Mendengar ucapannya mataku terbelalak, bibir terkunci tak bisa berkata-kata.
“Kami sudah lama bersama, jauh sebelum kamu hadir dalam hubungan kami. Aku mencintainya.”
“Semuanya masa lalu, kan? Sekarang Rey bersamaku,” desisku dingin.
“Hmm… sekarang Rey bersamamu, dia suamimu.”
Laura kembali diam, tatapannya menerawang jauh, kosong.
“Sepanjang ingatanku, kami selalu bersama,” lanjutnya. “Rey selalu ada di saat-saat terpenting dalam hidupku. Dia orang yang paling mengerti dan memahamiku. Saat orang tuaku memutuskan bercerai, Rey yang menghiburku. Saat mamaku meninggal, dia yang menemaniku. Saat aku sakit, dia yang merawatku. Saat pertama kalinya aku berjalan di panggung catwalk, dia juga ada di sana mendukungku. Rey selalu ada untukku.”
Dari dulu aku selalu merasa iri dengan hubungan mereka, begitu dekat dan mengenal satu sama lain dengan baik. Aku selalu menyadari sedekat apapun aku dengan Rey, tempat Laura takkan pernah bisa aku gantikan. Ada tempat khusus dihati Rey untuknya.
Setelah diam selama beberapa saat, Laura kembali bicara. Kali ini matanya tepat menghadap ke arahku, “Saat itu pertama kalinya aku berjalan di panggung catwalk dunia, Paris Fashion Week. Rey ada di sana, dia duduk di deretan paling depan menyemangatiku. Acaranya berjalan sukses, aku sangat bahagia karena karir internasional yang aku impikan sejak dulu terkabul. Kami merayakannya berdua, Rey takkan melewatkan kesuksesanku,” Laura tersenyum bahagia. “Malam itu juga Rey melamarku. Dia memintaku menjadi istrinya.”
Aku menahan nafas , ingin memintanya berhenti bicara karena tak ingin mendengar apapun lagi. Namun mulutku benar-benar kelu.
“Aku selalu membayangkan Rey melakukan itu, melamarku. Hanya Rey yang aku mau melakukan itu, bukan lelaki lain. Tak pernah ada lelaki lain. Namun, saat itu aku tidak menerimanya, aku memintanya menunggu. Aku sedang berada di puncak mimpiku, aku ingin merasakan kebahagian mimpi itu lebih lama. Aku menyakinkannya untuk menunggu beberapa tahun , tak lama. Rey setuju, dia bilang dia akan menunggu. Karena mencintaiku, dia bilang dia akan menunggu. Aku senang sekali malam itu, dia memberikan cincin paling indah yang pernah aku lihat,” jemarinya memainkan cincin yang melingkar di jari manisnya. Melihat itu nafasku benar-benar sesak. “Tapi, dua bulan kemudian aku mendengar dia sudah menikah. Awalnya aku tak percaya, Rey selalu bermain-main dan aku tidak pernah keberatan. Dia bisa jalan dengan siapapun yang dia mau, jadi aku pikir dia hanya bermain-main seperti biasanya. Kami tak pernah punya ikatan khusus, hubungan kami berjalan apa adanya. Aku tak keberatan karena aku tahu hati Rey. Siapa sangka… kalau … kalau…”
Laura mulai bicara dengan terbata-bata, lalu kemudian menangis, bulir-bulir airmata perlahan jatuh mengenai pipinya.
“Aku marah… dan kecewa, tapi kedua rasa itu tak seberapa dibandingkan dengan kesedihanku. Aku kehilangan orang yang paling berharga dalam hidupku, aku kehilangan orang yang selalu menjagaku. Berminggu-minggu aku meratapi keadaanku, aku terpenjara dalam kesedihanku sendiri. Sampai Rey datang. Dia menghiburku seperti biasa,” Laura tertawa. “Dia bilang harus menikah karena tak punya pilihan. Ada tanggung jawab yang menunggunya. Kehamilanmu adalah tanggung jawabnya. Aku mengerti kondisinya, Rey tidak punya pilihan. Jadi, saat itu aku yang memilih menunggu. Aku bilang padanya aku akan menunggu. Keputusanku menolak lamarannya, aku sesali hingga hari ini.”
Aku teringat percakapanku dengan Laura dulu, Rey menikah denganmu karena kamu sedang mengandung anaknya. Saat anak itu lahir, dia akan meninggalkanmu dan kembali padaku.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Reconciliation
RomanceTrust takes years to build, seconds to break and forever to repair. Dia kembali hadir dalam hidupku dan akhirnya mengetahui rahasia yang selama ini aku sembunyikan. Dia kembali hadir dalam hidupku, saat aku sedang mencoba membuka hatiku untuk oran...