Part 1, what is?

569 134 174
                                    


Nindya membuka mata lebih lebar lagi. Di balik tembok dia terus mengintip dan memicingkan matanya untuk memperjelas pandangannya pada orang yang mungkin benar di kenalnya. Ia tidak berani untuk melangkah lebih dekat lagi ke arah seseorang yang duduk berdua sambil berbagi tawa itu. Terlalu sakit untuknya jika dia harus melihat kejadian itu lebih dekat lagi. Dia melirik sekali lagi, ia yakin matanya tidak salah lagi. Itu adalah orang yang benar-benar ia kenal, orang yang selama ini dia harapkan, orang yang selama ini ia selipkan di setiap do'anya. Dan orang itu bersama orang yang selalu dia percayai selama ini, orang yang selalu menjadi tumpahan setiap cerita senang dan sedihnya. Ya, dia adalah sahabatnya. Nindya benar-benar tidak percaya pada pemandangan yang sekarang ia lihat. Ia tetap bersembunyi di balik tembok yang dapat menyembunyikannya dari pandangan dua orang itu.

Air matanya mengalir, dan terus begitu. Apa yang harus dia lakukan? Melewati jalan yang di sisi jalannya ada sahabat dan orang yang dia sayang berdua berbagi tawa tanpa dirinya? Tidak, bukan sahabat lagi. Dia tidak lebih dari sekedar penghianat. Dia tau Nindya sangat menyayangi lelaki itu. Tapi kenapa Dia pergi dengan lelaki itu? Dan sekarang Dia melingkarkan tangannya pada pundak lelaki yang Nindya sayangi. Apa maksud dari kejadian ini? Cukup, Nindya harus pergi sekarang tidak mungkin dia terus berdiri mematung di sini sampai kedua orang itu pergi. Dan satu-satunya jalan adalah jalan ini. Jalan yang di sisi jalannya ada dua orang yang sangat Nindya percaya. Dan menghianati segala kepercayaan yang Nindya berikan.

Dia mulai melangkahkan kaki kasar ke arah jalanan. Dengan flat shoes nya ia berjalan mendekat ke arah dua orang itu. Perempuan itu melirik sedikit ke arah Nindya yang melewat tepat di depan mereka. Terlihat tatapan kaget dari perempuannya dan disusul oleh lelakinya. Mereka menghentikan aktivitas mereka sesaat. Saat Nindya menyadari aktivitas mereka yang terhenti, ia melirik sedikit ke arah dua orang itu dan mempercepat langkahnya.

^^^^^

"Mang, percepat bisa? " Tanya Alleta pada supirnya, Mang Ijal.

"Macet non, kan masuknya jam 7?" Jawab Mang Ijal santai.

"Mang, hari ini banyak urusan. Em..mm banyak tugas." Jawab Alleta gelagapan. Hari ini ada hal yang harus ia jelaskan pada seseorang.

"Mang, Alle lari aja deh. Udah deket juga kok."

"Eh jangan non, naik mobil aja. Sebentar lagi sampe."

"Alle buru-buru mang." Alleta membenarkan posisi tas dan baju seragamnya. Dia keluar dari mobil tanpa menunggu persetujuan lagi dari Mang Ijal. Dia mulai berlari ke sekolah. Gerbang SMA sudah mulai terlihat. Alleta mempercepat laju larinya.

"Pagi neng, kok lari-lari? Bel masih 20 menit lagi." Pak Edi, penjaga gerbang sekolah yang selalu menyapa setiap anak yang masuk ke gerbang dengan panggilan neng pada murid cewek dan ujang/jang pada murid cowoknya. Diikuti dengan nada sunda yang khas.

"Belom ngerjain tugas pak." jawab Alleta sambil masih berlari ke arah kelas.

Kelas masih sepi. Tentu saja, teman-teman kelasnya yang lain mungkin masih dalam perjalanan ke sekolah. Sengaja, pagi ini Alleta pergi lebih awal. Dia ingin menjelaskan sesuatu pada sahabatnya. Setelah Alleta mendapat pesan dari Nindya kemarin malam, pikirannya tidak karuan karena takut jika Nindya malah salah paham karena Kejadian Kemarin.

Pertemuannya dengan Rezky kemarin itu seseuai dengan permintaan Rezky. Dia meminta pendapat pada Alleta bagaiman caranya memberi kejutan untuk Nindya. Apa yang di sukai Nindya, Apa yang membuat Nindya bahagia, percakapan kemarin tidak lepas dari pembicaraan tentangnya.

"Nindya!" sapa ramah Alleta saat orang yang sudah dia tunggu terlihat di ambang pintu, orang yang dia tunggu selama enam menit terakhir ini.

Nindya mengabaikan sapaan dari Alleta- sahabatnya. Dia malah berjalan melewati Alleta yang menyapanya di ambang pintu.

Simposium Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang