Locked

1.6K 300 19
                                    

Wendy dan Chanyeol berakhir duduk berdampingan dengan diselimuti suasana super canggung. Kalau biasanya jarak duduk di antara mereka cuma satu sampai dua jengkal tangan, kini mereka duduk cukup berjauhan; spot kosong di tengah mereka bisa dibuat untuk duduk dua orang berbadan besar. Dan sungguh, kalau Chanyeol boleh bicara, ia tidak suka jarak yang seperti ini.

Sudah cukup ia tahan mati-matian rindunya pada Wendy selama satu bulan ini. Bukan perkara mudah untuk berpura-pura tidak menatap gadis itu ketika berpapasan, apalagi tak mendengar satu pun kabar darinya selama ia di China. Jujur saja, sebenarnya Chanyeol seringkali mengunjungi ruang latihan ini kalau ada waktu, berharap Wendy berada disana dan mungkin mereka akhirnya bisa saling bicara agar tidak memperpanjang jarak. Namun sayangnya, tiap kali ia pergi kesini, Wendy tidak ada.

Meski sulit dipercaya untuk dinyatakan, tapi Chanyeol mulai tahu kalau kehadiran Son Wendy benar-benar seperti candu dalam hidupnya. Bisa dibilang, tanpa gadis itu hidupnya terasa sangat hambar. Bahkan sebetulnya ia terkejut dapat merasa rindu sekacau kemarin pada gadis bertubuh pendek ini. Sungguh, ia ingin sekali mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya. Tapi—

"Sunbaenim, mau bicara apa?"

s-u-n-b-a-e-n-i-m. Bolehkan Chanyeol mulai membenci panggilan itu? mau ia berharap sebesar apapun, Wendy sampai saat ini masih menganggapnya sebagai senior. Tidak lebih.

"Bicara yang nyaman saja seperti biasanya. Seperti orang asing saja pakai bahasa formal." Nada bicara Chanyeol sulit untuk sekadar dibuat pura-pura riang. Sejak tadi hanya terdengar datar tanpa semangat.

Kesepuluh jemari Wendy bergulat di atas pahanya; ia sedang duduk bersandar di cermin sambil meluruskan kedua kaki sekarang. "Ah, iya. Oke." Jawab gadis itu masih tak bisa menyingkirkan rasa canggung.

"Kau," Chanyeol menggantung kalimatnya. Sebetulnya sedang dilema harus mulai bicara dari mana. "Satu bulan ini, kenapa tidak pernah datang kesini lagi?"

"Itu..., aku sedikit kelelahan. Jadi lebih sering tidur di dorm." Dusta Wendy, otaknya hanya bisa memberikan rasionalisasi seperti itu untuk saat ini.

Wendy melirik sebentar pada Chanyeol, sedikit terkejut melihat pria itu mengulas senyuman miring tipis. "Kukira kau tidak mau bertemu denganku. Ternyata karena kelelahan, ya."

Kini bukan lagi lirikan yang dilayangkan Wendy, melainkan gadis itu langsung menoleh cepat pada Park Chanyeol. Kedua mata besarnya memandang Chanyeol penuh sesal. "Sunbaenim,"

"Hm?"

"Sepertinya aku harus meluruskan sesuatu."

Chanyeol yang sejak tadi memandang ke depan tanpa tuju yang jelas, kini mulai memfokuskan retinanya pada sosok Wendy. Dan pada saat itu pula, rasanya ia tenggelam. Hanya memandang Wendy seperti ini terasa begitu menyenangkan, seolah rasa frustasinya terbayar sudah oleh tatap mata bening itu. "Apa?"

"Ini tentang aku dan Hyuk oppa."

Kening Chanyeol mengerut, "Hyu—ah, Eunhyuk hyeong?"

"Ah iya, Eunhyuk oppa. Seharusnya aku meminta maaf karena sudah mengasingkanmu ketika Hyuk oppa datang. Tapi karena rasanya kita semakin menjauh, aku jadi sedikit sangsi untuk mengawali bicara. Jadi kesempatan kali ini, aku ingin gunakan untuk meminta maaf padamu."

Senyuman tipis Chanyeol terulas, bahunya ia angkat satu kali. "Tidak apa."

"Jadi, sebenarnya, alasan kenapa aku berdebat dengan Hyuk oppa sampai melupakan keberadaanmu adalah karena pria itu mulutnya ember sekali. Dengan ia melihat kau yang sedang merapikan rambutku, apalagi kejadiannya kita hanya berdua di ruangan ini, pasti pria itu langsung salah paham 'kan. Dan aku tidak mau berita tidak benar yang biasanya dilebih-lebihkan oleh Hyuk oppa itu tersebar kemana-mana. Kau bisa mengerti 'kan?"

"Sepertinya kau dekat sekali dengan Eunhyuk hyeong." Jujur saja, Wendy tak pernah mengharapkan ataupun memprediksi kalimat itu keluar dari bibir Park Chanyeol. Untuk apa juga Chanyeol penasaran akan hubungannya dengan Eunhyuk? Mereka bukan dalam hubungan yang saling ingin tahu akan hubungan pribadi satu sama lain. "Kau dan Eunhyuk hyeong... tidak ada hubungan apa-apa 'kan?"

Kedua kelopak mata Wendy berkedip dua kali, "Kenapa memangnya?" ia bertanya hati-hati.

"Jawab saja."

"Kami memang dekat, seperti kakak-adik saja. Tidak lebih." Jawab Wendy, sesekali mengalihkan pandang dari Chanyeol yang raut wajahnya terlihat mengerikan. Ini kali pertama ia melihat ekspresi seperti ini dari Park Chanyeol.

"Benar begitu?"

Nada bicara Chanyeol sungguh tak enak didengar bagi Wendy. Gadis itu akhirnya menghela napas panjang, kemudian membuangnya kasar. "Sunbaenim," ia panggil dengan lantang sambil menatap tepat pada kedua mata hitam Park Chanyeol. Sudah cukup ia dibingungkan oleh hal-hal ambigu yang diucapkan Chanyeol. "Sebenarnya ada apa denganmu? Sungguh, selama kita berjauhan yang aku tidak mengerti kenapa alasan sebenarnya, aku berpikir keras. 'Kenapa dia menghindariku?' 'Apa karena Eunhyuk oppa?' namun kemudian aku bertanya lagi, untuk apa kau mempermasalahkan kehadiran Eunhyuk oppa? Ah, kurasa mungkin karena aku mengabaikannya waktu Eunhyuk oppa datang. Maka itu aku meminta maaf padamu, tapi sekarang kau malah bertanya tentang hubunganku dengan Eunhyuk oppa. sumpah, aku tak mengerti ada apa denganmu sekarang."

Wendy berujar layaknya laju kereta api yang tak berhenti-henti dan tidak diberi jeda sedikit pun. Tak peduli ia kehabisan napas nantinya, karena uneg-unegnya sekarang lah yang paling penting di atas segalanya. Ia tidak bisa terus-terusan menumpuk gondok di hati yang nanti bakal jadi penyakit malahan.

Chanyeol menunduk sebentar, lalu menghembuskan napas panjang. Ia angkat lagi wajahnya, namun dengan ekspresi yang tidak sedingin sebelumnya. Tatap matanya lebih seperti seorang pria yang tengah memohon sesuatu atau meratapi sesuatu yang menyedihkan? Entahlah, Wendy juga tidak terlalu mengerti akan apa arti tatapan itu. Namun ketika pria itu melontarkan kalimat mengejutkan, ia baru tahu apa arti tatapan itu.

"Maaf, kuakui aku kekanakan dengan menghindarimu seperti ini. Tapi jujur saja, aku hanya tidak suka melihat kalian—kau dan Eunhyuk hyeong—sedekat itu. Ah, sepertinya bukan Eunhyuk hyeong saja. Lebih tepatnya, aku tidak suka melihatmu dekat dengan pria lain. Salahkah jika aku merasa seperti itu?"

"N—nde?"

"Wen, aku tidak tahu kapan rasa ini muncul, tapi selama kita berjauhan adalah masa-masa terburuk untukku. Aku mulai merasakan cemburu yang tak berujung, dan sekaligus dapat merasakan dengan jelas letupan degup jantung yang sudah lama tidak kudengar. Dengan alasan-alasan itu, sudah bisa diambil kesimpulan bukan?" Chanyeol menggeser tempat duduknya, pindah tepat di hadapan Wendy. Memandang tepat pada bola mata gadis itu penuh harap. "Aku tidak suka hubungan kita hanya sebatas senior-junior saja. Aku ingin lebih, Wen."

Wendy meneguk ludahnya berat, ia kedipkan kelopak matanya cepat. "Aku juga sulit berjauhan denganmu, sunbae. Tapi aku tidak yakin bisa membalas perasaanmu seperti—"

"Kau membenciku?"

"Tidak mungkin lah. Kau sangat baik, sungguh. Tapi aku hanya—"

"Kalau kau tidak membenciku, ayo kita coba saja." Chanyeol tersenyum tipis, mengulurkan tangannya. "Kau bisa memutuskan untuk benar-benar menerimaku atau tidak setelah kita mencoba. Jadi, ayo kita berkencan!"

Di dasar hati yang paling dalam, Wendy sungguh ingin menggenggam erat uluran tangan itu. Namun banyak pro dan kontra yang membuat ia masih gamang antara benar-benar menjatuhkan diri dalam pelukan Chanyeol atau tidak.

"Tidak usah dipikirkan terlalu rumit, Wen. Tanganku sudah lelah begini terus."

"Kalau begitu," Dengan kaku Wendy menaruh telapak tangannya di atas telapak tangan lebar Chanyeol. "O—oke."

TBC

REPLY 2013Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang