Bel istirahat telah berbunyi. Setelah miss Mia keluar dari ruang kelas, kami berjalan menuju kantin untuk membeli makanan karena perut sudah bernyanyi. Namun, tepat saat kaki akan melangkah keluar dari pintu, Rexa memanggilku.
Aku menghentikan langkahku dan menoleh ke arahnya yang sedang berjalan menghampiriku. Aku menyuruh Resza dan yang lain untuk lebih dahulu memesan makanan.
"Apa lagi?" Tanyaku sedikit kesal.
"Han, gue mau jadi ketua kelas. Dan lo tukar posisi dengan gue." Ucapnya. Aku terdiam dan berfikir.
"Gue mau memberikan hak itu, tapi dengan berbagai syarat." Jawabku tegas.
"Apa syaratnya?" Tanyanya dengan nada yang sombong.
"Kita akan bertukar posisi selama 1 bulan. Dan bula depan setelah masa ini selesai, kita adakan voting dan melihat siapakah yang akan menang." Jelasku.
"Baiklah. Itu adalah hal yang mudah." Jawabnya. Aku segera meninggalkan ruang kelas dan berjalan menuju kantin.
***
Setelah memesan makanan, kami memilih tempat duduk paling pojok untuk menikmati makanan kami nanti. Selain itu, tempatnya juga tidak banyak di lewati oleh siswa lain sehingga tidak perlu khawatir jika ada orang yang akan menumpahkan makanan/muinuman dan mengenai baju kami.
Sambil menunggu makanan kami, canda tawa menghiasi suasana istirahat kami. Namun, itu semua berubah saat Rexa dan enam orang lainnya datang untuk merebut tempat kami.
"Kita duduk di sini lebih dulu. Enak banget lo ngrebutnya." Resza Emosi. Seluruh siswa di kantin memandangi kami.
Braak...
Tubuh Resza terjatuh dan memecahkan kursi plastik yang ada di belakangnya. Aku sangat terkejut ketika pukulan keras itu mengenai tubuhnya. Suasana semakin memanas saat semuanya berkumpul dan menyoraki.
"Akhh.. Apasih mau lo semua? Kalian ini anak yang gak punya orang tua apa?" Resza Emosi dan memukul wajah Rexa yang ada di sampingnya.
Ucapan itu membuat mereka semua geram dan bersiap memukul Resza.
"Baru kali ini ada anak yang berani memukul adik gue dan melawan geng kita. Guys, hajar dia." Ucap salah satu di antara mereka yang mungkin seorang ketua geng.
Rexa masih kesakitan di wajahnya, luka lebam akibat pukulan dari Resza terlihat jelas. Aku berusaha untuk melerai mereka. Namun karena ukuran tubuh para geng itu yang lebih besar membuat diriku menjadi kewalahan.
Aku segera keluar dari kerumunan itu dan pergi menuju ruang BK. Aku tidak peduli apa yang akan orang katakan padaku. Yang terpenting, sekarang Resza akan terselamatkan dulu.
Aku segera menarik guru bk itu menuju kantin dan melihat apa yang terjadi. Namun, tepat saat kami datang segerombol orang tadi akan membubarkan diri dan melihatku dengan tatapan mata yang tidak suka.
Guru bk tersebut melihat ketika geng milik kakaknya Rexa itu sedang memukuli Resza. Beliau langsung teriak dan memanggil namanya.
"Erda..!"
Saat itu juga, mereka langsung di bawa oleh guru bk tersebut ke ruangan. Sementara itu, bersama dengan Errel dan Monika, kami membawanya menuju ruang uks agar dia bisa beristirahat dengan nyaman.
Tepat sebelum bel masuk kelas berbunyi, kami telah mengobati lukanya agar cepat hilang. Petugas uks menyuruh kami agar segera masuk ke dalam kelas. Hatiku mulai kesal dengan semua kejadian ini. Aku masih tidak terima apa yang dia lakukan itu.
Bukkk....
Tepat di depan pintu ruang kelas, aku memukul perutnya.
"Rexa, apasih mau lo hah? Gua udah kasih lo kesempatan. Tapi kenapa lo tetep ngancem Resza? Apa salahnya?" Ucapku dengan nada tinggi.
"Gue masih belum puas dengan semua ini. Dan masalah Resza juga bukan urusan lo." Jawabnya.
"Resza itu temen gue. Dan semua urusannya juga urusan gue." Jelasku.
Bruk....
Sebuah pukulan keras mengenai wajahku sehingga membuatku terjatuh dan tersungkur ke bangku yang ada di depan kelas. Mataku mulai buram dan terlihat remang-remang, telingaku berdenging, kepalaku pusing.
...
...
...
Gelap yang kurasakan. Sepi tanpa ada siapapun yang menemaniku. Ada dimana aku sekarang? Hanya sebuah titik cahaya putih yang kulihat. Mataku pun terpejam karena silaunya cahaya itu. Apa yang sedang terjadi padaku?
...
Aku mulai membuka mataku. Kepalaku masih terasa pusing, penglihatanku juga masih belum stabil. Sebuah langit-langit berwarna putih yang kulihat. Dimana lagi aku sekarang. Aku mencoba untuk duduk dari tempatku berbaring ini.
"Oh, di UKS." Ucapku lirih. Kulihat jam sudah menujukkan pukul 11.
Aku segera pergi dari ruangan ini dan kembali menuju ruang kelas. Namun, pemikiranku berubah saat aku melihat Resza masih tergeletak lemah di atas kasur.
Luka lebam masih menghiasi wajahnya. Matanya masih tertutup dan belum sadarkan diri. Aku sangat menyesali semua ini, karena saat itu aku tak bisa membantunya untuk melawan gengnya Erda.
"Han, lo sudah sadar. Oh syukurlah." Monika dan Errel datang sambil membawakan tas milikku dan Resza.
"Kok kalian ada disini? Ini masih belum waktunya pulang kan?" Tanyaku.
"Iya. Tadi miss Mia tang bawa lo kesini. Dan Rexa masih ada di ruang bk sama geng yang baru saja memukuli Resza. Dia juga tau waktu lo berantem sama Rexa. Oleh karena itu beliau menyuruh kami kesini." Jelas Monika.
"Miss Mia juga bilang kalau dia dengar apa yang lo katakan. Dan itu yang membuat kita diijinkan pulang lebih awal."
"Pak Zain akan kesini dan menjemput kita. Pulang sekolah kita ke dokter dulu ok?" Ucap Monika. Kami semua mengangguk.
***
Karena, segala masalah yang ada pada sahabat kita juga masalah yang harus kita hadapi.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Jones Forever
Подростковая литератураKisah remaja labil yang sedang mencari kepribadian dan sebuah cita-cita yang mereka tuju setelah lulus dari SMA nanti. Berbagai tantangan mereka jalani untuk mendapatkan segala hal yang mereka cita-citakan. Mungkinkah mereka bisa untuk mencapai mimp...