Part 4, He Is..,

166 73 47
                                    

"Bokap nyokap gue gak ada. Mereka kerja di luar negeri."

"Tapi kan, orang tua lo pasti bakal khawatir kalo liat keadaan lo gini. "

"Gue gak punya siapa-siapa."

Alleta langsung diam saat Rafkha menjawab pertanyaannya dengan penekanan pada setiap katanya.

"Pembayaran rumah sakit biar gu-"

"Enggak, lo gausah mikirin itu. Pembayaran rumah sakit udah gue bayar, " potong Alleta cepat. "Sekarang lo tinggal mikirin kesehatan lo biar ga bolos terlalu lama. Gue gak yakin guru bakal percaya kalo lo sakit."

"All," Rafkha mengecilkan suaranya, "Jangan bilang siapapun tentang kondisi gue sekarang. "

^^^^

Badan Alleta sekarang terasa segar. Setelah ia memutuskan untuk mengguyur badannya yang lelah sejak kejadian kemarin malam.

Alleta masih di rumah sakit menemani Rafkha. Masih belum terdengar ucapan terimakasih darinya sedari tadi. Atau dia memang sudah tidak tau terimakasih?

Alleta membenarkan rambutnya yang acak-acakan dengan tangannya dan mengikat rapi rambutnya. Rafkha memandang dingin ke arahnya.

"Apa?" tanya Alleta mencoba dengan nada yang cuek seperti setiap kata yang sering Rafkha katakan padanya. Rafkha hanya diam dan masih memandang lurus ke arah Alleta. Di sisi lain Alleta merasa risih di lihat dengan tatapan dingin seperti ini oleh Rafkha.

"Gue pulang dulu ya. Nyokap gue khawatir banget." Alleta menghampiri kursi di sebelah tempat tidur Rafkha yang sedari tadi ia duduki. Dan Rafkha hanya diam. Karena tidak ada respon dari Rafkha, Alleta melangkahkan kaki keluar dari Ruangan Rafkha.

"All," panggil Rafkha dengan suara kecil.   "Kesini lagi?" tanya Rafkha, selalu dengan nada yang dingin.

Alleta tersenyum mendengar pertanyaan Rafkha. "Jadi lo mau gue ke sini lagi?"

Rafkha berkedip lebih lama sambil memandang Alleta. Berkedip, ya setiap orang pasti berkedip namun kali ini Alleta menganggap itu sebagai ganti perkataan "ya". Rafkha terus memandang ke arah Alleta. Sepertinya sedari tadi dia tidak memindahkan pandangannya pada objek yang lain.

Alleta menarik nafas sambil tersenyum, "Gue nggak lama, pasti ke sini lagi. Kalo ada apa-apa, pencet bel di pinggir ranjang lo. Biar suster yang bantu lo selama gue gak ada." Alleta seakan-akan memberikan amanat kepada anaknya sebelum ibunya pergi. Tapi sungguh, ia khawatir dan kasian pada Rafkha. Apalagi dalam keadaan begini. Alleta memandang Rafkha sebentar lalu pergi meninggalkan Rafkha sendiri tanpa banyak berkata lagi karena jawaban Rafkha akan tetap terdengar cuek. Jadi Alleta tidak akan penasaran mengenai apa yang akan dia katakan.

Ini adalah pertama kalinya Alleta berbicara dengan kalimat yang cukup panjang dengan Rafkha. Jika di kelas, biasanya Rafkha hanya berbicara pada Alleta saat ia membutuhkan pinjaman alat tulis. Dan tanpa ada kata terimakasih sesudahnya. Tidak pernah lebih dari kata "All, pulpen." ya, ia berkata seakan-akan Alleta yang meminjam pulpennya dan Rafkha pemiliknya.

Dari luar gerbang rumahnya, terlihat ada wanita paruh baya yang masih terlihat kecantikannya.

"Alle, udah mau sore gini baru pulang?" Mamah Alleta langsung memeluk Alleta saat ia melihat anaknya masuk ke area rumahnya.

"Maaf Mah, temen Alle kondisinya masih parah. Gak apa-apa kan kalo Alle sering di sana? Kasian Mah dia ga punya siapa-siapa."

"Loh, orang tuanya gak ada? "

"Orang tuanya kerja. Dia gak mau bikin orang tuanya khawatir." Alleta memakai alasan ini karena Alleta juga masih banyak pertanyaan di balik pernyataan Rafkha tadi.

Simposium Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang