Part 6, hujan

156 40 40
                                    


"Wih, si ganteng masuk nih. Sehat lo? Kemana aja? " Sambut Rino -Teman sekelas dan seberandalan Rafkha-  saat Rafkha baru saja menapakkan kakinya di area sekolah. Defan, Bayu, Rino dan teman-teman berandal yang lainnya menyambut hangat Rafkha yang sudah hampir 3 minggu tidak masuk sekolah.

"Sehat. Apa, lo kangen?" jawab Rafkha.

"Its, lo ngapain masuk?" tanya Defan ketus.

"Emang kenapa?" jawab Rafkha lebih ketus.

"Kalo ada lo, gue gak lagi menyandang predikat orang terganteng pertama di sekolah." Jawaban Defan sontak membuat Rafkha dan yang lainnya menjitak kesal kepala temannya yang terlalu pede itu.

Defan adalah satu dari sekian banyaknya teman berandal Rafkha yang paling percaya diri. Dia selalu bersandar pada ketampanan Rafkha bahkan menyamakan wajahnya dengan Rafkha. Tentu saja jauh. Rafkha yang tegap, gagah, tampan, hidungnya mancung, dan kalau kata fansnya, suara Rafkha itu dapat menggetarkan hati siapa saja yang mendengar.

Dan hal ini tentu saja berbeda drastis dengan Defan yang badannya gendut, hidungnya hilang, suaranya yang cempreng- tentu saja tidak senada dengan badannya yang besar. Siapa saja yang mendengar suara Defan, pasti langsung menutup telinganya. Walaupun begitu Defan adalah 'pengamen gratisan' yang selalu ada di kantin sekolah setiap jam istirahat. Memaksa setiap murid yang ada di kantin untuk mendengarkan suara "emas" nya. Ya, suara "emas". Bahkan banyak orang yang akan ke kantin,  tapi malah balik lagi hanya karena suara Defan. Efek yang sangat luar biasa.

Dia selalu menyanyikan lagu hits kekinian sambil di jejali earphone di telinganya. Dia selalu mengikuti lagu yang di putar di mp3 nya dengan suara yang keras. Dan, dia selalu membuat nada sendiri. Maksudnya, setiap kali Defan bernyanyi pasti nada pada lagu asli dan yang ia nyanyikan akan berbeda 180 derajat. Begitu lah uniknya spesies yang satu ini.

Bel masuk masih 20 menit lagi. Rafkha dan teman-temannya datang lebih pagi karena Bayu -salah satu teman Rafkha menyuruh semua teman-teman pengacau lainnya untuk datang lebih pagi dan sarapan di kantin sekolah untuk menyambut kembali masuknya Rafkha ke sekolah. Begitulah mereka. Hal kecilpun akan di besar-besarkan. Karena tidak ada yang lebih penting bagi mereka selain bersenang-senang.

Biasanya yang mengajak yang akan mentraktir. Tapi ini tidak, mereka akan memalak adik kelas yang datang dan uangnya di bagi rata. Jika uangnya kurang, sisanya dari uang saku mereka masing-masing. Ini adalah sesuatu yang sudah mendarah daging bagi mereka. Cukup kreatif.

Alleta. Dia datang lebih pagi lagi dari Rafkha dan teman-temannya. Hari ini, tidak ada yang mengantarkannya ke sekolah. Mang Ijal sakit dan harus pulang kampung. Alleta lupa tidak bilang pada ayahnya untuk mengantarkannya ke sekolah. Dan karena dia selalu keluar dan pulang larut malam, jadi kunci motor dan mobilnya berada di tangan orang tuanya. So, terpaksa pagi ini dia harus naik angkutan umum.

Karena biasanya setiap pagi jalanan selalu di penuhi dengan orang yang pergi ke kantor, ke sekolah, dan tujuan lainnya. Belum lagi pasti angkutan umum selalu ngetem, menunggu penumpang lainnya. Maka dari itu, pagi sekali dia sudah berangkat ke sekolah. Dan dia sudah berada di sekolah sejak setengah jam yang lalu.  Mungkin dia adalah murid pertama yang datang ke sekolah hari ini.

Alleta duduk di bangkunya sambil membaca novel terbaru miliknya yang belum sempat dia baca. Suasana kelas yang hening karena hanya ada dirinya di sana, membuat suasana yang ada di dalam novel terbawa nyata oleh Alleta. Cerita yang menjelang epilog tentu saja membuat gereget dan penasaran bagaimana endingnya. Alleta benar-benar fokus sampai ia tidak menyadari ada orang lain di kelas selain dirinya.

Orang yang baru saja datang itu memukul keras meja Alleta dengan tongkat. Sontak, Alleta terlonjak karena itu dan novelnya jatuh terkapar di lantai.

Simposium Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang