"Mel! Udah ngapa, lo udah ngabisin jus terong gue! Kalau lo haus, beli! Nyusahin!" desis Kula, yang kian merungut kesal menatap Melo—sang pahlawan yang tadi disebut-sebut itu, menghabiskan jus terong kesukaannya yang baru saja ia pesan. Kata Melo sih, dia kesel, abis disuruh nyatet 1 Bab penuh di papan tulis sama Bu Wati, karena dirinya yang diadukan telah mematahkan lipstick teman-teman perempuan dikelasnya, yang ia gunakan untuk membuat tapak gunung dilantai putih bersih kelas XI IPS 2.
"lo ngga ngerti! Betapa sakitnya tulang-tulang jari gue gara-gara si Wati! Dasar guru gendut ngga berperasaan! Apa kata wanita-wanita kalau pas gue genggam tangannya, terus dia ngeliat tangan gue yang mulai peyot-peyot begini? Ah!" balas Melo terlalu mendramatisir segala sesuatu hal yang baru saja menimpanya, meski kenyataan yang ia jabarkan terlalu berlebihan.
Aldo yang sedang menyisir rambut dengan pomade andalannya itu tertawa kecil, mendengar jawaban Melo serta raut wajah yang berhasil Kula tunjukan. "oh, iya, Mel, lo tau si Apit ngga?"
Melo mendongak, namun kedua matanya mengedar kepenjuru kantin, dan kadang bibirnya terkatup untuk memberikan siul pada kaum hawa yang terang-terangan sedang menatapnya. "heran, gue siulin aja udah pada kayak kena step" tawa Melo, setelah melihat respon dari para kaum hawa tersebut.
Aldo menaruh sisirnya diatas meja kantin, dan menggeleng. "jijik lo!"
"gue nanya nih, lo kenal Apit ngga?"
Melo hanya mendelikan bahunya tidak peduli, sambil seperti orang sedang berfikir, meskipun Kula dan Aldo tidak yakin bahwa di dalam kepala Melo, pria itu mempunyai pikiran.
"ngga usah sok mikir, kelamaan!"
Melo melempar sedotan bekas jus terong milik Kula yang tanpa permisi sudah ia habiskan itu tepat dimuka Aldo. "bacot! Gue pomade bibir lu, biar kaku!"
Aldo terdiam. Lebih baik menunggu pria itu memberikan jawaban, deh.
"Apit siapa, dah? Ngga, gue ngga kenal."
Aldo tersenyum miring, sedangkan Kula hanya terdiam— diam-diam masih dendam terhadap jus terongnya yang sudah dihabiskan Melo.
"kalau gitu.. lo tau Nada?"
Otak Melo tampak kembali seperti sedang berfikir, entah iya, entah engga. Hanya dia dan Tuhannya lah yang tau.
Dan lagi-lagi Aldo dan Kula hanya bisa terdiam sembari menunggu.
"Nada siapa?"
"anjing!"
"oh, Nada, anjing? Pantesan gue ngga tau." Jawab Melo dengan mudahnya, dan kembali tidak peduli dengan tampang kedua temannya yang sudah terpasang sangat mengerikan itu.
"kalau nanya, yang manusia aja. Binatang mah gue kurang kenal, mereka sombong." Tambah Melo. Dan kemudian kedua pandangannya kembali menyapu penjuru kantin, hingga menatap sosok seseorang yang membuat sudut-sudut bibirnya terangkat.
"hai, alur hidupku.." goda Melo, tepat saat seorang gadis berjalan melewati mejanya, Aldo dan juga Kula.
Gadis dengan kuncir kuda itu tidak bergeming dan terus berjalan, mengabaikan sapaan Melo, yang entah itu sapaan atau bukan. Gadis itu tidak peduli.
Melo tersenyum senang, yang membuat Aldo dan juga Kula bergidik tak mengerti. Bahkan, kekesalan mereka berdua kian tergantikan dengan tanda tanya yang kian memupuk diatas kepalanya. Melihat Melo yang tiba-tiba senyum-senyum bagaikan Surtini yang selalu mangkal di halte sekolah tanpa pakaian bawah. Dan Melo, persis seperti itu.
"Mel?"
"Lo?" tanya Aldo dan Kula secara bergantian.
"lo tau Nada, ngga?" jangan tanya bagaimana ekspresi Aldo dan juga Kula yang mendapat pertanyaan yang baru saja ia tanyakan kepada Melo, dan laki-laki itu sekarang bahkan menanyakan hal yang sama. Jika hayati minta dibunuh di rawa-rawa, maka Aldo dan Kula siap jika ada yang mau membunuh keduanya di meja kantin sekolah sekarang juga.
"otak lo masih ada kan, Mel?"
"ada."
"pikiran lo?"
"ada, tapi kayaknya lagi pergi."
"kemana?"
"tuh, kesana." Tunjuk Melo, pada seorang gadis yang baru saja melewati mejanya.
"kaki gue juga mau pergi, nih, kayaknya." Tambahnya sesaat kemudian.
"kemana?" balas Aldo dan Kula, hanya berselisih 0,01 detik.
"kesana. Tapi, ngga jadi, ah."
"kenapa?" kini giliran Kula yang mengeluarkan pertanyaan.
"soalnya, pantat gue ngomong, kalau gue harus dudukin dia di closet sekarang juga. Jadi, kaki gue nurut aja, biar pikiran gua aja yang disana."
"berarti, pikiran lo, ngga lo ajak ke closet?" pertanyaan bodoh mengalir dari Aldo.
"ntar, kalau pikiran gue udah ber-tai, baru gue ajak." Jawab Melo segera berdiri, dan ngacir secepat mungkin menuju toilet yang berada dilantai 2, yang letaknya tidak jauh dari kelas XI IPS 2, kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Warna Melodie
Jugendliteratur"gue itu ngga bisa megang alat ginian! Lebih baik gue disuruh ngegambar full satu sketchbook, deh! daripada jari-jari gue pegel cuma buat mainin ginian!" "gue itu suka sama cowok yang melankolis dan pintar. Bisa main alat musik dan bikin puisi. Buka...