20 - Honeymoon 1

34K 2.9K 161
                                    

Yang di bawah umur menyingkir dulu sampai dua part ke depan.

Enjoy

"Aku pengin bikin usaha sendiri, Mba. Tapi, Bapak dan Ibu kayaknya keberatan. Penginnya aku kerja jadi PNS atau kantoran." Cerita Mada sedih.

"Mau bikin usaha apa emangnya?"

Mada terlihat malu, mukanya memerah. "Toko bunga dan tanaman."

Berbeda denganku yang suka menggambar, Mada dari dulu memang punya kesenangan dan hobi pada tumbuhan dan taman. Dia sering keluar masuk hutan atau kebun-kebun bunga hanya untuk melihat-lihat tumbuhan apa saja yang ada di dalamnya.

"Bukan hanya toko bunga dan tanaman Mba, ada jasa pelayanan nursery, landscape dan gardening juga."

"Idenya bagus." Rey yang tadi sedang memandikan Si Kembar bergabung bersama kami. "Apalagi kalau kamu membukanya di kota-kota besar. Cangkupan pasarnya juga makin luas. Kamu bisa menawarkan jasa kamu ke komplek perumahan, apartemen, hotel, perkantoran, kawasan industri, rumah sakit, lapangan golf juga bisa."

Mada yang tadi terlihat sedih, tiba-tiba berubah penuh semangat. "Iya Mas, rencanaku juga begitu. Pas aku ke Hokkaida ada beberapa jasa rental plant yang menggunakan konsep seperti itu. Orang-orang Jepang sekarang kebanyakan tinggal di apartemen atau flat, jadi konsep seperti ini berkembang sangat cepat. Aku ingin menerapkannya di sini." Jelasnya menggebu-gebu.

Rey melirikku dan tersenyum kecil, "Bersemangat dan tahu apa yang diinginkan. Bisa jadi modal yang cukup. Benar, kan?" keningku berkerut, tidak mengerti maksud ucapannya. Melihat ekspresiku dia justru mengerlingkan matanya jahil.

Adakalanya aku salah tingkah jika Rey memperlakukanku seperti ini, menggoda. Sejak memutuskan untuk memulai semuanya dari awal beberapa kali dia melakukannya. Entah dengan ciuman kecil di pipi atau kerlingan mata jahil seperti tadi.

"Siapa saja yang lihat Mas Rey dan Mba Ora seperti tadi, pasti bakalan nyangka kalau kalian baru aja nikah."

"Kenapa?" tanya Rey, masih dengan senyum kecil di bibirnya.

"Aku kan sering lihat Mas Rey diam-diam cium Mba Ora atau ngedipin mata kayak tadi."

"Nggak boleh?"

"Boleh aja... tapi kan nggak sering-sering juga kali." Mada mencebik kesal.

"Anak-anak mana?" Aku bertanya pada Rey mengabaikan keluhan Mada. Mada yang cerewet tidak akan berhenti kalau tidak ada yang menghentikannya.

"Sama Eyang, lagi diajarin main dakon di belakang." Jawabnya, lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada Mada, "Menurut Mas ide kamu bisa dijalankan kok Mada, pangsa pasarnya masih luas, belum banyak orang yang menawarkan konsep seperti itu."

"Iya, tapi Bapak nggak setuju. Usaha seperti ini modalnya nggak kecil Mas, butuh dana besar. Belum lahannya, harus luas. Kata Bapak masa depannya nggak ada."

Rey menggangguk setuju, "Kamu bisa buat proposal untuk konsepnya nggak? Nggak perlu terlalu detail, kasarnya aja juga nggak pa-pa. Mas cuma pengin tahu gimana konsep kamu berjalan."

"Aku udah buat!" ucap Mada makin bersemangat, " Sebenarnya kemarin pas aku ke Hokkaido, aku udah buat proposalnya. Kak Dipta yang bantuin. Ada salah satu perusahaan di sana yang berminat dengan konsep yang aku susun. Tadinya aku berniat mengajak mereka bekerja sama, tapi ternyata banyak sekali kendalanya."

"Bagus kalau begitu, nanti Mas lihat." Rey melirikku sekilas. "Ada yang mau Mas omongin sama Mba kamu,"

"Aku harus pergi dulu?" potong Mada cepat.

ReconciliationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang