chapter 16

10.9K 575 56
                                    

Tadi malam aku memang gak bisa bilang apa apa ke bunda. Selain menangis dipelukan bunda.

Hari ini. aku menemani mbak Dwi berbelanja pakaian di Palur Plaza. Sebenarnya males. Tapi, gakpapa lah, daripada bosen dirumah.

"Dek. Mbak ke sana dulu ya. Kamu ikut gak?" Mbak Dwi menunjuk pusat perbelanjaan pojok busana di Palur plaza.

"Males. Mbak Sendiri aja, aku nunggu disini," kata ku yang saat ini sedang di kursi kedai Es krim mini di dekat optik Pranoto.
Mbak Dwi pun menurut.

Aku melahap tiap tiap sendok cup Es krim rasa vanila yang diatas nya ditaburi topping waffle,coklat dan choco chips.
Gimana ya?masalahnya Kalau sama mbak Dwi di toko baju ataupun sejenisnya, pasti aku disuruh nunggu di depan kamar ganti sampe kesemutan. dilihatin, cocok apa gak? Ditanya, bagus apa gak?
Huh! Lainnya deh, yang ngebuat ku males, mending aku nunggu diluar daripada ngikut mba Dwi di toko baju.

Aku memainkan HP ku sembari menyendok es krim yang ku letakkan di kursi kedai tersebut.

"Serius amat?"

Aku menoleh.

"Mas Fero!"
Mas Fero ternyata ada disini.

"Hehehe," dia tertawa kecil.

"Mas kok disini?" Tanya ku.

"Pengen jalan jalan aja," jawabnya.

"Oh, sendirian mas?"

Mas Fero mengangguk.

Mas Fero pun duduk di sampingku.

Kami hanya diam. Tidak ada yang membuka pembicaraan.
Ke tiga kalinya aku ketemu dengan mas Guntur.

"Mmm. Mas, ngomong ngomong. Makasih ya soal ketilang itu," aku membuka obrolan.

"Aku gak nolongin kamu. Masa iya, aku nolongin orang yang salah.aku cuman beri kamu keringanan aja, yang penting jangan diulangi lagi." Ingat nya.

Aku pun mengacungkan jempol ku di depan wajah mas Fero.

Ohya. Soal mas Putra.
Sampai saat ini aku gak ada komunikasi dengan nya. Entahlah?
Mungkin dia sibuk atau apa, aku pun gak tau.

Kalau soal mas Guntur?😑. Mboh, ket ndek bengi aku ra di Sms.
(Terserah, dari tadi malam aku gak di sms.)

"Dek. Pulang yokk-" aku dan mas Fero menengok. Ku lihat mbak Dwi sudah membawa kantong belanja nya. Mbak Dwi mlongo dan kemudian dengan refleks dia salah tingkah.

Mbak Dwi menarik ku menjauh dari mas Fero.

"Sstt. Dia siapa? Ganteng banget, kayak Verrel Bramasta versi cepak." bisik mbak Dwi.
Kulihat mas Fero kebingungan dengan tingkah laku kami.

"Oh, dia mas Fero. Temenku, emang ganteng," jawab ku santai.

"Bisa bisa nya kamu kenal dia, darimana? Dan, apa dia anggota?" Tanya mbak Dwi bertubi tubi.

"Udah lama sih. dulunya di taruna Akpol, kenal di Sosmed. Terus ketemu di sini waktu aku sama mama dan tante Bella. Dia Polisi mbak,"

"What! Polisi? Kamu Gak salah? Om om bisa kenal sama anak kecil kayak kamu dek?" Kata mbak Dwi yang seolah mengejek ku.

"Hello! Mbak Dwi, aku sama mbak tuh cuma beda 2tahun. Om om? Berarti mas Guntur om om juga dong?,"

"Tapi kan tuaan dia, apa kamu gak tanya umur nya berapa?" mbak Dwi menunjuk mas Fero.

"Ya mana aku tau. Penting amat ya, harus lihat identitas nya segala. Teman kan gak mandang umur,"

"Iya deh. Yuk kesana, tuh dia clingak clinguk kayak orang nyasar. Ohya, kenalin aku sama dia ya dek. Heheh"

ARMY-ku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang