part3

56 7 0
                                    

"Lo sendiri?". Suara berat yang khas menbuyarkanku. Dengan refleks aku menghapus air mata di pipiku dan mengalihkan wajahku ke arah suara berat tadi untuk melihat siapa yang kini ada di hadapan ku.

kalian tahu? siapa yang kini berada di hadapanku?. dia seorang laki - laki, berkulit putih, rambut coklat yang cukup berantakan menambah tingkat ketampanannya, dan jangan lupakan dengan mata hijau toscanya. ahhhhhh pria yanag begitu tampan, yaa aku akui dia sangatlah tampan. Dan dia satu kelas denganku, bahkan sekarang dia duduk di depanku. 'oooohhh god' sisi lain hatiku berteriak kagum pada orang yang berada dihadapanku.

'Heyy safana ingat lo disini jadi anak ansos. Ingat itu' dan sisi lainnya mengingatkanku akan diriku yang sekarang.

"Ah? Engga, gue sama retno". Jawabku dengan nada dingin.

Belum sempat rian membalas perkataanku, retno muncul dengan membawa pesanan yang kami pesan.

"Sorry saf lama, lo taulah". Ucap retno saat dirinya sudah sampai dan duduk di samping ku.

"Iya gapapa ko, makasih". Jawabku dan langsung fokus pada makanan yang ada dihadapanku begitu juga retno.

Ga ada yang memulai pembicaraan, aku, retno, maupun rian fokus dengan makanannya masing masing mungkin juga dengan pikirannya masing masing. Hingga terdengar suara berat memanggil nama rian.

"Yannnnn!!". Panggil seseorang kepada rian dari belakang. "Widihh udah nyolong star aja lo deketin safana". Ucapnya lagi saat sudah sampai di samping rian. Sedangkan rian hanya mendelik kearahnya.

'Ohhh jadi ni anak mau deketin gue?' batinku bertanya. Ga semudah itu.

Aku hanya diam mendengar itu begitupun juga dengan retno.

"Re, gue duluan ya ke kelas". Hingga akhirnya aku memutuskan untuk ke kelas duluan tanpa menghabiskan makananku.

"Dih? Kenapa saf? Makanan lo blum abis". Tanya retno.

"Gapapa, gue udah kenyang".
Jawabku lalu beranjak tanpa melirik kedua laki laki di hadapanku.

Kini aku berada di kelas. Yaaa aku memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu istirahat dengan membaca novel di dukung dengan suasana kelas yang sepi yaaa mungkin hanya beberapa orang saja yang berada di dalam kelas, karena semuanya berada dikantin.

Braaakkk.

Aku terlonjak kaget degan suara gebrakan pada mejaku oleh salah satu teman sekelas ku yang ku tahu bernama tasya.

"Lo!". Ucapnya sambil menujuk ke arahku. "Gak usah kecentilan deket deketin rian, lo itu baru sehari sekolah disini jadi gak usah nyari masalah sama gue". Bentaknya ke arahku dengan menujuk - nunjuk ke arah ku.

'Deketin rian? Cari masalah? Gue gak ngerti'. Gumamku dalam hati.

"Heh! Lo dengerin gue gak sih?".

"I-iya gu-gue denger kok." Aku menjawabnya dengan gugup sambil menundukkan kepalaku. Entahlah aku merasa takut sekarang. Aku tak ingin keruang BK pada hari pertamaku sekolah.

"Bagus kalaw lo denger,".
"Ini baru peringatan dari gue. Gue gak akan segan - segan buat-."

Kring kringg..

Ucapannya terpotong oleh bel yang menandakan jam istirahat sudah selesai. Aku berfikir, dia maksudku asya akan pergi dari hadapanku, tapi ternyata tidak. Dia malah mendekatkan wajahnya kepada telingaku dan berkata "buat hidup lo gak tenang di sekolah ini". Dia membuat penekanan dalam setiap kata yang dia ucapkan tadi. Setelah berkata seperti itu, dia langsung pergi menuju bangkunya diikuti kedua anak buahnya. Dan aku masih saja menunduk dengan jantungku yang berdetak lebih cepat. Ini pertama kalinya aku mengalami hal sperti ini, jadi wajar saja kalau aku benar - benar takut dengan ucapannya.

"Saf? Lo knapa?". Pertanyaan retno membuatku refleks memandang wajahnya.

"Hah? Engga, gue gak papa". Jawabku setelah menetralkan ekspresiku tentunya juga dengan jantungku yang sedari tadi berdetak lebih cepat.

"Beneran lo gapapa?". Tanyanya lagi.

Aku hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaannya.

KBM pun berjalan dengan lancar, tapi tidak dengan safana yang sedari tadi gelisah hanya karena takut dengan ucapan asya dan itu sukses memnuatnya tidak konsentrasi dalam pelajaran yang diterangkan oleh gurunya sampai jam pelajaran terakhir. Bahkan entah sudah berapa kali guru yang mengajarnya menyuruhnya ke toilet untuk membasuh wajahnya.

Kini ia dalam taxi dalam perjalanan pulang. Dia memutuskan untuk mengunakan taxi untuk bersekolah walau ia bisa saja menuruh supir yang berada di rumahnya untuk menjemputnya.



SafanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang