"KAMU SERIUS?"
Di luar dugaan, reaksi yang Mama berikan tidak begitu berlebihan. Kukira Mama akan pingsan di tempat. Ternyata Mama hanya langsung mematikan teve dan berseru tak percaya.
"Err, begitulah?"
Selama beberapa detik, keheningan terjadi sampai tiba-tiba Mama bertepuk tangan. "Selamat, Nak, eh, dia cewek apa cowok?"
Astaga! Bagaimana bisa seseorang yang hiperaktif seperti Mama mempunyai anak sepertiku?
"Cewek lah, Ma..." jawabku sambil memutar bola mata malas. Mama mengangguk mengerti.
"Ya udah, tunggu apa lagi?" tanyanya sambil menyuruhku segera pergi. Aku menepuk dahiku refleks sambil memberi gestur minta-duit-dong-ma.
"Oh iya, he he, bentar-bentar." Mama mengambil dompetnya yang teronggok di sofa dan mengeluarkan isinya. "Eh, kamu butuh berapa?"
Aku mengendikkan bahu. "Entahlah, terserah Mama aja," ujarku singkat. Tapi, jawaban 'terserah'ku membuat Mama menyodorkan sejumlah uang yang membuatku melotot.
"Nih, dipake buat main sama temen ya! Bukan buat kamu sendiri!" Aku masih speechless tapi lalu tersadar.
"Siap, Bos!" Aku memasang sikap hormat ala upacara bendera dan berlalu.
"Oh! Dan aku nggak lupa sama perjanjiannya loh Ma!" seruku dari depan pintu.
Aku yakin Mama tengah menepuk keningnya sambil mengusap dompet. Mungkin menyesali karena sudah memberiku uang terlalu banyak di saat nantinya juga akan membelikanku paket komik eksklusif yang lumayan mahal.
***
Berkat Mama, aku jadi membeli dua plastik besar berisi makanan ringan. Lagi-lagi berkat Mama, aku tidak perlu berdesak-desakan di angkot atau ditampar polusi jika naik ojek. Karena aku jadi punya cukup uang untuk naik GOHCAR, thanks to Mama.
"Kiri, Pak." Aku turun dari mobil sambil membawa plastik makanan ringanku dengan susah payah.
Wow, ternyata rumah Rena ... mengagumkan. Desain ala Eropa, dan aku bahkan bisa melihat tiga mobil kelas atas terparkir rapi di garasi rumah. Rena benar-benar di luar dugaan.
Aku menekan bel dan disambut seorang Satpam. Setelah menjelaskan ini dan itu, barulah aku dipersilahkan masuk dengan diantar seorang maid berseragam. Sekaya apa sebenarnya si Rena ini?
"Ah, nyampe juga lo, kirain bakal nyasar!" Rena dalam balutan pakaian tidur--seriously?--menyambutku di depan pintu kamarnya. Tanpa aba-aba, dia mengambil salah satu kantung plastik belanjaanku dan membawanya ke dalam kamar.
"Lo jadi makin pendek kalo bawa yang berat-berat, dan apa lo berniat menggendutkan gue?" Aku terkekeh pelan dan duduk di atas kasur Rena yang menurutku bisa menampung tiga sampai empat orang. Cewek itu melesat ke arah DVD Player dan mengacungkan beberapa set film.
"Mau yang mana?" tanyanya sambil menyeringai. Aku bergidik melihat film apa yang ditawarkannya. Insihdious, The Conjuhring, Don't Breahth, dan Ouijah. "Astaga, nggak ada film Disney aja apa?"
Rena tertawa keras. Entah bagaimana dia bisa mengetahui ketakutanku pada film horor. "Ya ya, kita nonton Frohzen aja deh, biar lo seneng," katanya sambil kembali mengacak-acak tempat set filmnya.
Membuatku mengingat salah satu isi buku panduan.
PANDUAN NOMOR 6 : Dahulukan keinginan teman sebelum keinginanmu!
"Eh tapi kalo lo maunya nonton horor, gue ... nggak papa sih," ujarku sambil mengusap tengkuk. Aku harus bersiap-siap menghancurkan kaca rumah Rena kalau-kalau aku berteriak terlalu kencang.
"Santai elah, gue bosen nonton itu mulu, malah gue belom pernah nonton Frohzen." Rena menghempaskan diri di sebelahku setelah menyetel film Frohzen.
Oh ya, kurasa aku bisa mempraktikkan panduan nomor 11.
PANDUAN NOMOR 11 : Kamu harus menjalin hubungan yang baik dengan orangtua temanmu supaya hubungan pertemananmu makin kuat!
"Btw orangtua lo mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Panduan Bersosialisasi Untuk Anak Kuper! [END]
Krótkie Opowiadania[CERBUNG] [Terdaftar dalam Daftar Panjang & Daftar Pendek Wattys 2018!] #6 dalam Cerita Pendek (21/5/17) "Kamu kok nggak pernah ngajak temen main ke rumah sih?" Kalau bukan karena Mama, aku tidak akan mau membeli buku panduan konyol itu! © ANI...