pelukan sahabatnya itu. Tapi tangannya terlalu sulit untuk digerakkan.
"Ray," Eilena melepas pelukan itu.
"Hmm," Ray hanya bergumam malas dan memandang ke arah lain.
"Malam ini lo tidur di sini aja ya. Gue takut sendirian. Nyokap pasti gak pulang hari ini."
Ray bingung harus menjawab apa. Hatinya berbisik untuk menyuruhnya pulang. Tapi ia tidak tega meninggalkan Eilena dalam kondisi begini. Tak punya pilihan lain, lagi-lagi ia menuruti kemauan gadis itu.
"Iya," jawabnya singkat.
Eilena semakin tersenyum puas. Untuk hari ini, ia akan bersenang-senang bersama Ray. Dan Irasha akan ia tendang jauh-jauh dari kehidupan Ray.
Goodbye little girl!
"Eilena mau makan apa? Biar gue masakin." Entah apa yang terbesit di pikirannya sampai-sampai ingin membuat makanan untuk gadis itu.
"Nasi goreng ayam," Eilena menatap Ray dengan puppy eyes khasnya.
"Tunggu di sini," perintahnya lalu berjalan ke dapur.
Ray melenggang pergi menuju dapur. Ia mencari bahan-bahan masakan di lemari es. Dengan cekatan, ia memotong wortel dan bahan lainnya. Namun, bunyi ponsel Eilena itu mengusik aktifitasnya. Awalnya, Ray mengabaikan itu. Tapi ponsel itu tetap tidak berhenti berdenting. Ada satu hal yang melintas di pikirannya saat melihat orang yang menghubungi Eilena. Clara. Pikirannya tiba-tiba mengingat saat Chris menceritakan kejadian Eilena dengan Clara. Tanpa ba-bi-bu lagi, Ray langsung menggeser ponsel itu menuju tombol hijau. Ray diam, ia tidak berkata apa-apa. Ia ingin mendengar apa yang ingin Clara bicarakan.
"Len, Gimana Ray percaya sama lo gak? Dia mau datang? Thanks ya, gue lagi jalan sama Jeysen nih." ujar Clara.
Tanpa mendengar apa kelanjutan yang dibicarakan Clara. Panggilan itu langsung diputuskan secara sepihak oleh Ray. Ray menggeram kesal. Tangannya terkepal kuat-kuat. Ia benar-benar murka. Betapa bodohnya dia mempercayai Eilena. Ray berjalan menuju ruang tamu.
Eilena sedang asyik menonton TV. Mendengar derapan kaki Ray, ia langsung menoleh.
"Udah selesai masak ya?" tanya Eilena bersemangat.
Ray diam. Tatapan matanya begitu tajam penuh amarah. Eilena mengernyit tidak mengerti.
"Mulai sekarang jaga jarak dari gue. Anggap gue orang asing yang gak pernah lo kenal." Ucapannya begitu pelan dan dingin. Menghancurkan Eilena begitu dalam. Kata-kata sederhana itu membuat tubuh Eilena mati di tempatnya.
Untung saja, Eilena perempuan kalau tidak ia pasti sudah menghabisinya. Seumur hidupnya, dia paling benci dengan yang namanya kebohongan. Apalagi karena kebohongan sepele ini, menghancurkan rencananya untuk Irasha. Ray membereskan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas.
"Ray! Maksud lo apa? Kenapa sih lo gak mau stay di sini aja buat malam ini? Kapan lagi lo punya waktu buat gue? " Tangisnya pecah bertepatan dengan ia meluncurkan kalimat tersebut. Ia tidak akan menyerah.
"Lo tau kalau dari dulu gue gak suka dibohongin kan?" balas Ray sengaja.
"Ray! Tolong! Lihat gue! Apa gue kurang cantik buat lo? Apa gue kurang menarik?" Eilena berlari menghadang Ray yang akan pergi. Nadanya naik satu oktaf saat mengatakan kalimat itu. Ray memandangi penampilan Eilena jijik. Wanita di hadapannya sedang mengenakan kaus transparan sehingga memperlihatkan dalamannya. Hotpantsnya itu tertutup dengan bajunya sehingga hanya memperlihatkan kaki mulusnya.
Ray mendesis, "Gue cuma mau bilang sama lo. Jangan ganggu gue sama Irasha lagi. Sekuat apa pun lo berjuang, lo gak bakalan berhasil buat gue berpaling. Satu hal yang harus lo ingat, perasaan lo ke gue itu cuma obsesi bukan cinta." Eilena mematung di tempatnya. Kata-kata itu seperti belati yang menusuknya.
"Berhenti ngusik hidup gue," bisik Ray pelan.
Tanpa menghiraukan tangis Eilena, Ray melangkah pergi dari apartemen itu. Meninggalkan Eilena dengan luka. Ray tak peduli. Jika Eilena tidak menghubunginya tadi, pasti dia sedang bahagia dengan Irasha. Namun, hanya dengan sepercik kebohongan Eilena itu, semuanya gagal di luar rencana.
Hello! Telat satu minggu updatenya. Maaf ya. Akhir-akhir ini benar-benar sibuk. Banyak acara, tugas, dan udah mau ujian. Aku bakal sempet-sempetin update juga kok. Maaf ya kalau chapternya gak jelas. Hehe. Iam still trying my best. Semoga suka. Enjoy ya <3
KAMU SEDANG MEMBACA
RaySha
Teen Fiction[C O M P L E T E D] Bagi Ray, mengejar Irasha seperti mengejar arus sungai. Tak tersentuh. Dan tak tergapai. Dia terus berjuang tanpa peduli Irasha yang terus menjauh. Sampai akhirnya, takdir mengizinkan Ray untuk memiliki Irasha. Saling mencintai...