4

23 4 0
                                    

Dua hari kemudian pesawat yang membawa Riana telah mendarat di bandara Soekarno-Hatta dengan selamat meski sempat delay selama 2 jam dikarenakan cuaca. Ketidak hadiran Handoko serta tangisan Riana yang entah mengapa tidak membuat Cindy tergerak sedikitpun serta merta membuat Cindy bertanya-tanya kemana sebenarnya ayahnya itu juga rasa khawatir yang tiba-tiba datang menghinggapinya. Kevin selalu berada disebelah Riana sementara keesokkan harinya Cindy melihat orang berbondong-bondong berdatangan kerumahnya dengan menggunakan baju serba hitam yang jelas-jelas semakin membuatnya bingung, bahkan hari ini Riana menyuruhnya memakai baju serba hitam sedangkan sehari-harinya pun Riana bahkan tidak perduli pada baju apa yang dikenakan Cindy. Semua orang menatap iba dirinya yang menatap setiap orang dengan pandangan kosong. Mungkin mereka mengira Cindy terlalu berduka sehingga tidak mampu lagi mengeluarkan air mata, padahal apa yang terjadi adalah Cindy seolah masih berada dalam awing-awang tanpa tahu betul apa yang sebenarnya terjadi. Keadaan ramai dirumahnya membuatnya menyingkir perlahan menuju rumah kaca tempat ibunya menanam segala macam tumbuhan dan menatapi satu persatu tumbuhan yang berhasil bertahan sepeninggalan ibunya. Tanpa sepengetahuannya Kevin datang menghampiri dan berdiri disebelahnya.
Sadar dirinya tidak sendiri lagi, Cindy menengok ke samping kanan nya dan menemukan Kevin yang sedang menatap lurus dengan tatapan yang sulit diartikan "kak..." panggil Cindy pelan, matanya masih kosong tanpa alasan. Kevin yang merasa terpanggil mengalihkan tatapannya pada Cindy. "ayah kemana? Kok gak pulang sama ibu? Kenapa aku sama orang-orang ini semuanya memakai baju hitam?" Tanya Cindy bingung. Hal ini merupakan hal wajar bagi anak yang kehilangan sosok 'ibu' dari masih belia serta pribadi yang tertutup tanpa teman seperti Cindy sehingga beberapa hal yang sebenarnya umum terjadi namun terkadang membuatnya tidak mengerti.
Kevin memandanginya tajam "kamu beneran gak mengerti atau mau menyangkal yang sebenarnya terjadi?"
Cindy memandanginya semakin bingung dengan pertanyaan Kevin barusan. "maksudnya kak?"
Kevin memandanginya lurus-lurus mencoba memahami raut wajah Cindy "ayah pergi. Dia udah gak ada"
Jantung Cindy seolah berhenti sejenak kemudian berdetak sangat kencang. Dia seolah mengalami de javu dengan kata-kata ini. feeling nya mengatakan ada hal buruk meski dia masih belum yakin apa itu. "ma... maksud ka... kak papa udah gak tinggal sama kita?" tanyanya terbata berusaha mencerna
Kevin menatap Cindy dengan prihatin sedetik lalu detik berikutnya dia kembali menatap Cindy dengan datar "ayah meninggal sewaktu di Jepang saat hiking dua hari sebelum mereka pulang dan jasad ayah belum ditemukan"
Tatapan kosong kembali menghampirinya. Dia seolah mengalami de javu akan kejadian 5 tahun yang lalu. Masih tidak percaya orang-orang yang disayangi dan menyayanginya satu-persatu perlahan meninggalkannya. Sekarang satu-satunya orang yang paling menyayanginya telah pergi. Sekarang bagaimana dia akan menghadapi hidup. Tidak, lebih dari itu bagaimana dia akan menghadapi ibu tirinya yang hanya baik didepan ayahnya dan jahat dibelakang ayahnya? Tanpa sadar tetesan bening perlahan jatuh dari matanya, terus turun tanpa mau berhenti bahkan Cindy enggan untuk menyekanya. Kevin terus memandangi Cindy tanpa berbuat apapun. Dia sendiri tidak mengerti situasi ini. dia tidak pernah melihat orang yang disayanginya pergi meninggalkannya. Bahkan dia sangsi apa ada orang yang disayanginya, meskipun itu orang tua nya. Ibunya tipe orang yang hanya memperdulikan diri sendiri dan uang. Sosok materialistis yang sesungguhnya sifat yang paling dibenci Kevin. Ayahnya pun begitu. Terutama ayahnya. Dia akan melakukan apapun demi mencapai tujuannya meskipun dengan cara yang kotor. Dan jelas Kevin benci itu. Meskipun dia pikir cukup jahat mengakuinya, dia cukup bersyukur mereka berpisah. Setidaknya mereka tidak lagi kompak membuat Kevin membencinya secara tidak langsung. Tiba-tiba handphone Kevin berdering dan memunculkan nama Riana disana, mau tidak mau diangkatnya juga. setelah selesai berbicara di telepon, Kevin segera melenggang pergi.
"kak kemana?"
Kevin menoleh sedikit "dipanggil mama" jawabnya singkat lalu segera pergi.
Cindy menghembuskan nafas berat. Mengapa kakaknya itu tidak bisa bersikap hangat kepadanya? Cindy mendengar langkah kaki yang makin lama makin terdengar. Cindy mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang datang. "om Daniel?" Dia adalah Daniel Hanum Deraya, salah satu pemilik perusahaan Deraya sekaligus kakak kandung ayah Cindy.
"Cindy, sebelum ayah kamu meninggal, beliau mewasiatkan kepada om untuk menjaga kamu..."
Cindy hanya mengangguk pelan. Wajar saja kan, lagipula om Daniel bukanlah orang asing. Tapi rasanya kata-kata om Daniel masih menggantung.
"bagaimana jika kamu tinggal bersama om dan tante?"
"tapi om, aku harus tetap tinggal disini, ini tempat aku lahir dan dibesarkan dan ini satu-satunya tempat kenangan aku dan keluarga"
"kamu tahu, om sebenarnya tidak setuju saat ayahmu dan Riana menikah"
"kenapa om?"
Daniel seakan tersadar dan menggelengkan kepalanya pelan "telepon om jika kamu berubah pikiran atau butuh sesuatu. Bye little girl, i'll be missing you" pamit Daniel kepada keponakan yang sudah dianggap anaknya sendiri itu seraya mencium kening dan mengelus pelan rambut Cindy.
Cindy tersenyum. Setidaknya masih ada yang menyayanginya, pikir Cindy. "iya om, I'll be missing you too" Cindy memandangi kepergian Daniel dengan ragu. Di satu sisi dia ingin tinggal dengan orang yang menyayanginya. Riana jelas bukan orangnya, meski Cindy menyayangi Kevin dan Cindy cukup yakin Kevin setidaknya menganggapnya adik tapi bukan Kevin yang menjadi masalah, Riana lah masalahnya. Tapi tidak mungkin juga bagi Cindy untuk meninggalkan rumah, karena dirumah inilah satu-satunya tempat dimana dia bisa mengenang keluarganya. Cindy akhirnya memutuskan untuk masuk ke rumah dan berhenti sejenak saat melihat Riana yang sepertinya sedang berbicara serius dengan Kevin dilihat dari raut muka mereka. Dia memutuskan untuk lebih mendekat kearah mereka. Cindy sadar dia tidak seharusnya menguping pembicaraan orang sepenasaran apapun dirinya. Akhirnya dia memutuskan masuk kekamarnya dan melewati beberapa orang yang mengucapkan bela sungkawa kepadanya. Ditekannya nomor yang telah dia hapal diluar kepala "halo...."

Another Cinderella StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang