Hujan

228 27 11
                                    

Renata pov

Hujan rintik-rintik masih setia membasahi aspal hitam. Lampu-lampu disepanjang jalan yang temaram membuat suasana menjadi lebih sempurna jika dikaitkan dengan.. kesedihan? Atau mungkin kemesraan?

Banyak serial drama yang sering Ku tonton. Dan sering sekali tokoh utama perempuan menangis dibawah hujan setelah mereka dicampakkan oleh seorang pewaris atau CEO muda yang kaya raya. Jelas itu mewakili suasana kesedihan. Dan ada pula sepasang kekasih yang saling menggenggam tangan memberikan kehangatan satu sama lain di bawah hujan. Dan jelas sekali itu mewakili kemesraan.

Dan bagaimana dengan ku? Sendirian dibawah hujan, dengan tangan yang menutupi kepala. Berlari-lari kecil menghampiri pejalan kaki dan pengendara motor yang sedang menepi disebuah bangunan dipinggir kota.

"Baju mu basah." Seorang pria membuatku terkejut saat ia dengan santainya menepuk bahuku dan mengomentari keadaanku.

Aku menoleh dan mendapati seorang pria yang ku kenal berada tepat di sampingku.

"Hujan ini turun air. Jadi wajar kalau baju ku basah." Sahutku membalas sapaannya tadi.

"Apa kau suka hujan, gadis aneh?" Tanya Dirga tiba-tiba.

"Menurut mu? Aku tau, jika hujan turun itu adalah berkah. Tapi untuk saat ini, bagaimana mungkin aku bisa menyukai hujan? Hujan ini malah merepotkanku. Membuatku kedinginan dan tidak dapat pulang kerumahku tepat waktu." Jelas ku panjang lebar.

"Kau ini memang aneh ternyata. Aku tidak memberimu essay yang harus kau jawab panjang lebar. Aku hanya membutuhkan satu kata dari pertanyaan ku tadi. Suka? atau tidak? Itu pilihan jawabannya. Tidak perlu kau jelaskan secara rinci." Protes Dirga padaku.

"Kau ini terlalu cerewet seperti ibu-ibu. Sejujurnya, aku tidak suka hujan." Ujar ku.

"Kenapa?"

"Aku dicampakkan kekasihku saat hujan turun dengan lebatnya. Dan ketika hujan turun seperti saat ini, kenangan itu muncul lagi. Kenangan yang sangat ingin aku lupakan ini masih terbayang jelas dalam benakku." Entah kenapa aku berani memberitahu seseorang yang baru beberapa kali bertemu denganku, tentang rahasia yang selama ini kupendam dalam-dalam. Dan setetes air mata pun turun membasahi pipiku tanpa ku sadari.

Dirga tertegun saat mendengar penuturan ku. Kupikir, sepertinya Dirga melihat air mataku. Ia menjulurkan tangannya dibawah hujan. Berusaha mengumpulkan titik-titik air yang turun menjadi genangan kecil di telapak tangannya.

"Bersabarlah.. karna setelah hujan reda, pelangi akan muncul menunjukkan keindahannya." Ujar Dirga yang tak sadar kalau saat ini sudah malam hari. Dan pelangi tidak akan muncul saat malam kecuali hanya dalam mimpi.

"Andai kemunculan pelangi tak selalu menunggu reda hujan, mungkin saat ini luka sudah kuindahkan dengan senyuman." Sahutku menanggapinya.

"Kamu tahu kenapa kita mengenang banyak hal saat hujan turun? Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya." Ujarnya seraya menatap lurus kedepan.

"Hujan. Tereliye." Ungkapku saat mengetahui salah satu kutipan dari salah satu novelis kesukaanku disebut kan oleh Dirga.

"Cerdas! Bagaimana bisa kau mengetahui kutipan itu?" Dirga bertepuk tangan lalu mengacungkan dua ibu jarinya memujiku.

"Kau terlalu berlebihan tuan Dirga.." gumamku merasa sedikit risih dengan kelakuannya.

"Kau tidak menanyakan bagaimana dengan ku?" Tanyanya tiba-tiba.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TRUE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang