satu

11K 665 6
                                    

ECHA melenguh dan bergerak resah dalam tidurnya saat kedua kelopak mata indahnya terbuka, menampakkan sepasang iris almond yang terlihat cukup teduh untuk ditatap. Silau sinar lampu neon yang ter-pancar dari langit-langit kamar megah itu membuat Echa kembali berusaha menye-suaikan pandangannya yang masih menga-bur.

"Kamu udah sadar?" pertanyaan itu langsung menyapa pendengaran Echa. Seperti perintah, gadis itu langsung melem-parkan pandangannya ke arah sumber suara.

Di atas sebuah kursi kayu yang menghadap ke arahnya, seorang gadis yang menggunakan kebaya serupa namun beda warna dengan Echa tengah tersenyum manis. Kemudian berdiri dan beranjak mendekati Echa yang masih terpekur lem-ah di atas ranjang jumbo berwarna abu-abu tersebut.

"Kamu tadi pingsan pas ijab qabul diucapkan." Latifa memandang wajah Echa yang pias seraya menepuk pundak gadis itu pelan. "Kamu gugup?"

Echa hanya terdiam. Menghelakan napas beratnya dan memutar kembali penggalan ingatannya sebelum ia sampai di kamar itu.

Terbayang wajah tegang Kyar saat duduk di sisi Echa dengan sebuah selendang putih yang merentang menutup puncak kepala mereka siang itu. Pria yang dengan lantangnya mengucap qabul atas diri seorang gadis bernama Mahesa Diana Putri itu terlihat begitu dingin tak tersentuh. Suara lantangnya yang sanggup menga-lahkan tegasnya suara penghulu kala ijab qabul ia serukan, seolah telah berubah ben-tuk menjadi gondam yang siap menghan-tam pikirannya gadis itu sendiri.

Sungguh kejadian yang ironis. Moment dimana seorang gadis akan menangis ter-haru atas dirinya yang telah sah dipersun-ting seorang pria, justru menjadi moment mengerikan bagi Echa yang saat itu langs-ung terjengkang tak sadarkan diri seiring kata 'sah' menggema di kedua telinganya.

Dengan gusar, Echa memijat pelipis matanya yang kembali berdenyut, tepat saat ia mendengar suara pintu kamar itu dibuka dan menampakkan sosok Kyar melangkah dengan kaki tegasnya. Bahkan suara ben-turan sepatu pantofel yang ia ciptakan terdengar begitu nyaring dan mengilukan. Membuat Echa tanpa sadar terduduk dan meraih lengan Latifa untuk ia pegang.

"Lemah!" ujar pria itu terdegar dingin dan langsung meraih tangan kiri Echa hingga ia bisa menyematkan sebuah cincin emas putih berukir dan berhiaskan berlian kecil ke jari tengah gadis itu.

"Gitu aja pingsan. Gimana, sih?"

Echa terpaku. Menatap kagum pada cincin berwarna silver nan berkilau itu di bawah sinar lampu tersemat di jari tengah-nya. Seperti terhipnoris, Echa langsung mengangkat tangannya ke udara. Merasa kagum.

"Kok cincinnya gini sih, Dek?" tanya Latifa menatap heran ke arah jemari Echa yang masing terangkat.

"Gini, gimana?" tanya Kyar masih bernada sama.

"Kenapa ditaruh di jari tengah?!

Harusnya 'kan di jari manis!"

"Oh..." sahut Kyar pelan. "Kebesa-ran."

"Apanya?"

"Cincinnya."

Kemudian, tatapan Kyar jatuh pada Echa yang sepertinya mulai tersadar de-ngan letak cincin itu.

"Itu cincin kawin! Kebesaran, karena aku pikir kamu mulai gemukan." Ujar pria itu melihat tampang Echa yang kusut.

Kyar mengalihkan tatapannya, tepat saat Echa mendongakkan kepalanya hendak menatap mata lelaki itu. Membuat Echa merasakan secara nyata perubahan sikap Kyar untuk yang kesekian kalinya. Bagaimana pun, Echa sadar akan sinar mata pria itu yang sudah mulai meredup. Ia tahu Kyar berbalik menatapnya hanya karena rasa jengah yang mulai melanda. Menatap ke dalam sepasang almond yang berhalang bulu mata lentik itu dengan tatapannya yang gusar. Memberikan pelu-ang bagi Echa untuk bisa membaca sua-sana hati pria itu sekarang.

Something About Love (Tersedia di PlayStore!) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang