1 - The Time is Too Late

881 93 6
                                    

Semua orang sudah hadir di tempat pernikahan ini dan Sakura mengamati sekitarnya. Rustic wedding seperti kepribadian Ino yang menyukai alam, spesifiknya lagi bunga. Aroma bunga-bunga segar yang berada di tempat ini dan mengingat beberapa bulan yang lalu sahabatnya bilang tidak mau jatuh cinta lagi.

Hal yang diinginkan Ino hanya mati saja, karena merasa dia seharusnya mati saja dan itu hampir terjadi. Dua kali kalau boleh dispesifikkan dan dengan rentang waktu yang berdekatan.

Membuat Sakura mencatat sahabatnya itu hampir dua kali diambang kematian. Meskipun sebagai seorang dokter, Sakura merasa Ino seharusnya tidak bisa selamat karena betapa parahnya kecelakaan yang menimpa dia. 

Mungkin jika orang lain yang mengalaminya, sudah dipastikan mati. Bahkan keajaiban tidak akan pernah bekerja secara kontinyu.

Namun sesaat kemudian, Sakura tersentak dan menepuk-nepuk pipinya. Bagaimana mungkin dirinya memikirkan hal mengerikan itu di pernikahan sahabatnya?

"Hinata, sini!" Sakura melambaikan tangannya saat melihat perempuan bersurai lavendel itu berada di tempat yang sama.

Seolah tersihir dengan kehadiran Hinata, setiap langkah yang diambil olehnya membuat semua orang yang berada di sana menoleh, terutama laki-laki. Sakura merasa Hinata berbohong kepada dirinya jika sampai detik ini sahabatnya itu belum juga memiliki pacar atau pun pendamping. 

Apalagi pekerjaan Hinata sebagai make up artist yang seharusnya bisa mendapatkan akses terbaik untuk bertemu lelaki tertampan yang hanya bisa dilihat Sakura dari layar televisi atau handphone miliknya.

"Hinata! Aku tahu dirimu mencintai warna hitam, tapi kita tengah menghadiri pernikahan sahabat kita dan bukannya pemakaman!" omel Sakura yang tersadar dengan pilihan outfit Hinata. 

Hinata hanya tersenyum simpul sebagai jawaban dan Sakura rasanya ingin mengacak rambutnya—tetapi teringat perjuangannya harus berada di salon jam 6 pagi hari ini padahal baru pulang dari dinas kerja di emergency room—sehingga meghentikan pergerakan tangannya.

"Maaf, aku hanya sempat menarik gaun ini saat pulang ke rumah. Aku baru pulang dari perjalanan jauh, Sakura."

Sakura tentu saja gemas ingin mengomel. Tetapi menyadari jika dirinya hampir tidak berkontribusi apa pun dalam persiapan pernikahan Ino, merasa tidak berhak mengomel lebih panjang lagi. Setidaknya Hinata membantu merias Ino meskipun baru pulang dari perjalanan yang jauh dan sebagai ganti omelannya, Sakura mencubiti pipi Hinata karena gemas.

Hinata hanya menggerutu sebal dan Sakura tertawa. Tapi setelah itu, dirinya merasakan tatapan menusuk yang dialamatkan kepada punggungnya. Saat menoleh, dirinya tidak mendapati siapapun tengan memandanginya.

Tetapi Sakura merasakan tetap dipandangi meski tidak menemukan pelakunya.

"Kenapa Sakura?" panggilan Hinata membuat Sakura menoleh dan tersenyum lebar.

"Ah tidak. Hanya perasaanku saja tadi ada yang memberikanku tatapan menusuk."

"Mungkin karena kamu lama tidak berhubungan dengan seseorang jadi salah menangkap sinya, Sakura."

"Sialan!"

Mereka berdua tertawa setelah itu dan berbincang banyak hal. Tetapi sebenarnya apa yang dirasakan oleh Sakura itu tidaklah salah. Memang ada seseorang yang memberikan tatapan tajam kepada Sakura saat menyakiti pipi Hinata dan Hinata tahu serta bisa melihat orang itu dengan jelas.

Senyuman Hinata—yang tentu saja tidak disadari oleh Sakura—adalah tanda kepada orang tersebut untuk tidak mencoba melakukan hal yang tidak perlu.

🌿🌿🌿

Ino menatap pantulan dirinya di cermin dengan helaan napas panjang. Dia sejak awal tahu apa yang membebani Sai dan lelaki itu tidak mau jujur padanya. Pun dengan Hinata tidak mau menjelaskan mengapa bisa berada di tempat itu saat ia koma selama hampir sebulan. 

Pernikahan ini Ino tahu tidak akan benar-benar terjadi dan Hinata juga tidak membantah saat dia menyampaikan teorinya itu.

Dia kembali mengingat pembicaraanya dengan Hinata lima belas menit yang lalu saat sedang dirias. Ino mengeluarkan seluruh teorinya yang jika didengar oleh Sakura pasti dianggap fungsi kepalanya tidak beres atau dianggap itu adalah efek kecelakaan dan koma yang dialaminya tiga bulan yang lalu.

"Hinata, katakan yang sejujurnya padaku. Saat kau menghilang setengah tahun sekali itu adalah saat kau berada di tempat itu."

"Apa maksudmu, Ino? Aku kerja di Amerika dan Eropa."

"Aku tahu kau bohong, Hinata! Apa hubunganmu dengan lelaki itu? Lalu apa yang dilakukan oleh mereka berdua di sana? Tidak mungkin membawaku kembali dari kematian bukan?"

Ino rasanya ingin mengacak rambutnya karena frustasi, tetapi itu berarti ia merusak kerja keras Hinata yang menata rambutnya dan membuat rangkaian bunga yang berada di kepalanya juga ikut rusak.

"Teori apa yang kamu punya, Ino? Aku akan mendengarkannya."

"Kau bukan manusia ... sama seperti Sai."

"Sai manusia, tapi terlahir dari kedua orang tua setengah immortal."

"Jadi kau tidak menampik kau bukan manusia, Hinata?"

"Sejak awal aku bahkan tidak pernah bilang diriku adalah manusia," Hinata memasang rangkaian bunga di kepala Ino dan kembali melanjutkan menata rambut. "Kalian yang semaunya mengambil kesimpulan. Jadi aku tidak berbohong."

Benar, Hinata sejak awal tidak pernah mengiyakan jika Ino maupun Sakura berbicara tentang kehidupan mereka sebagai seorang manusia. Ino tahu jika dirinya hanya memperumit keadaan jika memikirkan semua ini, lantaran sekarang adalah hari pernikahannya. Tidak mungkin Ino mundur dan melarikan diri, ingin melupakan semuanya.

Kecuali....

"Ino! Di mana mempelai lelakimu! Pernikahanmu dikacaukan oleh sekelompok orang!" seruan Sakura di ruang tunggunya membuat Ino menoleh. Mendapati sahabatnya terengah-engah dan penampilannya tampak kacau. Ada Hinata di belakang Sakura dan anggukan pelan Hinata membuat Ino mengerti satu hal.

Bahwasanya pernikahannya hari ini tidak akan terlaksana. Bahwa teorinya yang disampaikan pada Hinata benar-benar menjadi kenyataan.

Dia sudah kembali

🌿🌿🌿

Dynamite | SaiInoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang