29. Kesempatan

335 10 0
                                    



Hari kedua, mereka habiskan waktu mereka di Danau Beratan Bedugul. Banyak wisatawan yang berlalu lalang. Irasha terpisah dengan Ray, sehingga di sinilah dirinya. Berjalan sendirian sambil sesekali mengambil gambar dengan kameranya. Seseorang menyentuh pundaknya, Irasha menoleh ke belakang. Irasha menatap orang itu dengan pandangan bertanya.

"Kenapa?" tanya Irasha dengan raut wajah yang datar.

"Kita perlu bicara." Orang itu menarik Irasha menjauhi keramaiaan.

Eilena menatap manik mata Irasha dalam, "Gue minta maaf. Bener-bener minta maaf. Sekarang gue sadar, gue emang gak bisa paksain perasaan Ray buat gue. Gue selalu pikir Ray sayang sama gue. Ray selalu ada buat gue. Ray anggap gue lebih dari apa pun. Tapi setelah kehadiran lo, semua berubah, lo yang jadi prioritas dia. Gue dicampakkan gitu aja. Dan sekarang gue sadar mungkin memang gue gak ditakdirkan untuk dia dan selama ini perasaan gue itu obsesi. Soal kejadian di laboratorium itu juga rencana gue. Gue yang jebak Ray. Niat gue kali ini mau memperjelas semuanya. Gue gak akan ganggu hubungan kalian lagi." Eilena tersenyum ketika mengatakan kalimat terakhirnya.

Irasha menghela napas lega kemudian menarik kedua sudut bibirmya membentuk lengkungan ke atas. Memeluk Eilena lalu mengusap pelan punggung wanita itu.

"Aku juga minta maaf, selama ini aku terlalu menganggap buruk semua hal yang berhubungan dengan kamu. Di sini bukan cuma kamu yang salah. Kamu duluan dipertemukan dengan Ray. Duluan menyukainya, wajar kalau kamu merasa ini semua gak adil. Yah, mungkin ini memang cara takdir mempertemukan kita. Berawal dari musuh bisa saja jadi teman? Lupain aja kalau kita pernah musuhan. Kita bisa mulai dari awal lagi."

"Lo dewasa banget. Ray gak salah pilih orang kok," ujar Irasha.

Irasha mengeratkan pelukannya. Dia tersenyum lega. Di Bali, semua bebannya serasa terangkat. Cara takdir dan semesta mengatur hidup benar-benar tak terduga.

Irasha memberikan jari kelingking dan jempolnya, "Teman?"

Keduanya menautkan jari mereka sembari tersenyum senang. Kali ini semua yang dilontarkan Eilena benar-benar tulus. Ia lelah dengan sandiwara. Lelah dengan semua rencananya. Nyatanya, semua rencana itu justru memperburuk hidupnya. Lebih baik dia melepas dan merelakan. Selama ini ia terlalu dibutakan dengan keegoisan. Sampai-sampai tidak peduli dengan orang lain.

Ray is calling...

Ponsel Irasha berdenting, nama Ray terpampang di layar.

"Ya? Gue di pura tengah danau," jawab Irasha.

Irasha memutuskan sambungan.

"Dia mau nyusul ke sini ya?" tanya Eilena.

Irasha mengangguk pelan. Tak lama, Ray berlari kecil ke arah mereka. Lelaki itu mengernyit ketika pandangan matanya bertemu Eilena.

"Jangan negative thinking. Kita udah mutusin untuk mulai semuanya dari awal dan lupain masa lalu kita." Irasha memperjelas semuanya.

Ray menarik Irasha, dia tidak percaya dengan semua yang Irasha ucapkan.

"Jangan langsung percaya sama dia. Lo belum tahu seberapa munafiknya dia," kata Ray.

Irasha terbelalak kaget, wanita itu membulatkan matanya. Menatap Ray penuh keyakinan. "Kita bisa kasih dia kesempatan. Hargain perasaan dia, Ray. Gue tahu mana yang tulus dan palsu. Dan gue benar-benar yakin kalau Eilena itu tulus."

Ray menghela napas, "Gue ikut apa kata lo aja."

Irasha berjalan menuju Eilena tanpa peduli dengan Ray. Dengan malas, Ray mengikutinya.

"Maaf, Ray." kata Eilena lagi.

" Lupain aja, anggap gak pernah ada masalah. Kita bisa sahabatan kayak dulu lagi." balas Ray.

Irasha tersenyum melihat keduanya. Setelah itu, Eilena memutuskan untuk pergi. Katanya dia masih ada urusan dengan yang lain. Jadilah tinggal Irasha dan Ray di tempat itu.


Ray menyewa speed boat untuk berkeliling danau. Sesekali Irasha menjepret pemandangan dan juga mereka berdua yang duduk di atas speed boat.

Keistimewahan dari Danau Beratan Bedugul hanyalah pemandangan di sekitarnya. Letak pura yang dikelilingi danau. Ditambah pepohonan cemara yang rindang, bunga, rerumptan, inilah yang menarik wisatawan untuk berkunjung ke tempat ini.

*****

Irasha menggeret kopernya setelah diambil dari bagasi di Bandara Soekarno Hatta. Study tour kali ini hanya dalam waktu tiga hari.

"Ayo, pulang sama gue." Ray menarik tangan Irasha menggenggamnya hingga ke parkiran.

Di dalam mobil, mereka sama-sama tidak bersuara. Ray lelah begitu pula dengan Irasha.

Ray memberhentikan mobilnya di depan teras rumah Irasha. Lelaki itu membawa koper Irasha.

"Langsung istirahat ya. Lo kelihatan capek banget." kata Ray.

Irasha mengangguk kemudian melambaikan tangannya pada Ray. Irasha langsung masuk kamar lalu merebahkan badannya. Menatap langit-langit putih di kamarnya.

"Kamu udah pulang?" tanya Tania.

"Besok kita akan ketemu sama teman mama jam 6." sambungnya lagi kemudian keluar dari kamar Irasha.

Teman? Tidak biasanya Tania memperkenalkan dia dengan teman-temannya. Ah, sudahlah. Dia tidak ingin berpikir terlalu panjang. Yang dia butuhkan saat ini hanyalah tidur.

*****

Irasha menaiki lift hotel bintang lima dengan ibunya. Sambil sesekali menarik roknya yang menurutnya sangat pendek. Awalnya dia hanya ingin menggunakan kaos dengan celana jeans, tapi Tania malah mengomelinya.

"Ma, sebenarnya kita mau ke mana sih?" tanya Irasha tak sabaran.

"Jangan berisik, nanti kamu juga tahu."

"Itu orangnya," kata Tania menunjuk lelaki yang duduk membelakangi mereka.

Napas Irasha langsung tercekat ketika melihat orang itu. Jelas dia kenal dan dia tahu apa maksud dari pertemuan ini. Gadis itu mematung di tempatnya. Orang itu adalah Om Andrian. Bos mamanya dan jelas tujuannya bertemu untuk menawarkan Irasha pekerjaan yang sama dengan ibunya.

"Maaf, saya tiba-tiba ada urusan," kilah Irasha kemudian pergi.

Tangan besar milik Om Andrian menariknya.

"Tolong bersikap lebih sopan," ucapnya dengan suara bariton.

"Maaf, tapi kalau tujuannya masih sama seperti dulu jawaban saya tetap sama. Saya gak bisa,"

Om Andrian menatap Irasha meremehkan. Menurutnya wanita di hadapannya terlalu sombong. Padahal dia tahu betul sikap Irasha dengan Tania tidak jauh berbeda.

"Jangan terlalu sombong, Irasha. Saya tahu betul bagaimana sikapmu. Dan jika kamu masih menolak, maka jangan salahkan kalau saya memaksamu dengan kasar," tukas Om Andrian.

Irasha meninggalkan Om Andrian tanpa peduli dengan ancamannya. Dia masih memilih harga dirinya daripada pekerjaan murahan itu.

"Maaf," ucap Tania menunduk merasa bersalah.

"Saya pastikan Irasha akan menyesal atas perbuatannya! Dan dia akan menerima tawaran itu!"Giginya bergemeletuk penuh kemarahan. Tatapannya nyalang.

Tania menunduk dia tahu segala cara tidak bisa menghalang keinginan bosnya itu.

Hey! Dua- tiga part lagi cerita ini bakal tamat. Yah, jadi pastiin tetap baca cerita ini ya. Tinggal beberapa part lagi kok. Thankyou.

RayShaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang