My Heart ch 7

85 10 1
                                    


Leave Comment or like 

Happy Reading

Aku harus duduk di samping Jieun yang diam seribu bahasa. Dia sama sekali tidak menoleh ke arahku. Jangankan menoleh, melirik saja tidak sekalipun.
Huuuft… 30 menit lagi kuliah selesai. Aku harus bertahan. Baru kali ini aku merasakan ketidaknyamanan duduk di samping Jieun. Sebenarnya aku sangat merindukan saat-saat bersama sahabatku itu. Ya, aku benar-benar kembali seperti dulu.

“Untuk hari ini, saya tidak bisa menyampaikan materi sampai jam kuliah selesai. Untuk itu, saya berikan tugas pada kalian. Tugas harus dikerjakan individu. Tidak boleh kelompok. Selamat siang!”
Waaah selesaikah? Rasanya lega sekali kuliah telah usai. Hmm sering-sering saja dosennya banyak urusan seperti ini.
Aku melirik Jieun. Dia sedang asyik mengutak-utik ponselnya. Omo! Ponsel? Dimana ponselku? Sepertinya aku lupa tidak membawa ponsel. Aisshh dimana ya?
Aku mengeluarkan seluruh isi tasku hingga teman-temanku memandangku aneh, tapi tidak dengan Jieun. Dia tetap cuek. I don’t care. Dimana ponselku?
Aku mengingat-ingat kapan dan dimana terakhir kali aku menaruh ponselku.
Tadi pagi? Anhi. Tadi pagi aku tidak sempat membuka ponsel.
“Omo!” seruku sambil menepuk dahiku sekeras mungkin hingga membekas merah di sana. “Ponselku ada di dalam tas Luhan oppa. Aigoo, kenapa aku bisa lupa?” lirihku yang tanpa sadar ternyata Jieun mendengar kata-kataku barusan. Dia berpura-pura sedang menulis sesuatu.
Aku tidak tahan dengan keadaan ini karena aku tidak ingin kehilangan sahabatku.
Di dalam ruangan ini tinggal beberapa mahasiswa yang tersisa, termasuk aku dan Jieun. Entah apa yang aku pikirkan, tiba-tiba aku ingin bicara empat mata dengan Jieun. Ya, kami harus bicara.
“Jieun-a,” panggilku. Aku masih memanggil Jieun dengan nama panggilan seperti itu. “Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Aku tunggu di atap gedung ini.”
Jieun menatapku setajam pisau. “Wae?”
“Cukup datang saja,” jawabku singkat.
“Untuk apa aku datang ke sana? Kita tidak punya urusan.”
Jlebb!
Kata-kata yang barusan diucapkan oleh Jieun mampu menusuk hatiku yang paling dalam. “Terserahlah. Jika kau tidak ingin melihatku untuk yang terakhir kali, maka kau tidak perlu datang. Tapi jika kau bersedia datang, aku akan mengatakan suatu rahasia padamu.” Aku meninggalkan Jieun begitu saja. Mungkin dia sedang melihat punggungku yang menghilang di balik pintu.
Waah rasanya lega sekali. Aku berani mengatakan itu pada Jieun.
Jiyeon pov end.

Di kafe, Luhan dan karyawannya tampak sedang sibuk melayani para pelanggan. Satu per satu pelanggan telah dilayani dengan baik. Mereka pun puas dengan hasil kerja para karyawan yang kesemuanya adalah namja keren, tapi yang paling keren tetaplah sang manajer Xi Luhan.
“Oppa!”
“Omo!” Luhan terperanjat kaget melihat seseorang yang berdiri sangat dekat di sampingnya. Bahkan orang itu memegang lengan kanan Luhan.
“Oppa, aku datang untuk melamar kerja di sini.”
“Michyeoseo?” Luhan mengerutkan kening. “Anhiya, Krystal-a. Itu tidak akan terjadi. Jadi, mulai sekarang jangan bawa-bawa lamaran ke tempat ini. Kau bisa membawanya ke tempat lain.
“Oppa… jebal oppa… aku sangat membutuhkan pekerjaan ini…” bujuk Krystal yang menyusul Luhan sampai di depan ruangan sang manajer itu.
Luhan mendesah pelan. Ia tahu kalau yeoja ini tipe orang yang keras kepala. “Krystal-a, tolong mengertilah. Tidak semua kemauanmu bisa dipenuhi. Jadi tolong hentikan rengekanmu itu.”
Saat Luhan akan membuka pintu ruangannya, Krystal merengek lagi. Kali ini dia menghalangi Luhan membuka pintu ruangan itu.
“Luhan-a!” Seseorang memanggil Luhan dari kejauhan. Lambat laun orang itu semakin dekat dan nampaklah siapa gerangan namja yang memanggil Luhan tadi.
“Apa yang membuatmu datang ke sini?” tanya Luhan dengan nada datar.
“Aku sangat merindukanmu, Luhan-a.”
“Hentikan omong kosongmu! Aku merinding mendengarnya.”
“Omo! Siapa dia?” tanya Leo.
Krystal membelalakkan matanya melihat namja tampan dan keren bernama Leo itu.
“Naneun Krystal Jung. Aku mantan kekasih Luhan oppa.”
“Mwo?” Leo melirik ke arah Luhan. Sedangkan Luhan hanya mengangkat kedua bahunya lalu membuka pintu ruangannya.
“Krystal pulanglah. Aku ada urusan penting dengan Leo.” Luhan kelihatan dingin. Baru kali ini namja itu dingin pada yeoja. Biasanya Luhan tidak pernah bersikap dingin pada yeoja meskipun yeoja itu sangat mengesalkan.
Dengan perasaan dongkol, Krystal melangkah pergi menjauhi Luhan dan Leo yang tidak mengindahkannya.
Baru melangkah beberapa langkah, yeoja itu kembali lagi dan berdiri di depan pintu ruangan Luhan yang masih terbuka.
“Oppa! Besok aku akan kembali lagi. Pokoknya aku akan terus ke sini sampai aku diterima.”
Luhan menutup pintunya sehingga Krystal terpaksa harus pergi.

Jiyeon berjalan menaiki tangga di gedung yang memiliki 5 lantai. Gedung ini termasuk gedung paling rendah jika dibanding gedung lainnya. Tentu saja, fakultas pemilik gedung ini memiliki mahasiswa yang jumlahnya tidak sebanyak fakultas lain. Jiyeon memikirkan Jieun. Akankah ia datang seperti yang telah ia minta? “Ah, molla. Aku akan menunggunya selama sejam. Jika tidak datang, aku tidak akan mau bertemu dengannya,” lirih Jiyeon.
Sesaat kemudian.
Cekleeek…
Pintu menuju atap gedung berhasil dibuka oleh Jiyeon. Ia tak segan-segan duduk di tempat yang teduh agar tidak tersengat sinar matahari yang sudah meringis tepat di atas kepalanya.
Jiyeon menutup mata, merasakan semilirnya angin yang menerpa kulit wajahnya yang mulus itu.
“Apa yang ingin kau bicarakan?”
Jiyeon terlonjak kaget. Tiba-tiba Jieun sudah berdiri di depannya. Baru lima menit dia menunggu Jieun. Ternyata Jieun bersedia datang untuk bicara dengannya.
Jiyeon berdiri lagi. Menyejajarkan posisinya dengan Jieun. “Apa kau marah padaku?” tanya Jiyeon to the point.
“Eoh,” jawab Jieun sangat singkat.
“Waeyo? Bukankah kau sudah membalas perbuatanku dengan mencium Luhan?”
Jieun terdiam tetapi tatapannya sangat tajam. “Aku marah padamu karena kau yang menyebabkan aku ditolak oleh Luhan.”
“Mwo?” Jiyeon terkejut mendengar pengakuan Jieun. “Gurae, anggap saja aku orang yang jahat. Tetapi kaublebih jahat, Jieun-a.”
“Apa yang aku lakukan padamu? Kau yang memulainya duluan. Aku hanya menyelesaikannya.” Jieun mulai emosi.
“Dengar Lee Jieun. Seharusnya akubyang marah padamu.”
“Kau sudah gila. Tidak ada alasan untuk marah padaku.”
“Gurae. Aku beritahu sekarang. Aku dan Luhan sudah menikah. Kau telah mencium suamiku di depan mataku. Apa kau puas?”
Jlegerr!!
Makin marahlah Jieun pada Jiyeon. Rupanya Jiyeon benar-benar merebut Luhan darinya.
Plaakk!!

MY HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang