12. Tak Ada Celah

19.8K 2.1K 135
                                    

Lebih dari setengah jam Karina berdiri di sana, di samping ranjang tidur rumah sakit yang selama hampir dua bulan ini ditempati mantan suaminya. Bermenit-menit di sana, matanya tak melepaskan pandangan sedikit pun dari sosok mungil yang kini tertidur pulas di samping Edgar.

Godain Bunda ya kamu, Bias...

Karina menghela nafas. Ia sudah sangat lelah saat ini. Saat matanya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul dua pagi, ia baru menyadari jika hampir seharian ini ia tak mengistirahatkan dengan tenang otak dan tubuhnya barang sejenak. Mengangkat Bias pelan-pelan, Karina memilih untuk beristirahat di ruang tunggu seraya menjaga bayi itu.

Ponsel Karina berdering. Nama Reza muncul di sana.

"Mbak Karina?"

Kening Karina sedikit berkerut mendengar suara lain. "Siapa ini?"

"Erik, Mbak."

Ternyata adik ipar Yati. "Oh ya, kenapa Mas Erik?"

"Proses tilangannya sudah selesai, Mbak. Kata Polisinya saya pulang saja."

"Ha?"

"Karina?" Kali ini Reza yang berbicara. "Erik saya suruh pulang."

"Loh kenapa? Dia kesini sama saya, Za."

"Saya yang akan antar kamu pulang nanti."

Karina mengusap matanya lelah. Reza kembali mengambil keputusan seenak pria itu sendiri.

"Lagipula STNK mobil kamu harus ditahan karena drivernya tidak punya SIM."

"Lalu dengan siapa Erik pulang?"

"Ada salah satu petugas yang menumpanginya."

"Ya sudah, terserah." Dan Karina pun mematikan ponselnya begitu saja.

Karina menyandarkan punggung dah lehernya pada salah sofa ruang tunggu, lalu memperhatikan wajah Bias yang tidur dengan tenang. Luar biasa memang ikatan Ayah dan anak. Apa yang dikatakan Yati kemungkinan besar ada benarnya. Bias merindukan Edgar, Ayahnya.

Sekilas ingatan di tengah kantuk Karina melintas bak potongan film yang rancu. Pada pandangannya yang gelap, Karina seolah melihat kilasan berbagai kejadian masa lalu di mana ia mengusap dan mencium rahang Edgar tiap kali pria itu akan keluar rumah. Karina memaksa membuka matanya dengan berat. Tidak, ia tidak ingin mengingat hal itu. Ia hanya butuh tidur, dan tak perlu mengingat masa lalu.

Ponsel Karina kembali berdering, tanda pesan masuk.

Reza Prayoga : Setelah subuh saya baru bisa kesana.

Karina tak menggubrisnya. Matanya sudah meronta ingin dipejamkan lagi. Saat Karina berada di ambang batas kesadaran, sosok Reza yang memeluknya beberapa saat yang lalu muncul begitu saja dalam otaknya dan menggantikan semua kilasan tentang Edgar untuk sementara.

.

.

Karina terusik dalam tidurnya saat ia merasa suhu ruangan begitu dingin menusuk kulitnya. Dengan enggan, perempuan itu bergerak untuk sekedar memiringkan badan.

Tunggu. Memiringkan badan?

Mata Karin terbuka begitu saja saat ia merasa tak tidur di tempat semula. Setelah bangkit, ia baru tahu kalau kini ia berada di atas sofa panjang dengan jaket hitam besar yang menutupi badannya. Karina pun mengedarkan pandangan, dan menemukan Reza yang tertidur di single sofa yang semalam ia duduki, tengah memeluk Bias yang juga masih tertidur.

Untuk beberapa saat Karina hanya bisa tercengang dengan pemandangan seperti itu sebelum otaknya mengambil alih pergerakan tubuhnya. Dengan sedikit limbung, Karina mendekati Reza.

GerimisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang