Di atas kasur berwarna biru ini aku menonton film sambil mengunggu yang lain siap untuk berangkat menuju sekolah. Sejak dari jam enam tadi mereka masih belum siap untuk berangkat. Sebenarnya mau dandan kayak apasih mereka? Lama banget.
"Oi, udah belum?" Aku menggedok pintu kamar mereka. Huffft, malah gak di jawab.
"Woi, udah mau jam tujuh nih!" Ucapku dengan nada sedikit tinggi.
Karena gak ada jawaban, akhirnya aku memutuskan untuk segera berangkat ke sekolah. Namun, saat melewati meja makan aku sangat terkejut karena tak ada peralatan makan yang tersisa. Padahal, tadi pagi aku belum sarapan? Hemmmm.. Yasudahlah, sebaiknya aku berangkat dulu agar tak terlambat nanti. Masalah sarapan bisa diatur di sekolah nanti.
Di hari pertama sekolah ini, aku berangkat sendiri karena kelambatan semuanya. Entah sedang apa mereka sekarang? Aku hanya mendengarkan lagu melalui headset putih milikku sambil berjalan perlahan menuju sekolah yang jaraknya hanya 200 meter.
Saat sampai di sekolah, aku segera menuju papan informasi yang letaknya berada di depan ruang guru untuk mencari namaku dalam kertas yang di tempelkan pada papan tersebut.
Tepat berada di nomor 2 setelah Monika, namaku tertulis di bagian kertas paling kiri dan dibawahku ada Resza dan Errel. Keren..! Kita satu kelas lagi. Hehehe.
Setelah melihat denah yang ada di belakang papan itu, aku langsung berjalan menuju ruang kelas baru yang berada di lorong sekolah paling barat.
"Loh, kok mereka sudah di dalam kelas? Ah mimpi kali. Kan mereka tadi masih di dalam kamar? Kapan mereka nyalip aku di jalan?" Aku sangat terkejut. Aku berjalan masuk ke dalam kelas dan duduk di samping Resza.
Aku masih tidak percaya dengan semua ini. Apakah aku sedang bermimpi?
"Han. Kok lo diam?" Suara Errel terdengar di telingaku. Aku masih tidak paham dengan semua ini.
"Han" Resza memegang pundakku.
Memang benar, ini bukan mimpi. Tapi sejak kapan mereka berangkat meninggalkan rumah? Ah sudahlah, biarkan itu berlalu.
"Gimana tidur lho? Film yang lo tonton tadi apaan sih?" Tanya Errel. Aku semakin tidak paham dengan yang dikatakan
"Tadi, waktu lo nungguin kami. Lo ketiduran. Akhirnya gue berangkat duluan." Lanjutnya. Hah? Jadi aku ketiduran.
"Anjir... Kejam banget sih? Masa bangunin gue aja gak mau?" Gerutuku.
"Kami tuh kasian sama lo. Abis tidurnya nyenyak banget, jadi gue gak bangunin lo." Jawabnya. Aku menghembuskan nafas melalui mulut dan menaruh kepalaku di atas meja.
Aku kembali memejamkan mataku. Memang benar, rasa kantuk ini masih menghantuiku. Mungkin efek dari terlalu malam saat tidur. Namun, semua itu berubah saat negara api mulai menyerang seseorang datang dan menggebrak meja kami.
"Eh lo, dengerin gue. Nanti waktu pemilihan ketua kelas, lo harus pilih gue! Ngerti gak?" Perintahnya sambil menarik kerah depan Resza.
"Apaan nih. Ngapain lo perintah-perintah gue? Kenal aja belum." Resza menggertak dan memberontak.
"Gue Rexa. Dan gue merupakan adik dari ketua geng terkenal di sekolah ini." Dia mulai menyombongkan diri.
"Gak peduli lo siapa. Yang penting, jangan ganggu urusan gue. Belum kenal aja udah main kasar banget." Gerutu Resza
Bukkk....
Resza terjatuh dari tempatnya karena pukulan dari Rexa. Namun, saat aku akan membantu Resza, dia sudah berdiri dan membalas pukulan itu lebih keras sehingga membuat Rexa terjatuh dan tersungkur ke lantai belakang kelas. Pagi pertama menjadi ricuh.
Segera aku melerai pertengkaran ini sebelum kelas yang lain mengetahuinya. Aku menarik Resza yang akan memukul Rexa dan membawanya ke tempat duduk. Begitu juga dengan Rexa, teman-teman yang lain berusaha untuk menenangkannya.
Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi. Aku segera mengatur kondisi kelas agar tetap tenang dan tampak baik-baik saja. Dan salah seorang guru dengan rambut hitam yang terurai berjalan masuk ke dalam kelas dengan anggun.
Aku segera kembali duduk ke tempatku dan berusaha untuk tenang. Guru itu berjalan ke arah papan tulis setelah meletakkan tas miliknya dan menuliskan sesuatu di papan tulis.
"Perkenalkan, Nama saya Mianingsih Khalifa. Panggil saja saya miss Mia. Di sekolah ini, saya mengajar pelajaran matematika dan saya yang menjadi wali kelas di kelas ini." Jelasnya.
"Gila, itu guru atau cabai di pinggir sungai ya? Cakep banget." Bisik Resza padaku.
"Ngaco banget lo. Hahaha." Jawabku dan menahan tawa.
Setelah memperkenalkan dirinya. Miss Mia mengabsen kami satu persatu sambil berkenalan dengan kami. Selain itu, beliau juga menyuruh kami untuk secepatnya membuat grup di Whatsapp atau BBM. Dan terakhir, beliau ingin membuat daftar pengurus harian kelas.
Kebetulan, aku dan Monika terpilih menjadi calon. Bersama dengan Fadil, Rexa, Lily, dan Ikha kami akan di pilih oleh beberapa anak melaui voting satu persatu untuk mengisi suaranya.
Dan hasilnya, aku menjadi ketua kelas, Rexa sebagai wakil, Monika dan Lily sebagai sekertari, serta Ikha bersama Fadil menjadi bendahara. Hal ini membuat aku langsung melihat ke arah Rexa yang sedang menahan emosinya saat ini.
Setelah miss Mia menyuruh kami untuk membuat jadwal piket barulah kami di persilahkan untuk duduk kembali.
"Lo dalam masalah saat ini." Bisik Rexa pada Resza. Dia tidak merespon ucapan Rexa.
"Eza, seharusnya lo tadi itu pilih Rexa. Toh, aku kan pasti tetap menang." Ucapku.
"Lo itu sahabat gue. Dan apapun yang akan terjadi sama gue, dalam hal sekecil apapun gue bakal dukung lo. Gue cuma gak mau egois." Jelasnya. Aku terdiam dengan ucapannya itu.
***
Karena seorang sahabat yang baik akan selalu mendukung sahabatnya sampai hal terkecil meskipun dirinya akan mendapatkan masalah.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Jones Forever
Подростковая литератураKisah remaja labil yang sedang mencari kepribadian dan sebuah cita-cita yang mereka tuju setelah lulus dari SMA nanti. Berbagai tantangan mereka jalani untuk mendapatkan segala hal yang mereka cita-citakan. Mungkinkah mereka bisa untuk mencapai mimp...