7. We Used to...

21.2K 2.1K 62
                                    

Rasanya Reza baru saja memejamkan matanya semenit yang lalu saat tiba-tiba ia mendengar pintu ruangannya diketuk. Dengan siaga ia membuka mata dan menegakkan tubuhnya. Memandang pintu ruangannya untuk sejenak, Reza berdehem untuk mengumpulkan suara.

"Masuk."

Nampak seorang wanita berambut cepak membuka pintu tersebut. "Ada Pak Kapolres yang berkunjung, Pak."

Reza dengan segera berdiri dan berjalan menuju pintu. Demi apapun, bagaimana bisa orang seperti dirinya melupakan janji ini? Benar-benar sama sekali bukan dirinya.

Dengan langkah tegap, Reza berjalan dengan pikiran yang kacau. Ia tak memungkiri, ada hal lain yang tidak ia sadari telah mengganggu konsentrasi kerjanya akhir-akhir ini.

... karena di dalam lubuk kati Reza paling dalam, pria itu meneriakkan sebuah pertanyaan.

Bagaimana kabar kamu, Karina?

.

.

.

Karina berdiri bersedekap di depan pintu rumah mungilnya. Sesekali ia tersenyum melihat bagaimana Linda yang menciumi pipi gembil Bias dengan jelas memperlihatkan bahwa wanita setengah baya itu tak ingin berpisah dulu dari cucunya.

"Ma, please dong." Marsha yang baru saja membuka pintu mobil, terheran melihat Ibunya. "Ayo kasih Bias ke Mbak Karina sekarang. Keburu malam ini."

Karina mendekat, berdiri tepat di depan Linda. "Mama boleh kapan saja kesini," ucapnya.

Linda menatap Bias dengan sendu. "Dia mirip sekali dengan Edgar waktu kecil. Gendutnya juga sama." Mata Linda beralih ke Karina, melihat mantan menantunya dengan tatapan memohon. "Bantu Mama ya, Karina?"

Karina terdiam sesaat. Ia memilih untuk mengambil Bias dari pelukan Linda terlebih dahulu. "Kita sama-sama berusaha, Ma."

Linda tersenyum. Linangan air matanya terlihat menggantung di sudut mata. Ia mendekat dan memeluk Karina dengan hangat. "Terima kasih."

Di dalam pelukan ringan Linda, Karina mengangguk.

.

.

.

"Za?"

"..."

"Reza?"

"..."

"REZA PRAYOGA!!!"

Kepala Reza menoleh cepat, dan menemukan Helda menatapnya heran.

"Durhaka kamu dipanggil tiga kali sama Ibu tidak jawab."

Reza mengusap wajahnya frustasi. Dengan enggan ia mendekati Ibunya. "Sorrry..." gumamnya panjang. "Kenapa, Bu?"

"Kamu kenapa sih, Za? Kok aneh sekali akhir-akhir ini?"

Sungguh Reza tak mau membahas hal ini setelah empat hari yang lalu diberondong pertanyaan yang sama oleh Ibunya. "Ibu mau ke dapur?" tanya Reza seraya mendorong kursi roda Helda.

"Iya, mau bikin jahe anget."

Sudut bibir Reza terangkat. Ia berhasil mengalihkan pembicaraan.

"Tolong ambilkan jahe di buffet bumbu dan pisau di rak." Helda menjalankan kursi rodanya sendiri ke meja makan.

Setelah membawa pesanan Helda, Reza kembali berbalik arah, berniat memasak air.

"Sudah jam dua, kok nggak tidur kamu?"

GerimisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang