Chapter Three

112 4 1
                                    

Ini pasti sebuah kesalahan. Tatapan mata itu sangat kukenal, walaupun aku belum pernah mengenal Jung Ho Seok ini. Si J-Hope yang sedang menarik tanganku.

Siapa dia?

Aku terus mengikuti kemana dia membawaku pergi, tanpa ada perlawanan sedikit pun. Tangannya masih hangat dan terasa pas di tanganku.

Tak terasa sampailah kami di depan lift, kami pun masuk dan dia menekan tombol menuju lantai 8. Kami berdua berdiri dalam keheningan, walaupun tangannya masih menggandengku. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, dia terus menggenggam tanganku dan sesekali meremasnya erat. Sempat terkejut beberapa kali, karena saat dia menggenggam erat wajahnya tak teralihkan dan hanya memandang ke depan.

TING..

Kami keluar dari lift masih dengan keadaan basah kuyup. Lagi dan lagi, dia menarikku dan mendahului langkahku agar seakan- akan aku tak dapat melihat wajahnya. Setiap kamar yang bertuliskan nomor di depannya nyaris kuhafalkan, mulai dari 102, 103, 104, hingga berhentilah kami di depan pintu bertuliskan nomor 105.

"Masuklah, anggap saja apartment mu sendiri ehe", tersenyum lagi. Kali ini dia melepas genggamannya, dan membiarkan aku berjalan masuk sendiri.

Di bagian depan, aku dapat melihat ada sebuah mini bar berwarna putih dihiasi gelas- gelas yang dikhususkan untuk minuman sejenis Wine dan Champagne. Seleranya cukup tinggi ? Dan setiap sekat antar ruangan terbuat dari kaca tebal dan bening, kecuali satu ruangan. Ruangan itu tertutup oleh dinding putih tebal, dan disinilah aku mulai berpikir bahwa dia suka warna putih ? Ah aku mengada- ada.

"Kenapa kau tak duduk? Santai saja",

"Ya, terimakasih", kini pandanganku tertuju pada sebuah sofa merah di sudut ruangan. Sangat mencolok dengan warnanya yang terkesan menyala.

Dia sibuk kesana kemari dan keluar masuk ruangan berdinding putih itu, yang sudah dapat dipastikan itu kamarnya.
Aku memikirkan cara untuk memecah keheningan, hingga sebuah ide terlintas.

"Apa kau tinggal sendirian disini?", tanyaku.

Dia terhenti dari langkahnya dan menoleh ke arahku. Dia tersenyum, "Ya. Aku tinggal sendiri sejak SMP, dan disinilah tempatnya".

Dia melanjutkan langkahnya, tapi kali ini dia membawa sesuatu dan menuju ke arahku.
"Pakai ini, baju ku yang sudah kekecilan. Mungkin cukup untukmu".

"Ah, tak apa. Aku mungkin hanya mampir, sebentar lagi aku harus pulang".

"Aku tak ingin sofa ku basah", jawabnya datar. Datar? Baru kali ini kulihat wajahnya seperti ini.

"Baiklah.. ",

"Oh, aku akan keluar sebentar. Gantilah dimanapun saja, aku tak akan mengintip", dia seperti orang yang sedang terburu- buru. Dia langsung keluar dan meninggalkanku yang kebingungan disini. Aku harus ganti di mana? Ruangan ini akan langsung terlihat dari luar, ataukah di kamar mandi saja?
Ah, iya di kamar mandi saja.

Aku sudah masuk ke kamar mandi, ruangan dengan khas aroma tubuhnya. Sabun apa yang dipakainya? Aku suka aromanya, dan untuk seorang anak lelaki SMA dia cukup rapi dan bersih. Mungkin karena dia sudah tinggal sendiri sejak SMP?

Rasanya risih bila langsung berganti pakaian, aku ingin mandi. Apa tak masalah jika aku mandi?
Aku akan mandi cepat- cepat, mungkin dia tak akan tahu aku mandi.

- 15 menit kemudian -

CEKLEK.

Pintu kamar mandi terbuka, dan aigoo!

"Maaf! Aku tidak tahu!", seru J- Hope. Dia langsung menutup pintu kamar mandi dengan cepat.

Aish! Kenapa jadi seperti ini? Sungguh memalukan sekali, dia melihat semuanya? Ugh! Bodoh!

Drowned  ×NC×Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang