-To the sky that never leaves the world-
Gumpalan awan putih kian saling mendorong, berirama membentang paparan langit biru yang tiada ujung, memberi celah kepada sang mentari untuk memamerkan wujudnya.
Pagi itu, dibawah sinar matahari yang masih tampak malu-malu menampilkan wujud keseluruhannya, menjadi saksi bisu bagi laki-laki dengan seragam olahraganya yang sudah ia modif sedemikian rupa bagaikan jersey bola. Tidak. Bukan bola sepak, melainkan bola basket. Bagaimana tidak? Baju olahraga itu telah ia gunting menjadi baju tanpa lengan beserta nomer punggung yang ia tulis sendiri menggunakan spidol hitam dalam kelasnya.
Melo S. Diendra
Ya. Lagi. Lagi. Dia.
Bibirnya terus berkomat-kamit dibawah tiang bendera dengan tongkat kain pel ditangannya sebagai topangan, sedangkan salah satu kakinya ia tekuk sembari kedua tangannya menjewer telinganya sendiri secara silang. Di depannya terdapat seorang wanita yang terus bermondar-mandir mengawasi. Ya, siapa lagi jika bukan Bu Susi.
"Bu, udah apa Bu, kaki saya mau copot ini Bu rasanya"
Keluhan pertama.
"Bu, tuh liat Bu, tongkat pel-annya udah mau patah daritadi disuruh berdiri begini"
Keluhan kedua.
"Astagfirullah ibu! Ketek saya udah basah nih, nanti seragam saya bau ketek jadinya"
Braakkkkkk!
Suara yang sangat kontras terdengar begitu memilukan, membuat para siswa-i yang sedang berolahraga menoleh dengan serempak ke sumber terjadinya suara.
Yak!
Bu Susi menarik tongkat pel yang mana sedari tadi Melo jadikan tumpuannya untuk berdiri secara sepihak. Membuat sang korban jatuh tersungkur membentur lapangan upacara dengan keras karena tanpa adanya persiapan.
"Dihukum tuh seharusnya kamu berfikir! Bukannya malah ngomong terus kayak beo!"
Siswa-i sibuk saling berbisik satu sama lain. Ada yang kasihan, ada yang menyukuri, ada yang.. acuh tidak peduli. Sedangkan sang pelaku utama tetap sibuk mengusap-usap lengannya yang ia rasa menjadi lembam.
"Lagi-lagi buat ulah. Ck." desis seseorang yang acuh sembari sesegera mungkin meninggalkan koridor yang menyambungkan langsung dengan lapangan upacara untuk segera menaiki anak tangga.
"pergi kamu ke kelas! Ambil tas, dan pulang!" Bu Susi kembali berteriak lantang, yang kali ini membuat Melo sedikit tersentak dari kegiatan yang ia lakukan sebelumnya.
Melo mendongak dengan senyum lebar yang terpasang diwajahnya. Segera bangkit dan menyalimi tangan Bu Susi bolak-balik tanpa henti sembari mengucapkan terimakasih "makasih banyak ya, Bu! Demi apapun Ibu baik banget sama saya, ngertiin saya banget kalau tangan sama kaki saya jadi sakit-sakit gara-gara dihukum gini. Huh! Kalau Ibu masih lajang, saya udah nyium pipi ibu 100 kali, kali Bu! Hehehe" ucapnya yang diakhiri dengan kekehan.
Bu Susi diam saja dengan tingkah yang dilakukan oleh murid nakalnya satu itu, namun beberapa menit setelahnya ia mulai mendekatkan bibirnya kearah telinga Melo. Dengan satu tarikan nafas "KAMU IBU SKORS SELAMA 3 HARI MELODIEEEEEE!" kata-kata penuh penekanan itu keluar dari mulut Bu Susi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Warna Melodie
Teen Fiction"gue itu ngga bisa megang alat ginian! Lebih baik gue disuruh ngegambar full satu sketchbook, deh! daripada jari-jari gue pegel cuma buat mainin ginian!" "gue itu suka sama cowok yang melankolis dan pintar. Bisa main alat musik dan bikin puisi. Buka...