Part 11, Shame

66 12 1
                                    

Ingat saat terakhir Alleta bicara dengan Rafkha tempo hari membuat Alleta senang kepalang sampai saat ini. Sedari tadi Alleta duduk gelisah menunggu bel masuk. Entah mengapa ia ingin melihat wajah tampan Rafkha yang banyak di kagumi orang. Dia tau, ia mungkin telat mengagumi Rafkha. Tapi tidak bisa di pungkiri lagi mungkin saat ini ia kagum pada Rafkha seperti para fans Rafkha lainnya.

Secepat ini? Tentu saja Alleta aneh dengan dirinya sendiri. Biasanya ia susah untuk menjatuhkan hati pada seorang cowok. Tapi saat ini? Hanya dengan percakapan singkat mampu menarik hati Alleta secepat ini. Alleta sadar. Ini bukan dirinya yang dulu. Benar kata Rifa, sikapnya kini berubah drastis dan bahkan dalam persoalan cinta.

Alleta dari rumah sudah menyiapkan persediaan pulpen dan pensil. Jaga-jaga jika nanti Rafkha akan memanggil namanya untuk meminjam alat tulis miliknya.

Bel berbunyi dan Alleta semakin gelisah. Seakan-akan ada ulangan dadakan pagi ini dan dia belum membaca bukunya satu lembar pun.

Tak lama terlihat banyaknya orang yang masuk ke kelas. Tapi ia tidak juga melihat Rafkha dan temannya masuk ke dalam kelas. Dan akhirnya, terdengar suara tawa keras yang mungkin dapat mengganggu ke kelas lain. Dan Alleta yakin, itu pasti Rafkha dan teman-temannya.

Ia melihat sosok cowok yang di tunggunya sedari tadi dengan dua kancing atas yang terbuka, memperlihatkan baju kaos yang digunakannya di balik baju seragam, dan baju yang berantakan tanpa di masukan ke dalam celana sekolahnya.

Tapi, wajah Rafkha lebih murung dari wajah teman-temannya yang lain. Ia hanya menatap datar ke depan menuju bangkunya paling belakang, tanpa menghiraukan sapaan cewek-cewek dari jajaran meja yang ia lewati menuju kursinya yang berada paling belakang.

"Al, lo liatin siapa sih?" tanya Nindya yang sedari tadi memperhatikan teman sebangkunya yang fokus melihat ke arah belakang.

"Engga," Alleta sadar, lalu ia berbalik ke arah depan dan senyum ke arah Nindya.

"Lo suka, kan, sama Rafkha? " bisik Nindya tepat di telinga Alleta.

Alleta mengerungkan keningnya, dan tertawa mendengar pertanyaan Nindya. Bagaimana bisa sahabatnya itu menebak dengan benar.  "Engga lah, lo apasih?"

"All, jujur deh." Nindya mendekatkan kursinya ke arah Alleta.

Ingin sebenarnya Alleta bicara pada Nindya tentang perasaan anehnya ini. Namun ia tau sikap Nindya yang terkadang tidak bisa menjaga rahasia orang lain. Alleta ragu, ia takut jika nanti justru rahasianya yang akan diketahui banyak orang hanya karena Nindya yang sering keceplosan. Tapi Alleta juga bukan tipe orang yang suka menyembunyikan sesuatu dari teman dekatnya. Ia selalu gatal ingin bercerita pada teman dekatnya, Nindya dan Rifa.

Begitulah, saat seseorang jatuh cinta, terkadang cerita cintanya ingin ia sebar bahkan mungkin sampai seisi dunia tau akan perasaannya saat ini.

Dan di sisi lain, tidak mungkin ia menceritakan semua ini pada Rifa. Alleta tau bagaimana perasaan Rifa pada Rafkha.

Bagaimana bisa dia mencintai orang yang sama dengan sahabatnya?

"Gue janji All, ga bilang-bilang." katanya sambil mengacungkan jari kelingkingnya.

Akhirnya Alleta menyerah dan mengaitkan jari kelingkingnya pada kelingking Nindya lalu mengangguk malu.

"Sumpah ya, lo janji. " Kata Alleta dengan penuh penekanan.

"Iya cerewet."

Alleta pun tersenyum. Ternyata Nindya benar-benar kembali seperti Nindya yang dulu. Dan Nindya telah melupakan kejadian tempo hari yang membuat persahabatan mereka merenggang.

Simposium Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang