♪You Are My Melody♪
Ruangan dingin dengan bau obat-obatan menyapa pembauan seorang lelaki bersurai hitam itu.
Langkahnya tertuju pada sebuah ranjang yang berdempetan dengan jendela yang dibiarkan terbuka, membuat cahaya dari sang surya yang mulai meredup masuk ke dalam ruangan itu.
Kulitnya yang pucat tampak bersinar ketika terpapar oleh satu-satunya cahaya di ruangan itu.
Matanya terkunci pada satu sosok gadis yang terbaring dengan mata tertutup dan berbagai macam alat yang menopang kehidupannya melekat di tubuhnya.Lelaki itu kemudian terduduk dengan lutut yang menopang tubuhnya, tangan kanannya yang bebas meraih surai kelam milik gadis itu, mengelusnya dengan penuh kehati-hatian seakan hanya dengan sebuah senggolan ringan membuat tubuh gadis itu terluka.
Tangannya kemudian beralih mengelus pipi dari seorang hawa yang tengah berada di kehidupan dan kematian.
Manik hitam lelaki itu menatap kosong sang pemilik wajah rupawan di pembaringannya, seakan dirinya hanya tinggal menunggu sang pemilik waktu memutuskan bagaimana lanjutan dari lembar kehidupan gadis ini.
Lelaki itu kemudian berdiri dan melangkahkan kakinya pada sebuah meja kecil tempat vas berwarna putih berada.
Sebuah buket bunga yang sejak tadi berada di genggamannya, dia pindahkan pada vas kosong itu-mengisinya dengan sebuah harapan kecil dari sebuah bunga yang melambangkan cinta dan rasa kasih yang tidak dapat terputus oleh apapun, bunga aster putih.
Matanya kembali terkunci kepada sosok yang membuat hatinya bergelut dengan banyaknya gejolak perasaan yang menggerogoti dirinya.
"Maafkan aku." Keheningan yang telah lama tercipta terpecah oleh suara baritone lelaki itu.
"Kau terluka karenaku. Seharusnya aku mengetahui 'hal itu' lebih cepat. Jika aku mengetahuinya, aku pasti akan lebih cepat menggapai dan mencegahmu."
Lelaki itu kembali mengarahkan tangannya pada wajah yang semakin hari terlihat pucat di pembaringannya itu, mengelus setiap inci wajah itu dan menyalurkan perasaan yang selama ini terpendam karena sebuah kesibukan di dunia yang sangat gemerlap.
Meskipun lelaki itu tahu, gadis itu tidak akan bisa mendengarnya, mendengar sebuah penuturan lemah dari seorang lelaki sedingin es di dunia yang berbeda.
Dan jika memang bisa, gadis itu pasti memilih untuk tidak mendengarnya.
"Ini sudah hari ke-30 kau terbaring disini. Dan selama itu pula, melodi yang kumainkan tidak seperti melodi-ku yang dulu."
"Apakah kau tahu kenapa?"
"Karena sang melodi tengah tertidur dengan sangat pulasnya disini. Entah sampai kapan sang melodi itu terbangun kembali."
"Sang melodi itu adalah dirimu. Kau lah yang memiliki energi hidupku, sang melodi."
"Semua yang ada disini," Tangan kiri yang bebas milik lelaki itu, dia arahkan pada dada kirinya, tempat titik vital dari kehidupannya.
"Semua yang ada disini bisa bertahan karena melodi mu. Entah aku harus melakukan apa, melihatmu terbaring disini karena kesalahanku. Karena dirimu, aku kehilangan sedikit cahaya harapan dari kehidupanmu."
Lelaki itu memejamkan kedua matanya, menahan rasa sakit yang membuncah di dalam dirinya.
Lelaki itu dengan perlahan kembali membuka kedua matanya, untuk bertemu dengan manik yang tertutup itu.
Namun, semakin dia menatapnya, rasa sesak yang dia rasakan semakin bertambah. Dia tidak dapat memalingkan wajahnya.
"Sekali lagi aku minta maaf. Aku tidak bisa melindungimu seperti apa yang telah aku janjikan padamu."
"Aku terluka sangat dalam melihatmu seperti ini. Tapi, aku tahu rasa sakitmu melebih apa yang kurasakan saat ini."
Titik air yang perlahan keluar dari sudut kedua matanya, disusul dengan titik-titik air lain yang semakin membuncah bersamaan dengan keluarnya sebuah helaan napas rasa sakit yang sejak tadi berusaha dia tahan.
Lelaki itu membungkukkan badannya kemudian meraih tangan kiri gadis itu, mendekatkannya pada hidungnya dengan kedua tangannya-berusaha meresap dan memasukkan feromon gadis itu ke dalam ingatannya.
Kecupan yang dalam dia berikan pada punggung tangan kurus gadis itu, sebelum benar-benar mengembalikan posisi tangan itu di samping tubuh pemiliknya.
"Aku hanya memohon pada tuhan agar memberikan waktu dan kesempatan padaku untuk melihatnya lagi. Senyuman indahmu dan setiap tingkah riangmu yang selalu kurindukan, walaupun aku tidak selalu bisa menjangkaumu. Karena kau, sang melodi-ku, waktu berlalu begitu lambat dan sangat menyakitkan."
"Aku benar-benar sangat merindukanmu."
Sebuah senyum tersungging dari pemilik suara baritone itu, mengakhiri sore hari di ruangan putih yang didiami oleh gadis yang berada di dua pilihan sangat samar selama 30 hari, dan entah berapa lama lagi.
Senyum yang menguarkan semua rasa sakit bersama langkah kaki yang sangat lemah, milik seorang lelaki manis yang sedingin dan serapuh es.
♪You Are My Melody♪
Author's Note :
Ga jadi aku hapus kok wkwkwk
ReInA🐰
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Melody (Agust D)
FanfictionSang Melodi, semuanya berawal karena sebuah piano yang menghipnotisnya masuk ke dalam dunia musik. Memaksanya untuk memainkan setiap tuts yang semakin mengekangnya dengan rantai beracun yang kapan saja bisa membunuhnya. Namun, setiap hatinya berteri...