s e m b i l a n

5.6K 1.2K 212
                                    

Dinda I : Gantian dong, Ren, lo yang ke rumah gue

Rena Fiansa : Boleh aja sih, besok ya, jangan lupa siapin makanan yang banyak

Dinda I : Lah, gantian dong

Rena Fiansa : Kan lo tuan rumahnya

Dinda I : *flip table*

***

"Kurang banyak Ma, makanannya." Aku mengernyit saat melihat meja di ruang keluarga yang dipenuhi mangkuk, piring, dan toples yang penuh berisi makanan. Padahal hanya Rena seorang yang akan ke rumah kami, tetapi makanan yang Mama siapkan porsinya untuk lima orang.

"Oh gitu ya? Bentar Mama masih punya makaroni schotel perasaan deh." Mama kembali sibuk memeriksa kulkas dan lemari penyimpanan makanan yang kontan membuatku menepuk dahi.

"Ya ampun Ma, cuma Rena doang, udah segini aja ntar nggak abis lagi," kataku sambil mencomot stik keju. Mama menoleh dan ber-oh ria.

LHINE!

Rena Fiansa : Gue udah di depan rumah lo, bukain dong

Dasar, apa dia tidak bisa melihat bel yang terpasang di pagar rumah dan malah mengirimiku pesan?

"Dia udah nyampe?" Mama melepaskan celemeknya. Aku mengangguk cepat sambil mengetikkan balasan pada Rena.

"Paket komik eksklusifku jangan lupa ya, Ma," ujarku sambil bergegas ke pintu depan.

Samar-samar, aku mendengar Mama bergumam kirain-anak-itu-udah-lupa pada dirinya sendiri. Membuatku terkikik geli sambil membuka pintu rumah.

Di depan sana, Rena dalam balutan kaus dan celana jins tengah melongokan kepalanya berusaha melihatku. "Cepetan Din, panas nih."

Aku menggeleng-gelengkan kepala dan membuka pagar, lalu mempersilahkannya masuk.

"Yey! Akhirnya gue ke rumah lo juga," kata Rena sambil mengusap peluh di lehernya. Matahari memang sedang terik.

"Yah, silahkan obrak-abrik rumah gue sepuas lo, anggep aja rumah sendiri." Rena mengekoriku dari belakang.

Di saat yang sama, Mama langsung menyambut kami dengan sedikit heboh. "Ya ampun, temen pertama Dinda!!"

Oh, bumi, tolong telan aku sekarang juga. Rena menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal dan menyalami Mama. Sedetik kemudian, Mama mengernyit.

"Loh, kamu bukannya ... anaknya Fiansa?"

Hah?

"Eh iya, Tante ... Arum? Ternyata tante ibunya Dinda?" tanya Rena dengan nada terkejut. Aku sendiri melongo karena tidak mempercayai Rena yang telah mengenal Mama.

"Iya! Ya ampun, dunia sempit banget ya!" Mama terkikik geli.

"Um, Ma, ini kenapa ya?" Aku menunjuk Mama dan Rena bergantian.

Rena dan Mama saling berpandangan lalu tertawa bersama.

Ayolah, hanya aku yang tidak tahu apa-apa di sini.

"Rena ini anak temen kuliah Mama dulu, Fiansa, oh ya, Fiansa masih sering bulan madu basi sama Papamu ya?"

Rena tertawa lepas. Membuatku sedikit demi sedikit mengerti. "Iya ih, kemarin aja pas aku bangun tidur, mereka cuma ninggalin pesan 'kami mau pacaran dulu, jaga rumah ya sayang' emangnya aku satpam rumah?" Rena bercerita dengan menggebu-gebu.

Mama menepuk bahu Rena dan menatapku. "Mama Papa Rena pacaran mulu karena ini pas liburan, jarang-jarang kan mereka punya waktu bareng?"

"Haha, iya sih, Mama pasti bosen jalan sama aku mulu," kata Rena sambil mengendikkan bahu.

"Oh ayolah Ma, Ren, sekarang kayaknya Mama punya anak baru ya?" kataku sambil berjalan ke ruang keluarga.

"Ih, kamu ngiri ya." Mama dan Rena menyusulku.

"Nggak, biarin aja jadi aku bisa ngabisin ini semua sendirian," ujarku sambil menyantap kripik kentang dengan ganas. Rena dan Mama terkikik geli.

Mama meninggalkan kami setelah mengatakan satu-dua kalimat pada Rena. "Jadi orangtua lo baik-baik aja?" tanyaku sambil bersandar pada sofa.

Rena mengambil stik keju dan menoleh. "Lah, emang kapan gue bilang orangtua gue nggak baik-baik aja?" tanyanya balik.

"Kemaren, abisan lo ambigu banget ngomongnya, kirain gue lo ada masalah apa," ujarku.

Rena tertawa. "Lo kebanyakan baca komik dan novel, Din, tapi emang iya sih, gue masih baper gara-gara ditinggalin jalan-jalan," katanya mengambil jeda, "tapi nggak papa sih, gue jadi bisa nonton Frohzen sama lo."

Aku melempar bantal kepadanya yang disambutnya dengan bersungut-sungut. "Ya ya, sama-sama, gue tahu gue udah menyelamatkan kaset Frohzen itu dari debu karena nggak pernah lo tonton."

"Tuh tau!" Dan Rena kembali mendapatkan lemparan bantal dariku.

Ternyata, pikiranku terlalu berlebihan. Bukankah buku panduan itu mengatakan untuk tidak berprasangka buruk?

Tiba-tiba, Mama muncul sambil membawa ponselnya.

"Ren, nih Mama-mu khilaf mau ngajak jalan-jalan!"

Aku dan Rena saling berpandangan. Kemudian kami tertawa lepas.

"Mama kurang kerjaan amat ngadu langsung sama Mama Rena!" ujarku yang dihadiahi tatapan sangar dari Mama.

Setelah Rena selesai berbincang dengan ibunya menggunakan ponsel Mama, Mama kembali ke lantai dua.

"Eh btw Din, gue punya sesuatu buat lo." Rena merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah benda.

"Hah, ini...."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Panduan Bersosialisasi Untuk Anak Kuper! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang